Sumber: Yayasan Massa, terbitan
tahun 1987
Kontributor: Diketik oleh Abdul,
ejaan diedit oleh Ted Sprague (Juni 2007)
Kekuasaan Kaum – Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.
Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan.
Kata
Pengantar Penerbit
Lagi sebuah buku kecil (brosur) Tan Malaka berjudul “SI Semarang dan
Onderwijs”, yang ejaan lama telah kita sesuaikan dengan ejaan baru, dan juga
telah kita tambah dengan daftar arti kata-kata asing hal 34-36.
Brosur ini diterbitkan di Semarang pada tahun 1921 oleh Serikat Islam
School (Sekolah Serikat Islam). Karya pendek Tan Malaka ini sudah termasuk:
“Barang Langka”. Brosur ini merupakan pengantar sebuah buku yang pada waktu itu
akan ditulis oleh Tan Malaka tentang sistem pendidikan yang bersifat
kerakyatan, dihadapkan pada sistem pendidikan yang diselenggarakan kaum
penjajah Belanda. Bagaimana nasib niat Tan Malaka untuk menulis buku tentang
pendidikan merakyat itu, kami sebagai penerbit kurang mengetahuinya. Mungkin
Tan malaka tidak sempat lagi menulisnya karena tidak lama kemudian beliau
dibuang oleh penjajah Belanda karena kegiatan perjuangannya dan sikapnya yang
tegar anti kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme. Terserah kepada
penelitan sejarah Bangsa Indonesia nantinya untuk menelusuri perkara ini. Yang
jelas tujuan Tan Malaka dalam pendidikan ialah menciptakan suatu cara
pendidikan yang cocok dengan keperluan dan cita-cita Rakyat yang melarat !
Dalam hal merintis pendidikan untuk Rakyat miskin pada zaman penjajahan
Belanda itu, tujuan utama adalah usaha besar dan berat mencapai Indonesia
Merdeka. Tan Malaka berkeyakinan bahwa “Kemerdekaan Rakyat Hanyalah bisa
diperoleh dengan DIDIKAN KERAKYATAN” menghadapi “Kekuasan Kaum Modal yang
berdiri atas DIDIKAN YANG BERDASARKAN KEMODALAN”.
Jadi, usaha Tan Malaka secara aktif ikut merintis pendidikan kerakyatan
adalah menyatu dan tidak terpisah dari usaha besar memperjuangkan kemerdekaan
sejati Bangsa dan Rakyat Indonesia.
Untuk sekedar mengetahui latar-belakang mengapa Tan Malaka sebagai seorang
pejuang besar dan revolusioner itu sadar dan dengan ikhlas terjun dalam dunia
pendidikan pergerakan Islam seperti Sarekat Islam ? Tidak lain karena
keyakinannya bahwa kekuatan pendorong pergerakan Indonesia itu adalah seluruh
lapisan dan golongan Rakyat melarat Indonesia, tidak perduli apakah ia seorang
Islam, seorang nasionalis ataupun seorang sosialis.
Seluruh kekuatan Rakyat ini harus dihimpun dan disatukan untuk menumbangkan
kolonialisme Belanda di Tanah Air kita. Persatuan ini harus di tempat di kawah
candradimukanya perjuangan menumbangkan kolonialisme dan imperialisme. Inilah
mengapa Tan Malaka pun tidak ragu-ragu dan secara ikhlas terjun dalam dunia
pendidikan masyarakat Islam. Dalam lingkungan pendidikan Serikat Islam yang
merupakan pergerakan rakyat yang hebat pada waktu itu. Jangan pula dilupakan
bahwa usia Tan Malaka pada waktu itu masih sangat muda.
Memasuki ISI dari karya pendek Tan Malaka ini, dikemukakan oleh Tan Malaka
TIGA TUJUAN pendidikan dan kerakyatan sebagai berikut :
1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.
1. Pendidikan ketrampilan/Ilmu Pengetahuan seperti : berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa dsb. Sebagai bekal dalam penghidupan nanti dalam masyarakat KEMODALAN.
2. Pendidikan bergaul/berorganisasi serta berdemokrasi untuk mengembangkan kepribadian yang tangguh, kepercayaan pada diri sendiri, harga diri dan cinta kepada rakyat miskin.
3. Pendidikan untuk selalu berorientasi ke bawah.
Si Kromo, si-Marhaen, si-Murba tanpa memandang kepercayaan agama, keyakinan
dan kedudukan mereka, dalam hal ini termasuk golongan-golongan rakyat miskin
lainnya.
Ketiga TUJUAN pendidikan kerakyatan tersebut telah dirintis oleh Tan Malaka
dan para pemimpin Rakyat lainnya seperti Ki Hajar Dewantara, Muhammadiyah,
pesantren-pesantren Nahdatul Ulama, SI dsb. Semua usaha, pengorbanan mereka itu
tidak sedikit sahamnya dalam Pembangunan Bangsa/National Building dan dalam
membangkitkan semangat perjuangan memerdekakan Rakyat Indonesia dari belenggu
penjajahan. Merek atelah memberikan yang terbaik dalam hidup mereka kepada
Bangsa dan Rakyat Indonesia. Mereka telah tiada, tetapi jiwanya yang menulis,
jiwa-besar mereka, pikiran-pikirannya yang agung akan tetap hidup sepanjang
zaman.
Akhir kata dikutip di bawah ini ucapan tokoh besar pergerakan kemerdekaan
dan pemimpin besar Presiden Amerika Serikat ABRAHAM LINCOLN sebagai berikut :
“WE MUST FIRST KNOW WHAT WE ARE, WHERE WE ARE AND WHERE WE ARE GOING,
BEFORE SAYING WHAT TO DO AND HOW TO DO IT”
”Pertama-tama harus diketahui Apa kita, dan Dimana Kita serta Kemana Kita
akan pergi, sebelum mengatakan apa yang harus dilakukan dan bagaimana
melakukanya”.
Penerbit,
Yayasan Massa, 1987
PENDAHULUAN
Tergopoh-gopoh kita mengeluarkan buku ini, yang maksudnya hendak menggambar
dan menuliskan percobaan Onderwijs, yang rasanya cocok dengan keperluan dan
cita-cita Rakyat, yang melarat.
Hampir semua lid SI Semarang kenal sama SI school. Mereka yang hampir pada
tiap-tiap vergadering mendengarkan propaganda yang berhubungan dengan sekolah
tiu, tentulah akan lebih suka lagi, kalau mempunyai suatu buku, yang lebih
jelas menerangkan keadaan serta hal ikhwalnya sekolah itu. Dengan buku itu kita
bisa pula mengumumkan haluan SI school dimana-mana , juga pada tempat-tempat
yang sudah setuju dengan Semarang.
Buku ini tentu belum sempurna, sebab sekolah SI masih baru sekali. Lagi
pula kita sengaja bercerita pendek, buat menerangkan yang perlu saja, sehingga
orang yang tidak paham dalam hal ilmu didikan, juga bisa mengambil arti yang
berguna bagi dirinya sendiri.
Kita berharap, bahwa dengan cerita yang pendek itu, beserta
gambar-gambaran, sampai maksud kita yakni hendak melukiskan didikan Rakyat yang
kita katakan tadi. Sungguhpun kita belum tahu, akan hasil perbuatan kita,
tetapi kalau kita tilik sikapnya pihak sana, maka kita boleh mengambil
keyakinan, bahwa jalan kita ada baik. Baru saja sekolah kita dibuka,
Surabayasch Handelsblad serta konco-konconya sudah berteriak : “Hai, pemerintah
awasi sekolah SI itu”. Wakil pemerintah di Semarang (Ass. Resident) sudah melarang
membikin pasar derma (dengan art 520. WVS ??), yang selamanya ini boleh
dilakukan, melarang anak-anak kromo meminta darma dengan menyanyi international
(sepanjang art 154. WVS).
Pendeknya sekalian halang-halangan itu, yang dirasa menutup jalan untuk
memperbaiki sekolah, sudah menimbulkan protest besar pada tanggal 13 Nopember
ini, pada vergadering SI yang dikunjungi oleh kira-kira 5000 orang lelaki dan
plm. 4000 orang perempuan. Perkara tanah yang juga penting buat Rakyat Semarang
cuma memakan kira-kira 1 jam, sedangkan perkara onderwijs itu ada menghabiskan
waktu kira-kira 2 ½ jam.
Selama kita tinggal di Semarang, belumlah pernah kita menyaksikan suara
yang begitu tajam dan keras, baik dari pihak Destuur ataupun lid-lid SI.
Sikapnya vergadering tadi seolah-olah seekor burung, yang anaknya disambar
Elang. Di dalam di luar vergadering (di desa-desa) kita mendengar: SI school
mesti terus:
Ya, SI school mesti terus, inilah jawab kita.
PERATURAN
ONDERBOUW (SEKOLAH RENDAH)
Bahwa sekolah SI bukan seperti sekolah particulier yang lain-lain, yakni
pertama sekali buat mencari keuntungan, bolehlah kita buktikan dengan
bermacam-macam jalan. Bukan saja karena ongkos buat uang sekolah adalah lebih
enteng, dan pengajaran ternyata lebih baik seperti keterangan anak-anak sendiri
yang datang dari sekolah-sekolah partkulier, tetapi yang terutama sekali,
karena hawa (=geest) di sekolah SI ada lebih sehat dan lebih dekat pada watak
dan sifat anak asal dari Timur, yakni kalau kita bandingkan dengan geewst di
sekolah-sekolah partikulier atau HIS Gouvernement. Nyata buat kita yang
anak-anak suka bekerja keras untuk mencari kepandaian, yang perlu kelak buat
keperluan hidup (seperti membaca, menulis, berhitung, bahasa dsb) pada dunia
kemodalan, yang tiada mempunyai kasihan satu sama lain, pada dunia yang memberi
rezeki dan keselamatan cuma pada yang kuat dan pintar saja. Itu memang
kewajiban kita sebagai gurunya, supaya kelak anak-anak yang keluar dari sekolah
SI cukup membawa senjata untuk perjuangan kelak dalam hal mencari pakaian dan
makanan buat anak istrinya.
Pula kita tidak lupa, bahwa ia masih kanak-kanak dalam usia mana ia belum
boleh merasa sengsaranya hidup dan berhak atas kesukaan bergaul sebagai
kanak-kanak.
Perkara yang ketiga kita ingat juga, bahwa murid-murid kita kelak jangan
hendaknya lupa pada berjuta-juta Kaum Kromo, yang hidup dalam kemelaratan dan
kegelapan. Bukanlah seperti pemuda-pemuda yang keluar dari sekolah-sekolah
biasa (Gouvernement) campur lupa dan menghina bangsa sendiri.
Ringkasnya maksud kita yang terutama :
1.
Memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan
(berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dsb).
2.
Memberi Haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan
(verenniging).
3.
Menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada berjuta-juta Kaum Kromo.
I.
Memberi senjata cukup, buat mencari penghidupan dalam dunia kemodalan
(berhitung, menulis, membacara, babad, ilmu bumi, bahasa Jawa, Melayu, Belanda
dan sebagainya).
Perkara yang pertama ini tidak perlu kita panjangkan. Tiap-tiap kita yang
keluar dari sekolah sudah tahu, apa artinya pengajaran sekolah hari-hari. Cuma
kita dengan pengajaran sekolah itu juga mesti bangunkan hati merdeka, sebagai
manusia dengan bermacam-macam jalan. Lagi pula kita mesti bangunkan sifat-sifat
kuno, yang terbilang baik. Nyanyi-nyanyi jawa dan wayang-wayang begitu juga
menggambarkan wayang-wayang yang begitu sukar kita hargai tinggi. Dalam dua
tiga hari saja dinding sekolah kita sudah penuh dengan bermacam-macam gambaran
wayang (Bambang Irawan, Prabu Doso Muko, Gatot Koco dan sebagainya), yang
digambar oleh anak-anak sendiri dalam waktu temponya. Dalam kepintaran
menggambar ini kita sebagai guru mengaku tunduk sama anak-anak yang berumur 10
atau 12 tahun itu. Kita berani mengatakan, yang juga anak-anak eropa yang
berumur sebegitu, atau lebih, mesti akan kalah sama anak-anak kita. Nah, kalau
bangsa Eropa meninggikan betul kepintaran menggambar itu, lebih-lebih bangsa
Belanda1, kenapa tidak dikeluarkan kepandaian yang
memang tersembunyi pada bangsa jawa itu? Jawabnya: barangkali sebab pabrik gula
atau kantor post lebih suka sama yang pandai menyalin kopi, atau menghitung uang
masuk dan keluar, dari pada sama orang, yang pandai menggambar Doso Muko.
Perkara berhitung, tentu kita berani tanggung. Kita tahu, bahwa orang-orang
sekolah kelas II dahulu lebih pintar berhitung dari keluaran sekolah HIS
sekarang, seperti juga orang-orang keluaran sekolah kweekshchool 20 tahun yang
lalau umpamanya, lebih gemar dan lebih pandai berhitung dari keluaran
kweekschool sekarang. Tentulah bahasa Belanda itu sangat menghambat kemajuan
berhitung. Juga caranya mengajar. Dahulu orang-orang itu disuruh sendirinya
saja berhitung. Cuma apa yang tidak bisa saja yang diterangkan.
Bukankah seperti sekarang guru-guru mabuk methode (cara mengajar), sehingga
anak-anak tidak bisa cari jalan sendiri. Kita ingat akan babad onderwijs
(sejarah pendidikan) di negeri Belanda, dimana orang-orang tani desapun,
beberapa ratus tahun dulunya, turut campur berhitung. Semua isi desa memikirkan
suatu persoalan, dan yang mendapat pendapatan dimuliakan betul. Kita sendiri
masih ingat akan masa, dimana teman-teman kita murid sekolah kelas II (bukan
HIS) kesana sini pergi mencari hitungan. Di sekolah SI kita biarkan juga
kemauan berhitung itu. Yang pandai kita suruh terus, beberapa kuatnya saja,
sehingga sudah ada anak yang duduk di kelas IV umpamanya, yang sekarang sama kitab
hitungannya dengan kelas V HIS.
Kita memang tidak pakai Rooster (daftar pengajaran) seperti HIS. Tidak saja
dalam berhitung kita lepas anak-anak sebagaimana kuatnya, tetapi dalam hal
mengajar bahasa (Belanda) kita melanggar Rooster. Di kelas II umpamanya duduk
anak-anak ada yang sampai berumur 13 tahun. Anak-anak ini keluar sekolah kelas
II. Kita mesti terima anak-anak ini. Kalau tidak tentu dia mesti mondar-mandir
saja di jalan rayat, karena sekolah yang lain buatnya tidak ada, atau terlampau
mahal.
Kita jangan lupa, bahwa diantaranya banyak yang kencang otak, cuma tak bisa
bahasa Belanda saja. Tetapi sebab kelak perlawanannya ialah kaum modal, yang
memakai bahasa Belanda, maka perlu sekali kita ajarkan betul bahasa itu,
terutama untuk mengerti, baru yang kedua untuk menulis atau berbicara dalam
bahasa itu. Jadi sebab anak-anak berumur 13 tahun ke bawah itu sudah bisa
berhitung buat kelas II, sementara kita pentingkan mengajarkan bahasa Belanda.
Tentulah sementara saja, karena kita tidak lupa akan pengajaran lain-lain.
Anak-anak keluaran kelas II itu menjadi pertimbangan yang penting sekali
buat kita. Untuk mencari pekerjaan mereka itu masih amat kecil. Tetapi ia tiada
bisa meneruskan pengajaran. Sebab itulah mereka itu merasa sampai hati
sanubarinya dihimpit oleh kemodalan, yang memberi onderwijs (pendidikan) buat
yang kaya dan yang mampu membayar saja. Inilah anak-anak yang mudah dimasuki
rasa kemerdekaan karena mau naik, tetapi tiada bisa. Pemuda-pemuda semacam
inilah di Rusia, yang di muka, di medan peperangan yang menahan pelornya kaum
Modal, yang mempertahankan peraturan Komunisme, yang memberi kesempatan bagi
kemajuan pikiran dan perasaan pada tiap-tiap manusia. Anak-anak kita di SI
school yang keluar kelas II ada serupa kaumnya di Rusia tadi.
Dialah yang rajin, gemar dan kalau menyanyikan internasional (lagunya kaum
yang tertindas di atas dunia), maka suaranyalah yang keras dan matanyalah yang
bercahaya api, disebabkan oleh arti lagu internasional itu.
Selain dari pada vak-vak (mata pelajaran) berhitung, menggambar, bahasa
itu, tentulah vak-vak ilmu bumi, babad (sejarah) dunia, menyanyi dan sebagainya
kita ajarkan dengan cara dan dasar, yang cocok dengan haluan kaum SI, ialah
kaum yang melarat. Semua ini belumlah program yang sempurna. Kalau ada perlu tentu
disana-sini boleh dirubah.
II.
Memberi haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan.
Kalau kita perhatikan pergaulan anak-anak di sekolah-sekolah masa sekarang,
maka sia-sialah kita mencari geest (hawa) yang sepadan dengan usianya
anak-anak. Murid-murid sekarang kerjanya lain tidak semacam mesin pabrik gula,
yang siang malam tak berhenti bekerja. Siang malam anak-anak mesti belajar dan
menghafalkan pelajaran, sehingga tiadalah berapa waktu tinggal untuk
bermain-main. Lain dari pada waktu uitspanning, (main-main di pelataran)
tiadalah ada mereka sanggup bercampur-campur. Satu sama lain kenalnya di kelas
saja, sehingga kanak-kanak tiada merasa enaknya kumpul-berkumpul. Sifat ini
kelak kalau besar akan terbawa-bawa juga, sehingga tiap-tiapnya orang suka
mencari kesenangan sendiri-sendiri saja.
Anak-anak itu memangnya suka berkumpul-kumpul. Dalam permainan apapun juga,
ia ada mempunyai peraturan sendiri. Sungguhpun peraturan tadi (dalam main
layangan umpamanya) tidak dituliskan pada Reglement, tetapi mereka yang
kecil-kecil itu tiada akan melanggar peraturan yang tetap. Dalam permainan
apapun juga kita bisa pastikan, bahwa di sana ada kepala, yang menguruskan
permainan, sungguhpun kepala tadi tidak dipilih dengan cara memilih seperti
dalam sebuah vereeniging. Kalau ada anak yang melanggar adat bermain, mak anak
itu lekas kena tegur dan kalau tiada mau mendengar, maka ia akan kena boycot.
Sifat yang batin-batin itu, mesti kita majukan, dan mesti kita sambung. Apa
yang kurang mesti kita tambah. Tetapi tidak semacam guru tidak boleh jadi
diktator dalam permainannya. Dia mesti merdeka sendirinya. Cuma kalau dia salah
atau tidak tahu jalan, baru kita memberi nasehat.
Sifat suka bergaul itu kita sudah mencoba membangunkan sedikit dengan perkataan.
Dengan lekas anak-anak kita di SI school mau mengambil buktinya. Dengan segera
terdiri suatu “Commite untuk Bibliotheek” (perkumpulan buku-buku) dan baru-baru
ini Commite Kebersihan, dan Voetbal Club (klub sepakbola), Coorzitter dan
bestuur yang lain-lain sama sekali dipilih oleh anak-anak. Begitupun
Reglementnya dibikinnya sendiri. Dalam watku uitspanning atau sesudah sekolah,
maka kita melihat mereka sering mengadakan Vergadering, untuk merembukkan ini
itu. Dalam Vergadering SI (orang besar) anak-anak kita yang berumur 13 atau 14
tahun itu sudah pernah bicara, di Semarang ataupun Kali Wungu.
Sedangkan orang-orang tua dan pintar masih gentar dan takut bicara di muka
orang banyak; tetapi anak-anak SI school sudah pernah menarik hati orang-orang
tua, lantaran keberaniannya. Mereka yang kecil, yang memakai selempang, ditulis
dengan rasa kemerdekaan, anak-anak yang berpidato dan menyanyikan
internasional, sudah pernah menjatuhkan air mata beberapa lid SI yang
mengunjungi Vergadering.
Anak-anak kita akan terus bikin propaganda untuk Bibliotheeknya tadi.
Selama ini disambut dengan girang hati. Begitu juga murid-murid SI ada
berpengarapan, yang kasnya akan lekas terisi derma, dan lemarinya akan terisi
buku-buku, yang dikehendakinya.
Dalam hal organisasinya tadi, kita hampir tiada menolong apa-apa, karena
maksud kita bukan hendak mendidik anak-anak jadi Gromopon. Kita mau, supaya dia
berpikir dan berjalan sendiri.
Besar pengharapan kita, bahwa kelak Vereeniging yang lain-lain seperti
tooneel (komidi, sandiwara), wayang menyanyi, surat kabar dan lain-lain, yang
setengahnya sekarang masih dalam pikiran saja akan hidup dan maju seperti
“Vereeniging Bibliotheeknya” ini.
III. Menuju kewajibannya kelak, terhadap
pada berjuta-juta Kaum Kromo
Ini maksud mudah dituliskan, tetapi tiada mudah disampaikan. Kita jangan
lupa, bahwa kita mengajar kanak-kanak, yang belum pernah membanting tulang
sendiri buat mencari penghidupan untuk anak istrinya. Seorang yang mempunyai
hati dan pikiran yang suci mudah kemasukan iblis, kalau sudah ditimpa bahaya
kemelaratan hidup. Demikian juga kelak anak-anak keluaran SI tentu akan ada
juga yang pecah iman, kalau mesti masuk pada neraka kemodalan. Hal itu tentu
tiada boleh menakuti kita; hanyalah menambah memaksa memikirkan daya upaya, supaya
anak-anak keluaran sekolah SI jangan kelak membelakangi Rakyat.
Kalau kita periksa dalam-dalam segala perkara-perkara yang memisahkan
pemuda-pemuda keluaran sekolah Governement dari Kaum Kromo, maka ternyatalah,
bahwa perkara-perkara itu mesti dicari pada sifatnya didikan sekolah-sekolah
tersebut.
Di sekolah Governement diajarkan kebersihan pada murid-murid, tetapi tiada
dibilang, bahwa Kromo tiada tahu, apa yang bersih, kalau tahu apa bahaya
kekotoran. Nanti kalau murid-murid ini sudah besar, maka tiadalah sedikit juga
kehendak padanya untuk membangunkan kebiasan kebersihan itu pada kaum melarat
itu. Tidak, malah mereka dalam batinnya turut benci pada si Kromo yang kotor
katanya itu, dan turut membilang, bahwa kekotoran itu memang sudah sifatnya si
Kromo. Jadi didikan sekolah Governement semacam itu, yang tiada disertai
kecintaan atas Rakyat, tiada menanam kewajiban buat menaikkan derajat Rakyat
menyebabkan, maka didikan itu menimbulkan suatu kaum (bernama kaum terpelajar)
yang terpisah dari Rakyat.
Tentulah tiada perkara kebersihan saja yang mendatangkan pisahan itu. Juga
kepandaian, adat istiadat, yang didengarkan atau dibacanya dalam sekolah, sama
sekali tidak menanam belas kasihan pada Kromo. Dan kalau tiada dibangunkan rasa
kewajiban dan kecintaan, maka sudahlah tentu yang bersih pandai dan sopan itu
tiada akan tahu menahu yang kotor, bodoh dan biadab, kata kaum sana itu.
Perkara juga yang bisa mendatangkan pisahan itu ialah perceraian kerja
tangan dan kerja otak. Sekolah biasa dianggap cuma buat mencari kepandaian otak
saja. Itulah pula kerjanya anak-anak itu hari-hari. Dahulu kala, dan sekarang
juga, anak-anak itu di desa turut mencangkul atau bertukang. Semuanya
dilakukannya dengan kegemaran. Tetapi pada sekolah zaman sekarang bertukang
atau mencangkul itu cuma dilihatnya saja baik dalam perjalanan atau pada
gambar-gambar sekolah. Kalau pekerjaan-pekerjaan itu dilakukan oleh kaum kotor,
bodoh dan sebagainya, heranlah kita, kalau pemuda-pemuda yang bernama
terpelajar itu kelak berpikir: Kerja tangan itu rendah sekali?
Di sekolah SI tidak saja dibilang apa yang bersih, tetapi diajarkan sendiri
mencari kebersihan. Jongos-jongosan tidak ada.
Baru-baru ini sesudah kita mencela kekotoran sekolah dan perkakasnya
sekolah kita sendiri, maka segera dibangunkan “Commite kebersihan”, Commite
inilah yang menjaga supaya segala pekerjaan berhubung dengan kebersihan sekolah
(bangku, bord, dsb) dilangsungkan. Kalau sekarang belum pukul delapan kita
memasuki kantor SI maka kelihatanlah anak-anak yang bersingsing lengan baju,
memegang kain atau ember untuk membersihkan bangku atau bord (papan tulis). Ini
kemajuan besar. Karena, kalau 2 atau 3 bulan yang lalu, kita sedikit minta
tolong, umpamanya membersihkan papan, maka kita lihat muka yang seolah-olah mau
berkata : “Ini pekejaan jongos”.2
Memandang rendah pada pekerjaan tangan, yakni kerja ibu bapaknya
hari-harian, itulah yang mau kita perangi dengan sekuat-kuatnya. Anak-anak
mesti cinta pada segala macam pekerjaan yang disahkan (halal).
Sesudah kita bisa buang sifat didikan yang bisa mendatangkan benci pada
kaum Kromo (yang kerja tangan) itu, maka harus kita perhubungkan anak-anak kita
dengan kaum melarat. Itulah gunanya, kalau ada tempo kita membicarakan nasib si
kromo; kita menanam hati belas kasihan sama bangsa yang tertindas; kita
menunjukkan kewajiban sebagai anak kaum yang tertindas itu. Sebab itulah kita
membangunkan hatinya, supaya berani bicara dalam Vergadering SI, atau
Vergadering Kaum Buruh.
Bijak dan berani berpidato, yakni kepandaian yang dimuliakan oleh segala
bangsa yang merdeka, baik dahulu, baik sekarang, bisa ditanam cuma dengan jalan
Vergadering saja. Kalau kita amat-amati pemimpin-pemimpin muda kita, baik dalam
Commite Bibliotheek, “Commite kebersihan” atau “Voetbal Club” dalam
Vergaeringnya masing-masing, maka mudah kita saksikan, bahwa dalam
Vergaderingnya itu ada orde (aturan), dan ada hati sungguh (baik dari pihak
speker (pembicara) ataupun yang mendengar). Kadang-kadang kita heran melihat,
bagaimana seorang kanak-kanak bisa mengenggam Vergadering yang dikunjungi oleh
lebih kurang 180 anak-anak. Vereeniging inilah suatu sekolah, yang besar
artinya untuk mendidik rasa dan hati mereka; mendidik untuk memikirkan dan
menjalankan peraturan buat pergaulan hidup, mendidik untuk fasih dan berani
bicara, didikan mana dalam zaman perbudakan ini lebih besar harganya dari pada
mengetahui, berapa banyaknya sungai-sungai di pulau Borneo umpamanya.
Kalau kita bisa menyambungkan perkumpulannya dalam sekolah itu dengan
perkumpulannya ibu bapaknya seperti Serikat Islam, maka rasanya kelak, kalau ia
keluar sekolah tidak akan berpisah dengan ibu bapaknya itu. Sebab itulah maka
kalau ada vergaering SI Semarang, kita mengajak anak-anak yang sudah mengerti,
mengunjungi vergadering tadi.
RINGKASNYA :
1.
Di sekolah anak-anak SI mendirikan dan menguruskan sendiri pelbagai-bagai
vereeniging, yang berguna buat lahir dan batin (kekuatan badan dan otak). Dalam
urusan vereeniging-vereeniging tadi anak-anak itu sudah belajar membikin
kerukunan dan tegasnya sudah mengerti dan merasa lezat pergaulan hidup.
2.
Di sekolah diceritakan nasibnya Kaum Melarat di Hindia dan dunia lain, dan
juga sebab-sebab yang mendatangkan kemelaratan itu. Selainnya dari pada itu
kita membangunkan hati belas kasihan pada kaum terhina itu, dan berhubung
dengan hal ini, kita menunjukkan akan kewajiban kelak, kalau ia balik, ialah
akan membela berjuta-juta kaum Proletar.
3.
Dalam vergadering SI dan Buruh, maka murid-murid yang sudah bisa mengerti,
diajak menyaksikan dengan mata sendiri suaranya kaum Kromo, dan diajak
mengeluarkan pikiran atau perasaan yang sepadan dengan usianya (umur),
pendeknya diajak berpidato.
4.
Sehingga, kalau ia kelak menjadi besar, maka perhubungan pelajaran sekolah
SI dengan ikhtiar hendak membela Rakyat tidak dalam buku atau kenang-kenangan
saja, malah sudah menjadi watak dan kebiasannya masing-masing.
PERATURAN
MIDDENBOUW (SEKOLAH TENGAH)
Demikianlah bunyinya program SI school di Semarang. Menilik nama Brosure
kita yakin bahwa maksud kita bukan hendak mengadakan satu sekolah saja, malah
mempertimbangkan hal onderwijs (haluan didikan), juga buat SI. Tegasnya maksud
kita mencari suatu macam didikan yang bisa mendatangkan faedah bagi Rakyat, negeri-negeri
lain di luar semarang, yang mau mendirikan sekolah seperti di Semarang, maka
kita mesti mengatur sekolah itu seperti di Semarang juga.
Sampai sekarang sudah ada tiga atau empat kota yang sudah meminta pada
kita, supaya diadakan dan diatur pula sekolah-sekolah SI. Kota-kota itu sudah
siap murid, siap bangku sekolah dan perkakas yang lain-lain. Cuma belum siap
akan gurunya. Perkara guru itu penting sekali. Jarang guru keluaran
keewwkschool, yang mau atau berani memihak pada kita, kalau memihak, ialah
karena gaji saja, bukan karena hati atau haluannya.
Sebab itulah kita sendiri pula mesti menanam guru buat SI school itu
(sekolah tengah). Pekerjaan ini sudah kita mulai, jadi tidak tinggal dalam
pikiran saja lagi. Setiap sore (sementara ini baru 3 x satu minggu saja) di
kantor SI diadakan kursus mengajar murid-murid SI yang kelas V, VI, dan VII
(jadi murid-murid yang berumur dari 15 tahun ke atas) menjadi guru. Murid-murid
itu biasanya kebetulan keluaran sekolah kelas II, jadi sudah menerima pengajaran
dalam berbagai-bagai kepandaian. Dalam kepandaian yang tersebut dan dalam
bahasa Belanda mereka tiap-tiap pagi dari pukul 8 – 1 dapat pelajaran. Sebab ia
keluaran kelas II tadi, maka ia biasanya lekas sudah berhitung, menulis dan
sebagainya. Jika ia sudah, maka ia segera disuruh menolong mengajar di kelas
rendah SI school yakni pada anak-anak yang baru masuk sekolah. Jadi murid-murid
yang besar-besar tadi tiap-tiap hari boleh belajar mendidik, tidak dalam teori
saja, malah juga dalam praktek.
Pendeknya kerja murid-murid di atas dari kelas V yang keluaran sekolah
kelas II, dan berumur lebih dari 15 tahun adalah seperti di bawah ini :
a.
Dari pukul 8 – 1 (pagi) ia meneruskan pelajarannya di sekolah. Karena ia
lekas sudah mengerjakan tiap-tiap vak, maka selama ¼ jam temponya itu, ia
disuruh membantu guru-guru SI di kelas I dan II (semacam guru bantu).
b.
Tiap-tiap sore murid-murid besar itu diberi ilmu pendidikan (paegogogie),
supaya teorinya buat mengajar semacam guru.
Selamanya ini pekerjaan ada langsung. Sebentar lagi kita memang berani
mempercayakan kelas I sama sekali kepada anak-anak yang sudah kena kursus itu.
Tentulah kursus sore itu belum bisa sempurna, sebab belum cukup banyaknya
anak-anak yang dari kelas V ke atas itu. Sesudah tiga atau empat tahun lagi barulah
kursus sore itu bisa diatur semacam kweekschool yakni dikasih pengajaran sama
tinggi dengan kweekschool Gouvernement. (kita sendiri juga sudah keluaran
Kweekschool Gouvernement itu).
Tetapi sebab permintaan negeri-negeri yang lain-lain di atas tadi, maka
dari sekarang kita mesti bersiap. Tiadalah ada salahnya kalau sekarang lebih
dahulu kita bicarakan gaji murid-murid keluaran kursus tadi. Kalau murid sudah
mendapat kursus 1 tahun, jadi dihitung berhak mengajar di kelas I SI school,
maka gajinya plm. bisa f 40,-. Kalau murid itu sudah dapat kursus 2 tahun jadi
dihitung berhak (bevoegd) mengajar di kelas II SI school, maka gajinya
kira-kira bisa f 50,-. Demikianlah berturut-turut, sehingga kalau guru-guru
tadi sudah berhak (bevoegd) mengajar di kelas VII SI dan umurnya dipukul rata
22 tahun, maka gajinya bisa f 100,-. Kalau sekolah maju dan muridnya
bertambah-tambah, tentu gajinya guru keluaran kweekschool SI bisa sempurna.
Di bawah ini kita kasih begrooting, yang kira-kira bisa diteruskan di kota
besar-besar seperti Semarang, Surabaya, Bandung, Jakarta, dsb.
SI, school yang mempunyai murid 300. jumlah uang sekolah sebulan = 300 x f
3 = f 900. Gaji guru-guru = f 40 + f 50 +f 60 + f 70 + f 80 + f 90 + f 100 = f
490. Sisa = f 510.Yang f 500 lebihnya ini boleh sebagian dipakai untuk menambah
gaji guru yang sudah lama dinas, yang rajin, pandai dan sebagainya sehingga
rasanya maximum f 200 bisa didapat. Banyak murid itu bisa lebih dari 300,
karena kita bikin paralelklassen (Ia, Ib, Ic; kelas-kelas ini sama pengajarannya,
Cuma gurunya lain-lain, sehingga di klas I saja bisa masuk lebih dari 2 atau 3
guru, dan murid lebih dari 100 atau 200).
Jadi pendeknya pemuda-pemuda keluaran kursus SI Semarang, bisa jadi guru di
SI school lain-lain. Buat anak-anak keluaran kelas II school juga kita terima
terbuka jalan buat memimpin Rakyat, baik yang kecil, baik yang besar. Karena
sesudah sekolah, maka guru-guru SI school bisa membela perkumpulan politik atau
Vakvereeniging, ilmu-ilmu mana di SI school sudah diteori dan dipraktekan.
Berapa perlunya onderwijs di Hindia ini tiadalah berguna dibicarakan lagi.
Berapa banyaknya kota-kota yang bisa kita rebut sekolahnya sudah terang, bahwa
Gouvernement tidak akan bisa dalam 10 tahun ini memberi pengajaran pada 50 %
anak-anak saja (di tanah Jawa saja baru kira-kira 2 % orang keluaran sekolah
Gouvernement) karena memangnya tidak ada orang, kalau buat ornderwijs, sebab
sudah banyak termakan oleh lasykar darat dan laut. Pemerintah sekarang asyik
membicarakan dan meneruskan perkara armada laut, yang akan memakai ongkos
kira-kira f 220.000.000,- Apalagi leerplicht (paksaan memasukan tiap-tiap anak
ke sekolah), tentulah masih bertambah mustahil (jauh) lagi.
Buat kita SI yang memihak pada Rakyat masih besar pasar yang bisa direbut.
Makin lekas kita bergerak, dan bersiaplah murid dan sekolah, makin lekas sampai
maksud. Kalau kita kaum Rakyat kerja keras semacam ini, tentu dalam 10 atau 15
tahun sudah bisa memakan hasilnya pekerjaan kita. Sudah bisa beribu kaum yang
tepelajar, yang pandai mengerti dan memihak dengan pikiran dan nyawanya pada
Rakyat.
Peraturan onderwijs semacam ini tidak mimpi saja, tetapi bisa menjadi, ya,
dan mesti menjadinya. Berulang-ulang sudah diterangkan, bahwa dari
pemuda-pemuda keluaran sekolah Gouvernement tidak boleh kita mengharapkan besar
pertolongan buat pergerakan Rakyat. Seperti sudah diterangkan di atas,
anak-anak yang sebagian besar keluaran kweekschool SI bisa dapat pekerjaan di
golongan SI (lain dari pada sekolah tentu vak-vak vereeniging akan suka
mengambil anak-anak keluaran SI kita).
Anak-anak keluaran SI school, yang mau meneruskan pengajaran pada
ambachtschool Gouvernement dan sebagainya, tentu dari pihak kita tak akan dapat
halangan. Melainkan kita akan menjaga, supaya ia sanggup membuat examen
(ujian). Sekarangpun rupanya sudah ada satu dua anak-anak yang baru-baru ini
tidak diterima di HIS lantaran mana ia lari dari SI school kita, tetapi belum
lama ini diterima di HIS tadi. Jadi rupanya pintu HIS Gouvernement, tidak
ditutup buat anak-anak SI school.
Sebaliknya, kita tak perlu takut, bahwa skolah SI kita akan jadi kosong.
Anak-anak keluaran kelas II berumur 12 - 13, yakni bibit kita sejati, tidak
akan bisa diterima oleh Gouvernement. Lagi pula tiap-tiap minggu Kromo membawa
anaknya pada kita, dan tiap-tiap minggu anak-anak minta keluar dari partikulir
1-1, dan masuk pada sekolah kita. Katanya sebab pelajaran baik, bayaran lebih
murah dan buat anak-anak ada bermacam-macam permainan dan perkumpulan.
Kebenaran itu boleh kita buktikan, dengan keterangan, bahwa ada murid kita yang
dari Cepu, dari Sragen (Solo), dari Jawa Barat dan lain-lain. Diantaranya ada
yang minta keluar dari HIS Gouvernement.
Pendek kata, dalam berlomba mencari pasar, yakni merebut mendidik sekalian
anak Kromo, SI tak perlu khawatir. Makin besar dan banyak sekolah-sekolah kita
dirikan, makin lekas kita sampai di padang kemajuan. Kalau onderbouw (sekolah
rendah) sudah cukup, maka niscaya kita dengan pertolongan SI bisa mendirikan
middenbouw (sekolah tengah). Kalau sudah ada umpamanya 6 sekolah rendah, dan
sekolah-sekolah itu diatur dari central, maka tiadalah akan susah bagi
tiap-tiap sekolah mengadakan fonds (dana) kira-kira f 100 sebulan, sehingga
sesudah 5 tahun saja sudah bisa ada uang kira-kira f 40.000,- Dengan derma dan
l.l uang itu boleh ditambah-tambah. Sesudah 5 atau 6 tahun SI school berdiri,
yaitu sesudah kira-kira ada anak-anak yang mesti keluar, maka anak-anak itu
boleh meneruskan pengajarannya di sekolah tengah SI ambachtsschool umpamanya.
Peraturan batin ambachtsschool itu kita mesti pegang sendiri (buku-buku
baca, ilmu bumi, babad, dan sebagainya). Hanya perkara bertukang atau tehnik
kita serahkan pada guru-guru yang biasa. Guru ini mudah saja didapat. Di negeri
Jepang, Swedia, atau Swiss ribuan orang yang pandai dan mau meninggalkan
engeri, kalau ada penghidupan yang sempurna di negeri lain. Juga di Hindia ini
lambat launnya akan timbul pemuda-pemuda yang rela memihak pada kita.
Ringkasnya perkara guru itu (tehnik) kita tak perlu sekejappun cemas, asal ada
uang di Kas.
Pun buat anak-anak keluaran ambachtsschool atau sekolah tengah lain-lain
itu, adalah akan mudah juga jalan penghidupan, asal didikannya kerakyatan. Asal
masih ada Rakyat dan pergerakan di Hindia ini, maka bagi pemuda-pemuda itu akan
cukup pekerjaan. Bersambung dengan Rakyat dia akan bisa memimpin Koperasi dalam
pertukangan umpamanya. Lagipun di tempat lain-lain tentu ia bisa dapat kerja,
asal pintar dan rajin saja.
Demikianlah ringkasnya saja maksud kita tentangan onderwijs buat Rakyat.
Barangkali reaksi dan musuh kita tak akan kurang terus memfitnah dan
menghalang-halangi daya upaya kita. Nyata sudah, bahwa dari pihak pemerintah
kita tidak akan mendapat bantuan. Jangankan bantuan, tetapi kemerdekaan pun
tidak kita peroleh, yakni kemerdekaan sepeti pada tiap-tiap orang atau
vereeniging (partikulier dan zending) buat mendirikan sekolah yang cocok dengan
haluan masing-masing.
Seperti Muhammadiyah, zending dan lain-lain di Hindia ini dapat kepercayaan
dan bantuan lahir dan batin dari pihak pemerintah. Pada bulan Agustus tahun ini
pemerintah sudah membenarkan statusnya “Vereeniging buat mendirikan dan
menguruskan sekolah-sekolah Kristen untuk uitgebreid Lager, Middelbaar dan
Vakonderwijs-nya di Jawa Tengah”. Dasar onderwijs-nya disebutkan Gods-Woord =
Firman Tuhan, yakni Tuhannya kaum Kristen. Memang sudah lama di Hindia ini
zending bergerak (Minahaasa, Batak, Ambon, Jawa). Memang sudah banyak di Hindia
ini kaum Kristen, lebih-lebih dalam bala tentara (Ambon, Manado).
Meskipun di Hindia ini tinggal plm. 50 juta kaum Muslimin, tetapi
pemerintah tiada menaruh keberatan atas propaganda-nya kaum Kristen, yang dalam
babad sering berperang-perangan dengan kaum Muslimin. Kita orang perjuangan
tentu tidak akan mengurangkan satu agama terhadap kepada agama lain – Cuma kita
campur meminta kemerdekaan seluas-luasnya, buat onderwijs, yang sepanjang
keyakinan kita cocok dengan keperluan Rakyat, yang melarat, Onderwijs mana juga
oleh SI Semarang sudah di akui sah.
Tetapi seperti sudah disebutkan lebih dahulu, kita sudah dapat halangan
keras, ketika SI mau mengadakan pasar derma, untuk memperbaiki sekolah saja.
Juga baru-baru ini dilarang anak-anak mencari derma di desa-desa dengan
menyanyi international. Karena kita tidak mendapat subsidi, maka derma itulah
saja jalan buat kita, untuk meneruskan daya upaya. Sehingga kalau derma itu
dihalang-halangi, maka sama artinya dengan menghalang-halangi sekolah Serikat
Islam.
Pendeknya, sekolah kita ada bisa segenap waktu dapat ancaman atau bahaya.
Terus atau tidak kita semata-mata bergantung pada SI. Kalau SI sama sekali
mau mempertahankan bibit yang sudah kita tanam itu seperti SI Semarang
(Bandung, Sukabumi, dll juga akan mau) maka halangan tentu semuanya terhindar.
Sesudah tentu maksud kita gampang dan lekas sampai.
Buat kita sendiri sudah cukup bukti yang menerangkan, bahwa peraturan SI
school Semarang, sudah dimufakati oleh beribu-ribu kaum SI. Hal ini mengeraskan
keyakinan kita, bahwa jalan dan haluan kita lurus dan sah. Apa kehendak dan
perbuatan kaum sama, kita tunggu dengan hati tetap. Ikhtiar kita, yaitu hendak
menarik hati SI terhadap kepada didikan kita, sudahlah cukup hasilnya.
Kepercayaan Rakyat yang sudah diperoleh itu bagi kita laksanakan sesuatu
wet yang kita akui sah dan terkuasa; kepercayaan itulah saja yang menumpu
(mendorong) kita dari belakang untuk berjalan terus, dengan tiada menoleh kiri
kanan.
DAFTAR ARTI KATA-KATA ASING DALAM KARYA TAN MALAKA “SI
SEMARANG dan ONDERWIJS”
1.
Onderwijs = Pengajaran, pendidikan,
atau perguruan.
2.
Lid
SI
= Anggota Sarekat Islam.
3.
SI School = Sekolah atau
Perguruan SI.
4.
Surabayasch Hendelsblad = Harian perdagangan Belanda yag terbit di
Surabaya.
5.
Vergadering SI = Rapat atau pertemua SI.
6.
Destuur =
Pimpinan / pengurus.
7.
Peraturan Onderbouw (sekolah dasar) = Tingkat bawah / dasar.
8.
Sekolah particulier = sekolah swasta.
9.
Hawa (geest) di Sekolah SI = lebih tepat : jiwa di sekolah SI.
10. HIS Gouvernement =
Hollands Indlandse School Governement = sekolah dasar pemerintah (khusus untuk
pribumi anak pegawai negeri tingkat menengah ke atas).
11. Vereeniging
= perkumpulan, persatuan.
12. Sifat-sifat yang kuno =
lebih tepat : sifat-sifat yang lama.
13. Dalam watku temponya =
dalam waktu istirahat.
14. Kweekschool =
sekolah pendidikan guru (untuk sekolah dasar).
15. Sekolah kelas II =
sekolah ongko loro, sekolah dasar untuk anak pribumi golongan rendahan.
16. Babad onderwijs =
sejarah pendidikan.
17. Kencang otak
= berotak cerdas.
18. Rusland
= Rusia.
19. Vak-vak berhitung, dll =
mata pelajaran berhitung dll.
20. Boycot
= Boikot.
21. Reglement
= Reglemen, peraturan.
22. Sifat yang batin-batin
itu = Sifat kejiwaan itu.
23. Bibliotheek
= Perpustakaan.
24. Voetbal
Club = Perkumpulan sepak bola.
25. Gromopon
= Gramopon, pesawat pemutar piringan
hitam.
26. Bangku, bord, dsb =
Bangku, papan tulis, dsb.
27. Cukup aanleg dalam
pertukangan = Cukup berbakat dalam pertukangan
28. Bisa menggenggam
vergadering = bisa menguasai pertemuan / rapat.
29. Speker
= Pembicara.
30. Peraturan Middenbouw
(sekolah tengah) peraturan tingkat menengah (sekolah menengah).
31. Negeri-negeri lain =
Daerah-daerah lain.
32. Uitspanning (pauze) =
Waktu istirahat (jedah).
33. Begrooting
= Anggaran.
34. Parallelkalassen =
Kelas-kelas sejajar, misalnya kelas I a, I b, dsb.
35. Vakvereeniging = Serikat
sekerja / buruh.
36. Lasykar darat dan laut =
Angkatan darat dan laut.
37. Leerplicht
= Wajib belajar.
38. Ambachtschool
Gouvernement = Sekolah tehnik pemerintah.
39. Examen
= Ujian.
40. Diatur dari
Centraal = Diatur dari pusat.
41. Fonds
= Dana.
42. Uitgebreid Lager,
Middelbaar dan Vakbonderwijs = pendidikan / pengajaran tingkat rendah, menengah
dan kejuruan.
43. Wet
= Hukum, undang-undang.
44. Babad
=
Sejarah.
45. Commite
= Panitia.
46. Orde
= Aturan.
47. Pulau
Borneo = Kalimantan.
48. Ilmu didikan
(paedagogie) = Ilmu pendidikan.
1 Tukang-tukang gambar seperti Rembrandt dan Jan Steen di negeri Belanda
memang lebih dimuliakan dari pada berpuluh menteri-menteri (minister).
2 Kalau cukup modal segera akan kita ajarkan bertukang pada anak yang
besar-besar anak-anak Jawa yang cukup aanleg dalam bertukang dan ukir-mengukir
itu akan bisa membikin bangku, meja, kursi dan lain-lain. Maka hasil pekerjaan
itu akan dijual oleh murid-murid sendiri. Pendek kata urusan pertukangan dan
administrasi akan jatuh ditangan murid-murid. Sama sekali dengan peraturan
koperasi. Cita-cita ini sudah menggemparkan SI school dan anak-anak bertanya :
“Kapan, kapan dimulai”. Anak-anak bisa hidup merdeka, baik di sekolah, ataupun
kelak. Kalau mau menyingsingkan lengan baju, tiadalah kelak perlu mengemis pada
dan jadi budaknya kaum modal.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar