Sumber: Penerbit Widjaja, Jakarta 1951
Kontributor: Diketik oleh Abdul,
ejaan diedit oleh Ted Sprague (Feb 2008)
KATA PEMBUKA
Telah lebih dari setahun lamanya kopi ini tesimpan
dalam almari, karena terhalang oleh kesukaran kertas, apalagi mengingat
tebalnya lebih kurang 200 halaman dari kertas ukuran besar serta ditek dengan
mesin tulis Hermes baby, dan kalau dijadikan buku menurut ukuran yang sekarang
ini, mungkin mencapai 500 halaman, sedang niat hendak menerbitkan sekaligus.
Nasehat tuan HAJI ILJAS JACOB-lah yang membuka
perhatian untuk menerbitkan dengan jalan beransur-ansur ini.
MADILOG, berasal dan melalui jembatan keledai, yaitu
MA terialisme, DI alektika, LOG-ika !
"Saya tidak menyangka akan sampai begitu dalam
dan luas pengetahuan TAN MALAKA, sehingga saya sebagai Jurist dipimpinnya pula
ke lapangan filsafat hukum, lebih berisi dan lanjut dari pada yang saya
pelajari di sekolah hakim", demikian ucapnya seorang Akademisi yang jujur
setelah membaca kopi Madilog !
Penerbitan ini akan diusahakan supaya tiap tanggal 2
dan 17 setiap bulan buku setebal ini akan mengunjungi pembacanya. Moga-moga
kami dapat memenuhi niat yang suci ini.
P E N E R B I T
Bukit Tinggi 17 Juli 1948
I s l a m
Sumber yang saya peroleh buat Agama Islam, inilah yang hidup. Seperti saya
sudah lintaskan lebih dahulu dalam buku ini, saya lahir dalam keluarga Islam
yang taat. Pada ketika sejarahnya Islam buat bangsa Indonesia masih boleh
dikatakan pagi, diantara keluarga tadi sudah lahir seorang Alim Ulama, yang
sampai sekarang dianggap keramat! Ibu Bapa saya keduanya taat dan orang takut
kepada Allah dan jalankan sabda Nabi.
Saya saksikan ibu saya sakit menentang malaikat maut menyebut "Djuz
Yasin" berkali-kali dan sebagian besar dari AL-Qur’an, diluar kepala.
Orang kabarkan bapak saya didapati pingsan setelah badannya dalam air. Dia mau
menjawat air sembahyang, sedang menjalankan terikat, setelah bangun sadar, dia
bilang dia berjumpa dengan saya yang pada waktu itu di negeri Belanda. Masih
kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan Al-Qur’an, dan dijadikan guru muda. Sang
Ibu menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya
pemuka, piatu Muhammad bin Abdullah, entah karena apa, mata saya terus basah
mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya,
merdu jitu dan mulia.
Pengaruhnya pada bahasa Indonesia pada zaman lampau bukan sedikit.
Cangkokan bahasa Arab pada bahasa Indonesia baik diteruskan, karena lebih cocok
pada lidah kita, asal betul-betul mengadakan pengertian baru, yang tiada
terbentuk pada kata Indonesia umum atau lokal, seperti perkataan akal, fikir
dsb. Saya sendiri tiada sempat meneruskan pelajaran bahasa Arab yang saya
pelajari berpuluh tahun yang silam dengan cara surau yang sederhana itu
tentulah sekarang sudah melayang sama sekali. Tetapi semua perhubungan dengan
Islam dan Arab dahulu di Eropa, pasti mengambil perhatian saya. Dengan mengikat
pinggang lebih erat, saya ketika di Negeri Belanda membeli sejarah dunia
berjilid-jilid salinan bahasa Jerman ke Belanda, karena di dalamnya ada sejarah
Islam dan Arab dituliskan degan lebih sempurna dari yang sudah-sudah.
Meskipun banjir ombak asik dalam senubari saja di masa usia pancaroba
dilondong hanyutkan sampai sekarang terus dihilirkan oleh kejadian
"1917" perhatian saya tehadap Islam terus berjalan. Pengertian yang
masih saya ingat dari tafsir Qur’an itu, tentulah tiada berarti lagi. Yang
tinggal dibawah lantai kesadaran (subconciousness) ialah kesan semata-mata.
Tetapi terjemahan Qur’an ke dalam bahasa Belanda dahulu beberapa kali saya
tamatkan, semua buku dan diktatnya Almarhum Snouck Hurgroaje tentang Islam
sudah saya baca. Baru ini di Singapura saya baca lagi terjemahan Islam ke
bahasa Inggris oleh "Sales dan ahli timur Maulana Ali Almarhum".
Dengan begitu tiadalah pula saya maksudkan bahwa semua sumber itu sudah
cukup buat me-obor Islam dan sejarah. Ahli sejarah Barat, Arab dan Tionghoa
memang berlipat ganda lebih bisa dipercayai dari pada Ahli sejarah Hindu.
Begitulah sejarah masyarakat dengan kemajuan pesawat dan ekonominya
dibelakangkan kalau tiada dilupakan sama sekali. Jangan pula dilupakan, bahwa
sejarah politik yang semacam itu di-tinggal-kan; tiada berseluk-beluk dan
dipelantunkan dengan sejarah politik, ekonomi, dan kelasnya masyarakat. Jadi
sejarah semacam itu, walaupun sejarah politik saja adalah pincang sekali.
Tiada mengherankan kalau dalam pembacaan, saya tiada mendapati sejarah yang
teratur selangkah demi selangkah, tentangan masyarakat, politik, ekonomi, dan
tehnik Arab, tidak saja sebelum dan ketika Muhammad SAW mengembangkan Agama
Islam, tetapi juga di dalam tempo dibelakangnya, lebih dari 1300 tahun sampai
sekarang. Tidak saja di tanah Arab tempat asalnya agama Islam dan negara berkelilingnya,
tetapi juga ditempat mengembangnya seperti Siria, Mesir, Spanyol, Irak, Iran,
(Mesopotamia), India dan Indonesia. Dalam Negara asalnya Agama Islam tumbuh dan
berdahan, mendapat bentuk dan corak baru dan bentuk corak ini tentulah langsung
atau menukar mempengaruhi pokok asalnya di Arabia. Teristimewa pula karena
semua bangsa dari semua agama acap berkumpul di Mekah.
Sejarah Islam berurat dan diairi oleh masyarakat politik, ekonomi dan
pesawat Arab asli dan akhirnya bertukar bentuk dan corak pada iklim keadaan
baru di luar daerah asli, menurut pengetahuan saya masih belum ditulis.
Pekerjaan semacam itu bukanlah pekerjaan sembarang ahli, boleh jadi sekali
bukan pekerjaan seorang ahli yang tersambil, melainkan pekerjaan beberapa ahli
yang bergabung dalam tempo yang lama, boleh jadi pula bukti yang berhubungan
dengan beberapa perkara sama sekali tiada bisa diperoleh lagi. Bagaimana juga
buku seperti Foundation of Christianity buat Islam masih belum lahir.
Berhubung dengan keterangan diatas maka sejarah-Islam dalam lebih kurang
1200 tahun sesudahnya Muhammad SAW yakni sejarah yang condong pada politik
seperti pengangkatan Imam baru, menurut dan menurutkan partai Ali atau
meneruskan pilihan yang demokratis seperti pengangkatan Abubakar, Umar, dan
Usma; perbedaan mazhabnya Imam Syafi’I, Hanafi, Hambali dan Maliki satu aliran
Islam ke arah kegaiban (systisisme) pada satu fatihah (Imam Gazali) dan
kenyataan (rationalisme), sampai ketiadaannya Tuhan-Tuhan (atheisme), pada lain
pihak (moetazaliten); pergerakan Islam yang baru kita kenal sekarang seperti
Wahabi, Muhammadiya dan Ahmadiyah; semuanya ini mesti diseluk dengan sejarahnya
politik, ekonomi, seperti bumi dan pesawat masyarakat Muslimin di Eropa
Selatan, Afrika, Asia Barat dan Tengah diluar maksudnya buku ini dan diluar
kekuasaan kesempatan saya.
Maksud tulisan saya yang ringkas ini tentulah bukan buat pengganti buku
yang masih ditulis itu, maksudnya cuma buat petunjuk (suggestion). Saya
bagaimana juga tak lebih berlaku dari pada itu karena kekurangan bahan bukti,
lagi pula pokok perkara yang berhubungan dengan Islam, ialah ke Esaan Tuhan,
sudah termasuk boleh dikatakan hampir sama sekali pada tulisan yang baru lalu.
Muhamad SAW mengakui sahnya kitab Yahudi dan Kristen. Muhammad SAW mengakui
Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa. Tetapi Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa menurut
Muhammad SAW itu mesti dibersihkan dari pemalsuan Yahudi dan Kristen dibelakang
hari.
Memang masyarakat Arab asli membutuhkan ke-Esaan pemimpin
sekurang-kurangnya sama dengan kebutuhan yang dirasa oleh Nabi Musa dan daud.
Pada Muhammad SAW, bangsa Arab yang terdiri dari beberapa suku, dan menyembah
bermacam-macam berhala itu mengharapkan pimpinan. Peperangan saudara yang kejam
keji tiada putus-putusnya berlaku. Bangsa Arab teguh tegap, berdarah panas,
pada negara yang sebagian besar terdiri dari gurun pasir dan gunung batu, kurus
kering, sejuk tajam di musim dingin, panas terik di musim panas, susah gelisah
mengadakan nafkah hidup sehari-hari. Perampokan dan pembunuhan adalah pekerjaan
lazim sekali. Perniagaan ke lain negara dan dalam negarapun mesti dikawal
dengan prajurit yang siap sedia menentang musuh ialah penyamun Badui yang rakus
garang. Saudagar pada masa itu sama juga dengan serdadu, makin ramai penduduk
Arab dan memang sudah ramai, makin sengit seru pertarungan suku dan suku. Makin
banyak lelaki yang mati makin banyak pula kelebihan perempuan. Tiada
mengherankan kalau mendapat anak perempuan dianggap sebagai malapetaka oleh
rumah tangga Arab asli itu, apa lagi rumah tangga yang tak berpunya. Perempuan
sudah terlampau banyak dan perempuan pada masyarakat semacam itu bukanlah
makhluk yang bisa mencari nafkah diluar rumah tangga, melainkan dianggap satu
makhluk penambah mulut makan. Jadi penambah kemiskinan. Kalau perempuan banyak,
dibunuh. Beruntunglah perempuan kalau ada lelaki yang mampu mengawininya
mengangkat dia jadi isteri yang ketiga ataupun kesekian puluh. Ditengah
masyarkat semacam itu lahirlah Muhammad bin Abdullah, walaupun sukunya suku
kuraisy dianggap suku tertinggi di kota Mekkah, tiadalah ia seorang anak yang
dimanjakan oleh ibu bapa yang mampu. Dia malang atau memang beruntung kematian
ibu bapa menjadi anak piatu dan dipelihara oleh paman Abdul Mutalib. Dari kecil
sudah mengenal susah melarat di tengah-tengah masyarakat saling sengketa dan
gelap gelita. Buah pikiran kita menyaksikan masyarakat semacam itu dan dalam
keadaan semacam itu bisa timbul paham peragai dan bumi seperti Muhammad bin
Abdullah. Tetapi memang intan itu bisa diselimuti tetapi tak bisa dicampur
lebur dengan lumpur.
Makin riuh rendah bunyi sengketa dan sentak senjata disekelilingnya makin
tenang teduh pikiran pemuka ini menghadapi sesuatu kesusahan atau permusahan.
Lawan dan kawan sekarangpun terlampau banyak memajukan hal, bahwa Muhammad SAW
seorang Nabi. Huru hara tiada bisa disangkal, tetapi tiadalah hormat saja yang
memberi petunjuk, ilham dan kiasan kepada manusia. Mata yang nyalang, telinga
yang nyaring, serta otak yang cemerlang di tengah-tengah masyarakat itu sendiri
lebih lekas menyampaikan seseorang pada hakekat tentang pergaulan hidup manusia
dari pada buku bertimbun-timbun diluar masyarakat. Pemuda Muhammad dilatih dan
tersepuh oleh masyarakat Arab sendiri, undang langsung yang saling seteru dan
gelap gelita itu.
Entah karena wajah parasnya, entah karena perawakan peragainya dengan
langsung, entah karena cerdik kepandaiannya, entah karena semuanya, janda orang
kaya Chadijah berusia 40 tahun akhirnya menjatuhkan hati dan kepercayaan pada
pemuda 15 tahun lebih muda ini, sesudah berjasa bertahun-tahun. Bertahun-tahun
Muhammad bin Abdullah melayani perniagaan buat janda Chadijah.
Sekaranglah baru diperoleh tempat dan tempoh mengheningkan pikiran
membanding mengiaskan, mencocokkan, menyeluk belukan persoaan yang
bertimbun-timbun jatuhnya pada pikiran yang acap terbang mealyang seperti
terdapat dalam bangsa Arab, seperti tergambar dalam cerita 1001 malam itu.
Tetapi Arab bukannya Hindu. Pikiran melayang itu selalu kembali ke tanah.
Penerbangan bolak-balik di antara awang-awang dengan daratan itu bisa berhasil,
bukanlah satu scientist seperti Newton tahu pendapat seperti Edison mesti bisa
terbang dengan pikirannya ? Tetapi mereka terbang dengan benda yang nyata
menurut undang-undang yang pasti pula.
Pada tempat yang sunyi senyap bermacam-macam di gunung diluar Mekah
timbullah berkali-kali persoalan. Langit Arabia tiada diliputi awan pada malam
itu, kalau diterangi oleh bulan dan bintangnya mesti menarik perhatian
seseorang yang sungguh (serious, ernstig). Tak heran kalau pemuda Muhammad
didesak oleh persoalan sebagai siapakah yang mengemudikan jalannya bulan dan
jutaan bintang ini, yang tetap teratur ini. Siapakah yang menjatuhkan hujan
yang memberi hidupnya tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia itu ? Apakah asalnya
dan akhirnya manusia ini ? Tiadakah ada buat mempersatukan bangsaku,
memperlihatkan seteru sengketa dan menerangi gelap gulita itu : mengangkat
bangsaku jadi obor dunia ?
Newton dan Edison diberi pusaka oleh para scientist almarhum berupa
perkakas dan teori berupa laboratorium dan undang perhitungan. Tetapi pemuda
Muhammad hidup lebih dari 1300 tahun yang silam. Undang apakah tentang
peredaran bintang atau perhubungan hawa uap dan hujan atau undang tentang
kodrat, paduan dan pisahan jasmani dan rohani yang sudah diketahui ? Ahli
Yunani pun belum sampai kesana, kalau ada paham yang miring kesana belum tentu
paham itu sampai ke telinga Muhammad bin Abdullah.
Demikianlah Muhammad bin Abdullah mesti mencoba jawab dengan banding
membanding pengalaman dan pengetahuannya pada mana jauh lebih tinggi, dari pada
yang dikenal oleh bangsanya dikelilingnya.
Berkali-kali sudah perdagangan dilakukan (dengan karavan kalifah) ke Siria,
barangkali juga sampai ke Mesir, ke Arabia Selatan tak mustahil sampai ke
Mesopotamia. Cantumkanlah d imata pembaca seorang pemuda pendiam, mata sering
melayang tinggi tetapi cepat bisa menaksir barang dan uang dimukannya, kening
lebar dan tinggi menandakan kecondongan pikiran pada filsafat, tetapi juga
menyaring apa yang praktis bisa dijalankan. Bibir yang menandakan kemauan keras
dan juga mahir lancar kalau berkata, perawakan sedang, liat cepat tahan tangkas
dan berkali-kali dalam perjalanan jauh berbahaya mendapat latihan dalam
perjuangan. Penghilatan pada puluhan negara dan negeri biadab setengah adab dan
pekerjaan tawar menawar dengan saudagar bermacam-macam bangsa dan bahasa;
percakapan dengan lawan kawan, tua muda dalam usia pancaroba dipuluhan negara
dan negeri itu, semua itu mendidik penyair dan pemimpin pembesar negara dan
Nabi. Huruf dan sekolah tak bisa memberi bahan hidup semacam itu, tetapi bahan
hidup semacam itu bsa memberi kesempatan pada Muhammad bin Abdullah menimbulkan
huruf dan sekolah baru. Tidak semuanya orang bersekolah, bisa menjadi pemimpin
Tuhan, tetapi buat seseorang pemimpin Tuhan tiadalah sekoah saja jalan buat
menyampaikan maksudnya buat melaksanakan sifatnya.
Dunia Arab berpenduduk sedang ramainya terus menerus bertarung diantara
suku dan sukunya, belum pernah dijajah dijahanamkan bangsa Asing, sedikit
dikenal oleh dunia luarnya, sudah sampai ke tingkat persatuan satu bangsa satu
bahasa dan satu pemimpin.
Tiadalah sekali mengherankan kalau Muhammad bin Abdullah tertarik oleh
tuhan Esanya, Nabi Ibrahim, Musa dan Daud. Disini Tuhan itu lebih terang ke
Esaan-nya pada pertaruangan lahir batin yang seru sengit yang mesti dijalankan
dengan jasmani dan rohani yang mesti dipimpin oleh satu kemauan, maka
kesangsian atas ke Esaannya Tuhan, pemimpin yang Maha Tahu dan Maha Tahu itu
bisa menewaskan si petarung, Satu Tuhan itulah yang dibutuhkan oleh Arabia.
Ketika Muhammad bin Abdullah yang buta huruf itu cuma sedikti tahu tentang
agama Kristen, dikatakan oleh mereka bahwa Muhammad bin Abdullah mendapat
pengetahuan itu dari mulutnya monikkan atau rahib dan setengah ulama Kristen.
Mereka lupakan keterangan mereka sendiri bahwa Muhammad bin Abdullah sesudah
memasuki gereja Katholik di Asia Barat ia berkata :"Ini cuma rumah berhala
lain". Sekarang pun pada abad kedua puluh ini kalau orang memasuki gereja
Katholik di Ruslan atau Rome, di Jerman atau di Indonesia, kalau orang melihat
patungnya nabi Isa dan ibunya maryam yang dipuja dan tak mengherankan kalau
orang netral mendapat kesan seperti kesan memasuki rumah berhala Hindu atau
Budha. Buat Muhammad SAW Tuhan semata-mata rohani. Tuhan yang semata-mata
rohani yang tiada dipatungkan lagi itu baru didapat sesudah Luther dan Calvin.
Jadi sesudah lebih kurang 1500 tahun Nabi Isa lahir atau sesudah 900 tahun nabi
Muhammad wafat. Dalam gereja Protestan kita tak lihat lagi patung yang
seolah-olah mencoba mempengaruhi manusia dengan perasaan belaka; kasihan pada
nabi Isa yang tergantung dipakukan tangannya pada palang gantungan itu oleh
musuhnya Yahudi Jahanam itu. Jadi pada Protestant nyata pengaruh Islam buat
seseorang yang tiada digelapi oleh dogma (kepercayaan) agamanya sendiri. dengan
Yahudi Muhammad bin Abdullah menganggap Tuhan itu semata-mata rohani dan berada
dimana-mana. Seseorang Muslim bisa bersambung langsung dengan Dia, tiada perlu
memakai kasta Rabbi atau pendeta sebagai perantaraan atau sebagai tengkulak.
Kelangsungan perhubungan manusia dan Tuhan itulah yang menjadi salah satu
perkara buat Protestant umumnya, Cromwell dan tentaranya khususnya ketika
berperang dengan partai Katholik dan raja-raja Katolik. Ini terjadi juga
sesudah lebih kurang seribu enam ratus lima puluh (1650) tahun sesudah Nabi Isa
wafat atau lebih kurang 1000 tahun sesudah Nabi Muhammad wafat. Pun disini
nyata buat orang yang berpikiran objectief (tenang) pengaruhnya Islam atau
Nasrani seperti juga pada Yahudi.
Jadi agamanya Nabi Isa dan Nabi Musa dijalankan pada masa perjalannya nabi
Muhammad bin Abdullah di Asia Barat itu tiadalah diambil bulat mentah dengan
tiada kritik semata-mata. Tidak saja Muhammad bin Adullah mengambil pokok
besarnya agama Yahudi dan Kristen, tetapi pada kemudian harinya Yahudi dan
Nasrani walaupun resminya tak mau mengaku terus terang mengambil sifat baru
dari Islam. Demikianlah pada Muhammad SAW "ketunggalan" Tuhan itu ke
Esaan Tuhan itu sampai ke puncak tak ada kesangsian seperti melekat pada agama
Nasrani pada masa Muhamad SAW. Tentangan, terhadap agama Nasrani itu
dikeraskan dan dijelaskan pada satu Juz yang pendek, tetapi dianggap terpenting
sekali oleh Muslimin: bahwa Tuhan tunggal tak memperanakkan (Nabi Isa) dan
tidak diperanakan (Qul huallahuahad …………….dsb).
Karena Muhammad SAW yang mendapatkan ilham tentangan ke Esaan Tuhan yang
sempurna dan kesamaan manusia dan manusia lain terhadap Tuhan itu yang masih
belum terang benderang buat semua bangsa Yahudi pada zaman nabi Ibrahim,
lebih-lebih pada masa Nabi Sulaiman dan kemudiannya tiada terang pula pada
Kristen, Katholik, Anatolia atau Rumawi di masa Muhammad SAW, tentulah
semestinya Muhammad SAW Nabi yang terbesar dan terakhir but monotheisme, kalau
Albert Einstein menyempurnakan teori relativity maka orang tiada berkeberatan
menamainya teori itu teori Einstein. Adakah ke Esaan yang lebih pasti dan
persamaan manusia dan manusia terhadap Tuhan lebih nyata dari pada agama
Islamnya Muhammad SAW ? Juga Nabi Isa mengakui dirinya anak Tuhan dimuka Rabbi
dan mengakui dirinya Rajanya Yahudi buat negara 1000 tahun dimuka Pilatus ?
Adakah salahnya kalau Muhammad SAW mengaku pesuruh rasulnya tuhan yang terakhir
dan terbesar ?
Kepercayaan pada Allah sebagai Tuhannya yang Esa Muhammad sebagai rasulnya
dan persamaannya manusia terhadap Tuhan, belum cukup buat mempersatukan
sekalian suku Arab yang saling seteru sengketa dan peperangan terus menerus
itu. Malah hal itu menimbulkan ejekan kebencian dan caci makian terhadap
Muhammad yang oleh penduduk Mekah diketahui sebagai anaknya Adullah dan Aminah.
Sama siapakah mereka Arab yang galak ganas itu akan takut dan apakah dunianya
berbuat baik di dunia ini kalau sesudah mati semua perkara perhubungan dengan
manusia itu berhenti sama sekali? Malah lebih baik jadi orang kuat, kebal,
piawai pendekar, berani, jahat, perampok atau apa saja asal bisa dapatkan harta
buat kesenangan, perempuan buat permainan dan laki-laki buat hamba sahaya. Di
dunia fana inilah mesti dicari puncak kesenangan dengan mendapatkan puncak
kekayaan dan kekuasaan, baik dengan jalan halal atau haram. Demikian satu
pemikir luhur merasa perlu keterusannya hidup. Tidak didunia fana ini melainkan
pada dunia baka pada akhirat. Dengan begitu perlu pula ada jiwa terkhusus yang
bertiang dalam jasmani kita. Jasmani dan jiwa itulah kelak sesudah hari kiamat
akan dibangunkan kembali dari matinya. Jasmani dan jiwa yang hidup kembali itu
akan ditimbang kebaikan dan keburukannya, yang berdosa akan masuk api neraka
dan yang saleh akan masuk surga dikerubungi oleh nikmat tak terhingga banyaknya
ragam dan lazatnya ditempat permai damai di antara puteri bidadari cantik molek
dan manis bagus parasnya, ratusan ribuan banyaknya yang taat saleh, terutama
yang mati sahid akan mendapat upah yang kekal dan luhur itu. Kalau kita
peramati gurun pasir dan gunung batu Arabia, peramati wataknya Badui sekarang
dan gambarkan orang Arab dan Badui semasa nabi Muhammad maka surganya orang
Islam itu surga yang tidak sejuk dingin seperti Nirwananya Budha atau suci
seperti surganya nabi Isa, maka surga Islam itu kuat seperti kutup Utara
menarik jarum pedoman, sebelum sampai ke surga djanatunna’im itu, sesudah
Muhammad SAW wafat. Arabia dan Badui yang sudah bersatu itu mendapatkan surga
dunia di Siriya, Mesir, Spanyol, Iran dan India. Banjirnya para calon syahid
yang mengalir dari Arabia. Tuhan itu ialah Allah dan Muhammad itu ialah
Rasulnya. Tiada satu negara dan bangsapun beratus tahun bisa tahan. Begitu
cocok surga Islam dan mati sahid dengan masyarakat dan peragai Arab.
Allah itu menurut Logika tentulah tiada bisa "Maha Kuasa" kalau
tidak segenap umat manusia, segenap jam dan detik dapat menentukan nasib
manusia. Segenap detik dia bisa perhatikan matahari berjalan, bintang dan bumi
beredar, setiap detikpun tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia di matikan,
sebaliknya manusia janganlah takut menghadapi mara bahaya apapun juga, kalau
Tuhan Yang Maha Kuasa itu belum lagi memanggil. Di dunia Islam, hal ini dinamai
takdir Tuhan. Di dunia barat hal ini dikenal sebagai pre-destination.
Calvin bapaknya Mahzap Protestant pada abad ke 17 juga mengemukakan hal
ini. Oliver Cromwell dan tentaranya di Inggris diakui paling nekat tunggang
oleh sejarah Barat, juga mengikut kepercayaan ini, pun disini tak bisa dibantah
pengaruhnya Islam pada dunia Kristen.
Memang pemikir yang ulung consequent yang mengesakan Tuhan mesti mengesakan
kekuasaannya Tuhan itu. Kalau seketika satu saja kekuasaan dikurangi
dipindahkan pada anaknya seperti pada nabi Isa, (anaknya Tuhan) atau Maryam,
dan sedetik saja kekuasaan si Atom itu bisa dipegang diluar Tuhan dengan tidak
izinnya Tuhan, maka kekuasaan Tuhan itu tiada absolute sempurna lagi. Walaupun
si Atom dalam sedetik kalau bisa dikurangi maka kesempurnaannya dikurangi pula
bukan?
Itulah maka saya anggap bahwa Agama Monotheisme nabi Muhammad yang paling
consequent terus lurus. Maka itulah sebabnya menurut logika maka Muhammad yang
terbesar diantara nabinya monotheisme. Kaum Kristen boleh memajukan kedudukan,
tingginya kaum ibu maka tingginya kasih sayang dan ta’at setia pada dasar
sebagai pusaka dari Nabi Isa.
Tetapi pada masyarakat Arab dimana perempuan tak bisa diangkat ke tempat
yang lebih tinggi dari yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Tak sedikit ahli
sejarah Barat yang mengakui hal ini kalau lama dibelakang wafatnya Nabi
Muhammad perempuan dikudungi, dibungkus atau ditimbun-timbunkan ke dalam
haramnya Sultan atau Muslim kaya raya buat melepaskan nafsu lelaki, maka itu
adalah berhubungan rapat pula dengan keadaan masyarakat Arab. Perkara kasih
sayang Muhammad SAW juga seperti nabi Isa berhak mempunyai. Nabi Muhammad
berada dalam masyarakat sebesarnya, sebagai pemimpin propaganda, pertarungan
peperangan dan masyarakat.
Sedangkan nabi Isa tinggal melayang diatas langit propaganda saja tak
mengatur peperangan ekonomi, politik ataupun sosial. Sebab itu lebih gampang
memegang dasar kasih sayang itu.
Tetapi Muhammad dengan memaafkan yang dahulunya mau menewaskan jiwanya,
mengubah musuhnya itu menjadi pengikut, hambanya dianggapnya saudara
kandungnya, bukankah pula kaum Kristen sendiri yang mendapat kedudukan tinggi
sekali dibawah itu dengan kaum Nasrani dibawah Rumawi yang berkebudayaan
tertinggi pada zaman purbakala itu. Begitu juga dengan teguh tegap memegang
dasar itu nabi Muhammad tiada ketinggalan. Ketika seluruh Mekah memusuhi,
mengancam jiwanya, dan dalam keadaan begitu menewaskan harta dan pangkat kalau
memperhatikan propagandannya nabi Muhammad bersabda: Walaupun di sebelah kiri
ada bintang dan di sebelah kanan ada matahari yang melarang, saya mesti
meneruskah suruhan Tuhan.
Tetapi semua perkara ini yakni kedudukan kaum isteri dalam masyarakat,
belas kasihan kepada semua manusia, taat setia pada dasar sendiri itu,
ada lebih rapat berhubungan dengan masyarakat politik ekonomi, pesawat dan
iklim dari pada dengan kepercayaan semata-mata, hal ini adalah diluar maksud
tulisan ini. Yang dimajukan disini ialah perkara kepercayaan pada ke Tuhanan
umumnya dan ke Esaan Tuhan itu terkhususnya. Sekali lagi disoalkan disini,
bahwa pada Islam ke Esaan itu tentangan banyak dan sifatnya sampai ke puncak.
Sebab itu pula maka pertentangan dengan ilmu pasti umumnya, madilog
terkhususnya sampai ke puncak pula. Pada permulaan buku ini perkara itu sudah
dilaksanakan Maha Keesaan Dewa Rah. Pembaca dipersilahkan membaca bagian itu
sekali lagi. Sarinya tulisan itu kalau diperhubungkan dengan keesaan Tuhan
ialah kalau seperseribu detik saja Yang Maha Kuasa itu membatalkan bumi kita
ini menarik matahari dan meletus serta hancur luluhlah kita ke jurusan matahari
yang panas terik itu. Kalau sekiranya seperseribu satu detik saja Yang Maha
Kuasa itu bisa membatalkan undang tolak tariknya sekalian bintang matahari dan
bumi di Alam Raya ini seperti semua kereta diperhentikan dalam satu kota pada
satu saat, maka kita manusia, hewan dan benda yang sekarang lekat pada bumi ini
akan tarikan bumi akan terpelanting ke awang-awang terus menerus terbangnya.
Jadi menurut Madilog Yang Maha Kuasa itulah bisa lebih kuasa dari undang
alam. Selama Alam ada dan selama Alam Raya itu ada, selama itulah pula
undangnya Alam Raya itu berlaku. Menurut undang Alam Raya itu bendanya itulah
yang mengandung kodrat dan menurut undang itulah caranya benda itu bergerak
berpadu, berpisah, menolak dan menarik dan sebagainya. Kodrat dan undangnya
yang berpisah sendirinya tentulah dikenal oleh ilmu bukti. Berhubungan dengan
ini maka Yang Maha Kuasa jiwa terpisah dari jasmani, surga atau neraka yang
diluar Alam Raya ini tiadalah dikenal oleh ilmu bukti, semuanya ini adalah
diluar daerahnya Madilog. Semuanya itu jatuh ke arah kepercayaan semata-mata.
Ada atau tidaknya itu pada tingkat terakhir ditentukan oleh kecondongan
persamaan masing-masing orang. Tiap-tiap manusia itu adalah merdeka
menentukannya dalam kalbu sanubarinya sendiri. Dalam hal ini saya mengetahui
kebebasan pikiran orang lain sebagai pengesahan kebebasan yang saya tuntut buat
diri saya sendiri buat menentukan paham yang saya junjung.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar