Posisi Ilmu Kedokteran Hewan
1.
Termasuk dalam rumpun Ilmu Pertanian (SK Mendiknas No. 0411/U/1994
tentang Kurikulum yang Berlaku Secara Nasional Program Sarjana Ilmu
Pertanian).
2. Keputusan DirJen Dikti Depdiknas No. 163/DIKTI/KEP/2007 tentang Penataan dan Kodifikasi Program Studi pada Perguruan Tinggi (Program Studi Kedokteran Hewan tidak ada)
3. Apakah dapat diakui sebagai ilmu kedokteran dengan obyek utamanya hewan.
Memposisikan Ilmu Kedokteran pada Profesi Bidang Kedokteran
1. Di kalangan kedokteran manusia di Indonesia dilakukan perjanjian kerjasama antara Dirjen Dikti, Dirjen Layanan Medik dan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang Pengelolaan Sistem dan Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Bidang Kedokteran (tahun 2001).
2. Maksud perjanjian kerjasama adalah untuk menjabarkan pengelolaan sistem dan penyelenggaraan pendidikan profesi bidang Kedokteran.
3. Tujuan perjanjian kerjasama adalah untuk mengatur wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan profesi bidang kedokteran.
2. Keputusan DirJen Dikti Depdiknas No. 163/DIKTI/KEP/2007 tentang Penataan dan Kodifikasi Program Studi pada Perguruan Tinggi (Program Studi Kedokteran Hewan tidak ada)
3. Apakah dapat diakui sebagai ilmu kedokteran dengan obyek utamanya hewan.
Memposisikan Ilmu Kedokteran pada Profesi Bidang Kedokteran
1. Di kalangan kedokteran manusia di Indonesia dilakukan perjanjian kerjasama antara Dirjen Dikti, Dirjen Layanan Medik dan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang Pengelolaan Sistem dan Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Bidang Kedokteran (tahun 2001).
2. Maksud perjanjian kerjasama adalah untuk menjabarkan pengelolaan sistem dan penyelenggaraan pendidikan profesi bidang Kedokteran.
3. Tujuan perjanjian kerjasama adalah untuk mengatur wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan profesi bidang kedokteran.
Apakah Kedokteran Hewan Perlu Melakukan yang Sama?
Dalam audiensi PB PDHI bersama Dekan-dekan/Perwakilan FKH se Indonesia dengan Dirjen Dikti pada tanggal 15 Mei 2007, diberikan arahan agar melakukan yang lebih kurang sama yaitu perjanjian kerjasama antara DirJen Dikti – PB PDHI – Depkes/Dirjen P2MPL (pada IDI dari Depkes oleh Dirjen Layanan Medik).
Sejarah WVA
Professor John Gamgee from the Veterinary College of Edinburgh took the initiative in April 1863 to invite veterinarians from all over Europe to a general meeting in Hamburg, Germany 14-18 July 1863. The topic of the meeting was discussion on systems to combat epizootic diseases. This meeting became the first International Veterinary Congress later known as The World Veterinary Congress. At the 8th World Veterinary Congress in Budapest, Hungary 1906 a Permanent Committee was formed to be the organizational link between congresses. At the 15th Congress in Stockholm, Sweden in 1953 it was decided to form an international association. The Permanent Committee worked with a Constitution of the World Veterinary Association until the 16th Congress in Madrid, Spain in 1959 where the World Veterinary Association was founded as a continuation of the Permanent Committee for the International Veterinary Congresses.
CIRI – CIRI PEKERJAAN PROFESI
1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional
2. Pekerjaaannya berlandaskan etik profesi.
3. Mengutamakan panggilan kemanusiaan dari pada keuntungan
4. Pekerjaannya legal melalui perizinan
5. Anggota – anggotanya belajar sepanjang hayat.
6. Anggota – anggotanya bergabung dalam sebuah organisasi profesi.
Tantangan Kita Saat Ini
1. Legislasi (UU Naskeswan, UU PKH dan UU Vet) -à dapatkah menjadi payung hukum untuk “claim” kita dalam fungsi dan otoritas veteriner?
2. Asean Framework Agreement on Services (AFAS) : membuka persaingan jasa veteriner mulai April 2009 ini sebagai kelanjutan perjanjian 15 tahun yang lalu. -à apakah regulasi pemerintah Indonesia berkenaan masuknya tenaga-tenaga asing veteriner ini maupun persyaratan keorganisasian bisnisnya sudah ada? atau bila diterbitkan oleh DepTan apakah draft yang pernah disusun bersama PBPDHI telah memadai dan mampu dipenuhi termasuk oleh para drh Indonesia (setiap persyaratan harus dipertanggungjawabkan sesuai SPS).
3. Sangat mendesaknya standarisasi kompetensi Dokter Hewan serta layanan jasa veteriner di tiap sektor keahlian yang terjamin (tersertifikasi).
Hal-hal yang Harus Ada Menghadapi Tantangan-Tantangan Profesi
1. Regulasi tentang investasi asing dalam usaha layanan jasa veteriner (oleh Deptan/Pusat Perizinan dan Investasi)
2. Bagaimana regulasi untuk vet services di Indonesia, baik untuk dokter hewan dalam negeri dan dokter hewan asing (keberadaan majelis-majelis, National Board Exam dan Surat Tanda Registrasi Veteriner).
3. Bagaimana Siskeswannas dan Animal Diseases Control menghadapi EID – yang dihadapi dengan OWOH à Deptan.
4. Bagaimana semua dokter hewan memiliki persepsi yang sama tentang profesinya.
Tantangan Terbesar yang dihadapi saat ini adalah Menghilangkan citra :
“Dokter hewan selalu berkonflik dengan sesama dokter hewan sendiri sehingga tidak patut menjadi pemimpin”.
Cara Terbaik Menghilangkan Citra ini adalah :
1. Diperlukannya segera majelis-majelis profesi yang bermartabat dan berwibawa secara nasional serta didukung oleh unsur-unsur dari 3 pilar sebagaimana diuraikan sebelumnya.
2. Pembentukan MP2KH adalah sebagai cikal bakal Kolegium Majelis Kedokteran Hewan yang bilamana terwujud UU Praktek Kedokteran Hewan akan menjadi Konsil Kedokteran Hewan Indonesia.
Pentingnya MP2KH/Majelis Kolegium Kedokteran Hewan
a. Asosiasi Fakultas Kedokteran Hewan (PTKHI)bersama Kolegium Organisasi Profesi (Kolegium Profesi) duduk bersama dalam suatu Majelis yang secara nasional berwenang menerbitkan pernyataan-pernyataan ilmiah untuk isu-isu nasional kepada masyarakat dan bila perlu menyampaikan opininya secara bersama kepada pimpinan departemen teknis yang terkait maupun pimpinan pemerintahan/negara.
b. Majelis ini juga merumuskan prosedur-prosedur dan substansi-substansi dalam rangka penjaminan keilmiahan serta perilaku professional yang menjadi rambu-rambu profesi yang kemudian disahkan dengan Ketetapan Kongres.
Kolegium
a. Kolegium adalah badan/majelis pakar yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing bidang disiplin ilmu (ONT) yang bertugas mengampu disiplin ilmu tersebut.
b. Kolegium Profesi adalah gabungan antara fungsionaris bidang ilmiah PB PDHI bersama perwakilan majelis pakar organisasi non teritorial yang bersifat otonom yang bertanggung jawab kepada Ketua Umum PB PDHI (diartikan bertanggung jawab kepada Kongres PDHI).
MP2KH harus diartikan sebagai Kolegium Majelis Kedokteran Hewan Indonesia yang beranggotakan :
- Asosiasi bidang disiplin ilmu (Dewan Pakar dan Ketua ONT)
- Asosiasi institusi pendidikan kedokteran (PTKHI/Forum Dekan?)
- Ikatan Rumah Sakit Hewan Pendidikan, dan lain-lainnya.
HAL – HAL YANG HARUS DIPERSIAPKAN MAJELIS PENDIDIKAN & PROFESI KEDOKTERAN HEWAN (MP2KH)PDHI
1. Standar Pendidikan Profesi Dokter hewan
2. Standar Kompetensi
3. Registrasi
4. Penyelenggaraan Praktik
5. Pembinaan dan Pengawasan
6. Penegakan Disiplin
Yang arahnya untuk: Perlindungan Kepada Pasien (animal welfare), Mutu pelayanan Medis Veteriner, Kepastian Hukum Kepada Masyarakat, Klien dan dokter hewan.
KOMPETENSI
a. Kompetensi didefinisikan sebagai kelompok perilaku kompleks, terbentuk berdasarkan komponen pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang merupakan kebisaan (ability) seseorang dalam melaksanakan tugas.
b. Seorang spesialis penyakit (termasuk dokter hewan) dalam melaksanakan kompetensinya dituntut untuk dapat bertanggung jawab sebagai profesional, manager, sarjana dan pendidik, penyuluh kesehatan dan pakar dalam hal penyakit.
Area kompetensi kedokteran yang harus dikuasai, antara lain:
1. Pengetahuan medik :
a. Ilmu Biomedik dan klinik
b. Epidemiologi
c. Ilmu sosial dan perilaku yang tetap dan berkembang serta aplikasinya dalam pelayanan veteriner.
2. Pelayanan yang memuaskan, tepat, efektif untuk mengatasi masalah kesehatan dan promosi kesehatan bidang kesehatan hewan.
3. Komunikasi dan hubungan antar manusia yang menghasilkan pertukaran informasi secara efektif dan kerjasama antara dokter hewan, masyarakat dan berbagai organisasi profesi.
4. Pembelajaran berbasis praktek untuk menginvestigasi dan mengevaluasi praktek dan layanan medik veteriner, menghargai serta mengasimilasi bukti-bukti ilmiah untuk memperbaiki praktek pelayanan dokter hewan.
5. Praktek berbasis sistem yaitu sikap peka dan tanggap terhadap keterkaitan masalah besar dengan sistem pelayan kesehatan yang dapat menggunakan sumberdaya secara efektif untuk optimalisasi.
6. Profesionalisme yaitu komitmen untuk memikul tanggung jawab profesional, keterikatan dengan etika serta peka terhadap berbagai populasi hewan yang mengarah kepada kepunahan dan masalah kesrawan.
Sumber: Drh. Wiwiek Bagdja, Ketua Umum PDHI Pusat
Tidak ada komentar :
Posting Komentar