Banyak sekali disebut-sebut perkataan hukum revolusi di masa ini.
Teristimewa semenjak peristiwa 3 Juli yang seolah-olah dilakukan olah
“penjahat” Tan malaka cs. Sampai Jaksa Agungpun dalam pengadilan BTA yang
sekarang memeriksa 3 Juli itu memakai perkatan hukum revolusi itu.
Apakah arti, sifat dan maksudnya hukum revolusi itu? Terutama pula, seperti
sudah dimajukan oleh tertuduh Mr. Moch. Yamin, di tangan siapakah hukum
revolusi itu? Sampai dimana dan sampai bilamanakah berlakunya undang-undang
revolusi itu?
Dengan tanya yang lebih konkrit, tetapi sambil lalu saja: Apakah hukum
revolusi itu boleh dilakukan oleh sembarang orang, atau sembarang gerombolan
orang, buat menangkap, menyiksa, memfitnah atau membunuh musuhnya, dimana dan
bilamana menurut kehendaknya dan semata-mata untuk memuaskan hawa nafsu saja?
Kalau begitu, maka suatu Revolusi itu tak berapa bedanya dengan satu lapang dan
masa pembatalan (Penyembelihan) manusia secara besar-besaran.
Kalau begitupun, maka hukum revolusi yang mendapat pujaan dari pada
pujangga seperti: Goete dan Hegel di masa lampau dan dari pujangga dunia
seperti: Bernard Shaw di masa lebih baru ini, jauh lebih rendah lagi derajatnya
dari pada suatu perang rebut-merebut jajahan atau pembantaian manusia secara
biadab.
Buat memberi jawaban yang agak memuaskan terhadap pertanyaan di atas,
marilah lebih dahulu kita kemukakan beberapa “contoh” yang kita petik dari satu
dua revolusi yang terkenal di dunia ini. Dari beberapa contoh itu kelak, kita
dapat sekadarnya mengambil kesimpulan.
Contoh jenis pertama:
a. Marat, pemimpin-tulen Murba Perancis, pada revolusi besar 1789, dibunuh,
ditikam, oleh gadis Charlotte Corday secara pencideraan. Gadis ini adalah
pengikut Sarikat-Borjuis bernama Girondine. Murba Paris tiada lama sesudahnya
menghukum bunuh (mengguilletine!) gadis itu. Pembunuhan atas Marat itu sangat
memperuncing pertentangan antara Club Jacobin yang memimpin Murba dengan Club
Girondine yang memimpin burjuis. Walaupun kedua golongan menentang Raja dan
Ningrat, tetapi setelah pembunuhan atas Marat itu dilakukan, maka kerjasama
antara kedua Club itu semakin lama, semakin rusak. Sengketa kedua golongan,
ialah golongan Murba dengan golongan borjuis itu berakhir dengan hancur luluhnya
semua pemimpin borjuis yang berada dalam Club Girondine itu.
b. Lenin, pemimpin Murba di Rusia pada permulaan revolusi Komunis (1917)
ditembak oleh seorang perempuan bernama Dora Kaplan. Lenin yang tiada mengira
akan pencederaan itu mendapat luka, yang sebenarnya tak dapat sembuh. Kaplan
adalah penganut yang setia dari Partai Sosial Revolusioner, ialah Partainya
Kerensky yang pernah menjadi Perdana menteri Rusia. Pencederaan Sosial
Revolusioner itu mendorong Partai Komunis, mengambil tindakan tegas. Boleh
dikata semua pemimpin Sosial Revolusioner yang bersalah dapat dibasmi
dihancurkan oleh kaum Komunis.
c. Maximilian Roberspiere, pemimpin Rakyat yang paling kiri dalam Revolusi
Perancis (1789) yang termasyhur di masa teror (dimana menindas musuh, ialah
ningrat borjuis dengan kejam). Atas tuduhan yang kurang memuaskan, menghukum
bunuh teman seperjuangan selama itu, ialah Danton, juga pemimpin rakyat yang
paling kiri dan seperti Roberspiere termasyhur pula di seluruh Perancis dan
Eropa. Dengan segera para pengikut Danton membalas dendam dan berhasil
menghukum bunuh Roberspiere: “Darahnya Danton akan menutup napasmu, hai
Roberspiere!” Kedua gerombolan dari Roberspiere dan Danton itu hancur lebur.
Dengan demikian maka hancurlah pula golongan Republiken.
Contoh jenis kedua :
a. Raja Karel I, dihukum bunuh oleh Cromwell. Yang dibelakang ini adalah
pemimpin kaum levellers, ialah kaum tani tengah (Yeomanry) yang dalam revolusi
menghadapi raja dan ningrat amat radikal di masa itu. Pembunuhan atas
Raja Karel itu benar-benar menimbulkan dendam kesumat di antara golongan
Ningrat di Inggris terhadap Partai Cromwell. Tetapi golongan ningrat tiada
berjaya mengembalikan kekuasaan raja seperti bermula dan
menghancurkan/menghancur-leburkan kaum tani dan kaum borjuis. Di kemudian hari
kekuasaan raja dibatasi oleh undang-undang (Constituten) dan Negara Inggris
diperintahi oleh kabinet yang bertanggung jawab kepada Parlemen. Raja cuma
boneka saja.
b. Lodewijk ke XIV, Raja Perancis turunan Le Roi Soleil, Anak Matahari,
yang berfilsafat “L’etat c’est moi” Negara adalah saya, dihukum bunuh oleh
Parlemen Perancis, yang mengadakan pemeriksaan umum dan mengambil putusan
dengan pungutan suarayang dicatat satu persatu. Walaupun golongan dan partai
raja mencoba membalas dendam dan mengadakan kontra-revolusi, tetapi kekuasaan
Raja tak bisa dikembalikan dengan menghancurkan kaum REPUBLIKEN. Kaum
Republiken ini hancur, karena perselisihan dari dalam dirinya sendiri, seperti
sudah tersebut di atas.
c. Keluarga Raja (Tsar) di Rusia, ketika kontra revolusi memuncak terbunuh
dengan jalan yang tidak melalui pengadilan umum. Kaum Sosial Revolusioner yang
memimpin kaum kontra revolusi yang dibantu oleh Kapitalis-imperialis luar
negeri dihancurleburkan pula oleh kaum komunis. Tetapi kontra-revolusi yang
dilakukan oleh kaum ningrat, borjuis dan kaum sosialis Rusia dalam percobaannya
berkali-kali tak sanggup membalas dendam dan menghancurkankaum Komunis.
Sebaliknya kaum ningrat dan Partai Tsar dan Partai Borjuis hancur-luluh.
Ningrat bersama kaum borjuis tak dapat bangkit kembali.
Menurut contoh jenis pertama, maka dapatlah kita mengambil kesimpulan,
bahwa pembunuhan menurut hukum rimba yang dijatuhkan oleh Charlotte
Corday atas Marat dan yang dicoba dijatuhkan oleh Dora Kaplan atas Lenin segera
dibalas oleh Murba yang berdiri di belakang kedua pemimpin itu.
Murba yang ternyata menguasai perasaan terbesar dalam masyarakat, sanggup
menghancur-leburkan kaum yang diwakili oleh Charlotte Corday ialah kaum borjuis
itu. Tetapi golongan yang berdiri di belakang Roberspiere tak sanggup
menghancur leburkan golongan rakyat yang membela pahamnya Danton.
Danton membalas dendam dan mengancurkan golongan pemimpin yang membela
Roberspiere. Dengan perkataan lain baikpun hukum rimba yang dijalankan oleh
perseorangan (Charlotte Corday dan Dora Kaplan) ataupun oleh suatu gerombolan
dengan cara pengadilan yang tak sempurna (golongan Roberspiere) tak sanggup
mendapatkan hasil yang hendak dicapainya ialah menghancur leburkan musuhnya.
Berdasarkan contoh jenis kedua, maka dapatlah pula kita mengambil
kesimpulan bahwa walaupun yang dihukum bunuh itu (baik yang dengan hukum rimba
ataupun secara teratur sekalipun) dilakukan atas raja yang ratusan tahun
dianggap sakti, atau atas satu golongan yang selamanya ini berpengaruh besar, tetapi
sudah mengambil sikap kontra-revolusioner (Kerensky) oleh karena yang dihukum
bunuh itu memangnya perwakilan Ancien Regime (yang lama, yang lapuk), maka
pembalasannya tak akan berhasil. Paham baru yang dianut oleh Murba-lah yang
akan dibentuk oleh sejarah!
Inilah yang jaya memegang hukum revolusi !!
Jadi hukum revolusi itu, bukanlah suatu hukum yang bisa dijatuhkan begitu
saja oleh perseorangan atau segerombolan orang, dan didorong pula oleh nafsu
sendiri saja kepada orang atau gerombolan orang yang dianggap musuh.
Seperti benar salahnya “siasat politik”, pada tingkat akhirnya dalam
revolusi diadili dan diputuskan oleh Murba, ialah golongan terbesar dalam
masyarakat yang berklas, dan pahlawan yang sebenarnya dalam revolusi, maka
hukum revolusi itupun baru diputuskan oleh Murba.
Murba yang tertindas terhisap, Murba yang berhasrat-berjuanglah yang pada
tingkat terakhir menentukan sesuatu hukum revolusi itu.
Hukum atas alasan apa, dengan cara bagaiamana dan bilamanapun yang
dijatuhkan oleh seseorang ataupun segerombolan orang atas orang lain atau
gerombolan lain, adalah salah, dhalim dan berbahaya kalau hukuman itu merugikan
kepentingan hasrat serta perjuangan Murba kaum terbesar dalam masyarkat
ber-revolusi itu.
Hukum revolusi yang sesungguhnya yang bisa kekal, ialah hukum untuk Murba,
dari Murba dan oleh Murba. hukum revolusi-pun seperti semua barang di dunia
bersifat relatif, bersangkut paut! Dalam hal hukum revolusi adalah bersangkut
paut dengan kepentingan Murba!
Belum dapat dilarang, dalam revolusi kita ini kalau ahli-hukum yang
memegang kekuasaan itu bersumpah atau ayat hukum yang ditelurkan oleh Krabben,
Kranenburg, Kleintjes atau ahli hukum kolonial yang lain menuduh, mengadili dan
menghukum orang yang dianggapnya bersalah melanggar undang-undang.
Belum dapat pula dilarang dalam revolusi kita ini; kalau pembesar ini atau
itu yang memegang kekuasaan dan uang negara, menuduh, meresmikan nama penjahat
ini dan itu sebelumnya kesalahan “penjahat” itu dapat dipastikan oleh hukum
revolusi yang sesungguhnya. Sebagian Murba tertipu buat selama-lamanya.
Seluruhnya Murba bisa pula tertipu buat sementara waktu. Tetapi tak akan bisa
tertipu seluruhnya Murba buat seluruhnya waktu!!
Demarkasi revolusi terang tercantum di depan kita! Di sebelah sana adalah
penjajah yang dengan tentara dan kaki tangannya bangsa Indonesia sendiri,
sedang menghancurkan Republik dan mengembalikan rakyat Indonesia ke Status
Terjajah dengan perjanjian Linggarjati dan Renville.
Di sebelah sini adalah Murba dan pemimpinnya yang dengan jalan membatalkan
Linggarjati dan Renville serta bermaksud mengusir tentara Belanda serta
penjajah Belanda.
Siapa yang melewati garis demarkasi dan memasuki front musuh dan menentang
front Murba adalah musuh revolusi.
Hukum revolusi yang sebenarnya harus jatuh/dijatuhkan pada mereka pelanggar
demarkasi revolusi itu, yang menegakkan kembali yang lama, ialah penjajahan
Belanda dan menghancurkan yang baru, ialah kemerdekaan 100 % yang sudah
diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 dan dibela oleh rakyat Indonesia dengan pengorbanan
yang tak kalah sifat dan bilangnya oleh Revolusi mana dan waktu bilapun juga.
Di tangan Murba lah terletaknya hukum revolusi; untuk membela kepentingan
Murbalah hukum revolusi itu harus dijatuhkan!
Hukum revolusi, ialah hukumnya kaum Murba, yakni kaum terbesar dalam
masyarakat untuk membela kepentingan, kemerdekaan serta keamanan masyarakat
Murba itu sendiri !!!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar