Ditulis oleh Tan Malaka di Surabaya, 28 November 1945
Sumber: Tulisan ini diambil dari
buku Merdeka 100%, cetakan pertama,
Oktober 2005, dengan ijin dari penerbit Marjin Kiri. Buku ini mengandung tiga tulisan Tan
Malaka: Politik, Rencana Ekonomi Berjuang, dan Muslihat.
Transcribed to HTML by Ted Sprague.
PENGANTAR
SATU DUA PERKARA yang perlu saya sebutkan di sini sebagai kata pengantar.
Pertama sekali saya dengan ini terpaksa menyerukan “AWAS” terhadap beberapa
orang yang menyamar sebagai Tan Malaka. Seorang di antara penyamar itu sudah
saya jumpai di Surabaya. Menurut keterangan teman seperjuangan di sana si
Penyamar ini mempunyai beribu-ribu pengikut. Menurut pengakuan si Penyamar
sendiri, dia sudah lama bekerja buat Pemerintah Belanda almarhum. Berhubung
dengan itu dia sudah banyak mempunyai hubungan dengan orang yang mempunyai
kedudukan tinggi di bawah Belanda di antara Pangreh Praja dll. Apalagi dengan
mereka dari kalangan pergerakan di berbagai tempat yang tertipu mentah- mentah.
Tak perlu disebutkan lagi bahwa Tan Malaka palsu banyak menimbulkan kekalutan
di kalangan pergerakan revolusioner umumnya dan pergerakan komunis khususnya.
Tiadalah susah menghubungkan aksi Tan Malaka Palsu ini dengan provokasi yang
lazim dilakukan terhadap pengikut PARI di zaman Belanda terutama sejak tahun
1935-1936. Provokasi itu amat bermaharajalela dan banyak mengirimkan orang PARI
ke Digul. Ini malam orang PARI didatangi oleh seorang provokator, besoknya
orang itu diDigulkan. Selain daripada itu Tan Malaka Palsu “made in Batavia”
(Vrijmetslaarweg) itu berhasil pula melekatkan sangkaan yang tidak- tidak
terhadap Tan Malaka yang sebenarnya, berhubung dengan keributan pada tahun 1926
dan pergerakan rakyat di belakangnya.
Semua sangkaan itu satupun tak bisa dikupas dengan tiada mengupas yang
berhubungan dengan aksi dan organisasi komunis di mana-mana negara. Persangkaan
itu tiada akan saya kupas! Muka saya cukup tebal buat melunturkan persangkaan
palsu. Hati saya sebagai revolusioner tak bisa digoncangkan oleh tuduhan palsu.
Sejarah hampir belum pernah mungkir mengakui kebenaran!
Dalam hal Tan Malaka Palsu yang sudah dijumpai ini bolehlah dikata saya
beruntung juga. Sekiranya Penyamar ini berjalan terus, maka akan teruslah ia
membohongi para pemimpin. Di antaranya yang sudah kena dibohongi banyak pula
yang terkemuka. Tak mengherankan, karena mereka masih “bayi” ketika saya
meninggalkan Indonesia bulan Maret tahun 1922. Untunglah beberapa pemimpin muda
bisa saya jumpai di Surabaya dan lain-lain tempat dan dengan mudah saya
buktikan kesilapan mereka. Alangkah kalutnya pergerakan Indonesia seandainya
saya tak menyaksikan peristiwa ini. Sudahlah tentu susah akan menyaring sejarah
saya yang sebenarnya, apalagi kalau lebih mendalam.
Sebetulnya sudah amat dalam. Sudah lebih dari cukup buat melemparkan saya
ke neraka para pengkhianat. Pembaca tentu tak heran kalau saya terkejut
mendengarkan banyak orang bercerita pada saya bahwa Pemimpin Besar ini atau itu
ketika Jepang masuk menerima “perintah” dari saya buat “bekerja bersama dengan
Jepang”. Siapa yang sangsi akan adanya pemberi perintah itu, yakni saya Tan
Malaka, dibawa ke Sukabumi, atau Madiun atau Cirebon atau ke lain tempat buat
dijumpakan dengan Tan Malaka Palsu.
Jepang piawai dalam politik “double crossing” (menipu kedua pihak) sebagai
warisan dari Belanda. Tan Malaka Palsu dipakai oleh Belanda buat memikat dan
melenyapkan Tan Malaka tulen. Jepang menjalankan politik semacam itu pula.
Dengan lenyapnya pemerintah serdadu Jepang, rupanya pekerjaan pemalsuan politik
itu diteruskan pula oleh para murid Jepang, ialah buat mencari pengaruh dan
pangkat.
Siapakah yang rugi, siapakah yang beruntung sampai sekarang, Tan Malaka
atau musuhnya?
Siapakah yang akan rugi dan akan beruntung di hari depan?
Kenapakah Tan Malaka yang dipakai buat merusak partainya Tan Malaka?
Tetapi tuan-tuan yang arifin tentu juga bisa menjawabnya.
Saudara yang masih memihak kepada kebenaran saya persilahkan membaca brosur
saya Naar de Republik Indonesia tahun 1924 dan Semangat Muda serta Massa Aksi
in Indonesia. Semangat Muda ditulis di Manila dan dicetak di Manila, sebelum
keributan permulaan tahun 1926. Massa Aksi ditulis dan dicetak di Singapura
sebelum keributan tahun 1926 pula. Maksud buku itu ialah buat menjelaskan cara
partai komunis mengadakan organisasi, menyaring pengikutnya, dan menjalankan
aksi yang cocok dengan paham massa-aksi, yang bertentangan dengan cara aksi
militer sematamata. Saya yang bertanggung jawab atas pergerakan komunis di
Indonesia dan bagian lain di Asia di masa itu merasa wajib menjaga supaya
Partai Komunis jangan tergelincir disebabkan provokasi, supaya Partai Komunis
Indonesia khususnya terus berjalan di atas rel massa-aksi.
Tulen palsunya seorang pemimpin tiadalah bisa diukur dengan tuduhan orang
lain terhadap dirinya semata-mata. Palsu tulennya itu bisa juga diukur dengan
perkataan dirinya itu sendiri dahulu dan sekarang. Palsu tulennya itu juga bisa
diukur dengan seberapa cocoknya perkataan si Pemimpin dengan perbuatannya
sendiri. Kalau di sini didapat perbedaan atau pertentangan, maka barulah
tuduhan itu mendapatkan bukti yang sah.
Saya tak akan naik perahu bermingu-minggu lamanya diombang- ambingkan
gelombang menuju ke Sumatera dan Jawa, satu dua bulan sesudah Jepang masuk,
kalau saya takut memimpin pergerakan revolusioner yang sebenarnya. Tak perlu
saya sembunyi bekerja sebagai buruh di Bayah Kozan sampai Jepang lenyap, kalau
saya percaya pada lain kemungkinan selain “Massa Aksi” di Indonesia. Saya
percaya bahwa saya sekurangnya mesti dapat memasuki Gedung seperti Chuo Sangi
In dan mendapat gedung besar di bawah perlindungan Hinomaru, kalau saya mau
“sehidup semati” dengan serdadu kempetai Jepang, yakni tak percaya akan
timbulnya "Aksi Rakyat" yang sebenarnya. Aksi Murba yang meluap
mendidih inilah yang saya tunggu-tunggu.
Massa-Aksilah yang saya kehendaki lebih kurang 18 tahun yang lalu.
Massa-Aksi pulalah yang saya kehendaki sekarang! Ujian buat perkataan saya itu
kalau mau diuji dengan paham, bolehlah dibandingkan dengan isi lima atau enam
buku yang terpaksa saya keluarkan di masa ini. Terpaksa, karena Massa-Aksi itu
saya rasa belum cukup juga dimengerti, pun sekarang! Memang sekarang sudah ada
Aksi Massa, ialah aksinya massa (murba), tetapi belum lagi Massa-Aksi. Kalau
perbuatanlah yang mesti dijadikan batu ujian itu pula, maka saya harap sejarah
akan memberi penerangan cukup, kalau kelak sejarah itu sudah sampai waktunya
bersuara!
Tegasnya, bandingkanlah dasar, suara, dan semangat tulisan saya kini dengan
dasar, suara, dan semangat tulisan saya 24 tahun yang lalu.
Sedikit panjang saya menulis buat membatalkan bermacammacam sangkaan yang
berhubung dengan haluan dan aksi saya di luar negeri, sebenarnya terpencil dari
teman dan jauh dari negeri bertahun-tahun. Keadaan sekarang membutuhkan
kejelasan, seberapa bisa sudah saya berikan. Kalau ada lagi di antara teman
seperjuangan yang ingin tahu, kenapa belum juga saya memajukan diri, maka
sekali lagi saya ulang apa yang saya sebut dalam brosur Politik: Cukup sebab
maka Tan Malaka memilih tempat, tempat, dan teman buat menyaksikan dirinya
sendiri ke depan mata rakyat Indonesia.
Puluhan tahun lebih dahulu saya majukan “garis” yang saya anggap harus
ditempuh oleh Rakyat Indonesia dalam perjuangan sekarang dengan semua brosur
ini. Apabila “garis” ini disetujui dan yang menyetujui ikhlas takluk kepada
susunan dan disiplin organisasi itu, maka kalau masih “diperlukan” pimpinan
dari saya sendiri, tentulah saya akan tampil ke muka dengan tiada
menghitung-hitung korban yang perlu diberikan. Tetapi tiada akan kekurangan
kepuasan hati saya kalau seandainya “garis” itu disetujui oleh mereka yang
lebih muda dan sendiri mau melaksanakan “garis” itu dengan jujur, ikhlas, dan
tetap tabah.
Tiga paham yang sekarang berjuang bahu-membahu: paham keislaman,
kebangsaan, dan sosialistis. Semuanya pada tingkat merebut KEMERDEKAAN NASIONAL
ini berhak buat diakui. Marilah kita berharap supaya ketiga paham itu bisa
mengadakan persatuan yang teguh-tetap.
Tetapi tak bisa disingkirkan kemungkinan bahwa kelak sesudah Kemerdekaan
Nasional tercapai, boleh jadi ketiga paham itu, yang dalam garis besarnya
mewakili kelas tani, borjuis-tangan, dan proletar, bercekcokan satu sama
lainnya. Berhubung dengan itu maka perlulah dicari “persamaan” sebagai semen
yang mempersatukan batu tembok. Persamaan itu didapat pada persamaan keperluan.
Persamaan keperluan itu saya kira didapat dalam satu Rencana Ekonomi yang
Sosialistis.
Inilah maksud brosur ini, yakni membentangkan paham saya tentang Rencana
Ekonomi yang sekarang bisa dan perlu dijalankan oleh semua golongan yang ada di
Indonesia. Juga dibentangkan rencana ekonomi yang bisa dan perlu dijalankan
sesudah kemerdekaan 100% tercapai. Tiadalah perlu dilupakan kritik atas
Kapitalisme, atas Rencana Ekonomi Fasis dan Demokratis.
Mudah-mudahan brosur ini bisa menambah pengetahuan warga negara Republik
Indonesia tentang ekonomi.
Surabaya, 28 November 1945
****
Pendakwa modern kita, DENMAS, MR. APAL, TOKE, PACUL, dan GODAM sekarang
duduk di beranda sebuah rumah, sedang besarnya, dilindungi oleh pohon jeruk
yang rindang. Suasana tenang meliputi lima-seperjuangan ini.
Pabrik raksasa yang berdiri di seberang jalan yang tadi siang menderu-deru
sekarang berhenti diam, sepert seekor gajah beristirahat sesudah melakukan
pekerjaannya. Tak ada pekerja yang lalu lintas, menarik dan mengangkat barang
di sekitar pabrik itu.
Di keliling pabrik terbentang sawah luas ditabur warna hijau dan kuning
oleh pokok padi yang muda dan sudah masak. Di sana-sini tampak kampung yang
diselimuti pohon buahbuahan. Terbelintang sepanjang cakrawala barisan gunung
kehijau- hijauan, di antaranya ada yang diselimuti oleh awan putih seolah-olah
kemalu-maluan. Sang bulan mengintip dari celah daun kelapa yang berdiri tegak
di suatu desa.
Suasana yang aman tenang ini terganggu oleh suara salah seorang di antara
lima-seperjuangan tadi.
I. Kritik atas Kritik
A. KAPITALISME MERAMPOK
SI PACUL : Kapan juga, Dam, kau mau membentangkan Rencana Ekonomi yang
sudah kau janjikan itu?
SI TOKE : Politik perjuangan, seperti kita perundingkan tempo hari, rasanya
sudah meresap betul dalam pikiranku. Tetapi rasanya belum cukup kalau kita
belum mempunyai RENCANA EKONOMI. Karena tindakan ekonomilah kelak yang akan
menentukan kemakmuran rakyat dan keamanan republik kita.
SI GODAM : Dari penjuru manapun juga kupandang, uraianku akan terlampau
panjang. Jadi akan melewati maksudnya satu brosur. Menggampangkan mempopulerkan
satu ilmu seperti Ekonomi rasanya di luar kesanggupanku. Kalau terlampau pendek
tak akan cukup dimengerti atau salah dimengerti. Kalau terlampau panjang akan
membosankan dan susah membulatkannya. Bukankah kita mau memberi sekadar pada Murba
yang ingin tahu?
MR. APAL : Tak perlu engkau membentangkan menurut sejarah Ilmu Ekonomi.
Bentangkan sajalah perkara yang terpenting dalam ilmu ekonomi dan garis besar
dalam Rencana Ekonomi buat Indonesia.
DENMAS : Rencana Ekonomi yang sempurna saya pikir cuma bisa dijalankan
dalam suasana aman-sentosa bagi Rakyat Indonesia. Seperti sudah pernah kau
bilang, dalam suasana Merdeka 100%. Cukuplah sudah kalau kau bentangkan Rencana
dalam keadaan sekarang dan bayangkan saja Rencana yang sempurna tadi.
SI PACUL : Pendeknya bentangkan saja RENCANA EKONOMI BERJUANG.
SI GODAM : Walaupun Rencana Ekonomi Berjuang yang terutama akan
kubentangkan, tetapi tak boleh lupa memberi contoh tentang kapitalisme dan
sedikit kritik tentang kapitalisme itu. Bukankah sistem kapitalisme yang
menindas kita selama ini dan yang mendorong kita berjuang?
SI TOKE : Memang contoh yang tepat itu lekas dimengerti dan dipahamkan.
Betul pula keburukan kapitalisme itu mesti dikupas habis-habis.
SI GODAM : Kuambil contoh tambang arang di Bayah Banten Selatan, di masa
Jepang dan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Di sini kita berjumpa
kapitalisme yang benarbenar berdasarkan perampokan telanjang bulat. Marilah
kita sebutkan lebih dahulu semua syarat produksi. Terutama ialah:
l. bumi dan iklimnya; ada atau tidaknya sungai danau atau laut buat lalu
lintas,
2. pabrik, bengkel, kereta, kapal, gedung dll,
3. tenaga yang tukang atau tidak, kuat dan lemah, lakilaki dan perempuan.
SI TOKE : Jadi dalam garis besarnya: l) alam, 2) tenaga, 3) perkakas atau
mesin.
SI GODAM : Benar, marilah kita periksa bagaimana berjalannya produksi itu
sesudah tiga syarat itu ada. Si penghasil sesudah mengadakan hasil pertama
menghitung harga hasil yang didapatnya, yakni hasil bulat. Kemudian dia hitung
ongkos yang keluar. Harga hasil bulat dikurangi ongkos itulah untungnya.
Seperti seorang berdagang, dia juga hitung kelebihan jualan dari pokok.
SI TOKE : Cobalah kita hitung dahulu harga hasil sehari.
SI GODAM : Sehari bisa dihasilkan pukul rata sedikitnya (menurut taksiran
kasar) 100 ton arang. Harganya ditaksir murah sekali, ialah f 100,- satu ton
(Nilai rupiah di masa itu lebih kurang cuma 1/10 harga rupiah sebelum Jepang).
Jadi harga 100 ton arang itu ialah 100 x f 100,- = f 10.000,-
SI TOKE : Ongkos keluar berapa?
Sewa tanah = f 0.00,- (Tanah-logam di Bayah umumnya tanah gedoran).
Kelunturan mesin = f 0.00,- (Semua mesin ialah mesin gedoran).
Bahan dipakai = f 0.00,- (Bahan di Bayah sebenamya tak ada. Kain mempunyai
bahan berupa benang. Tetapi arang tak ada bahannya).
Gaji = f 0.000,-
Romusha 10.000 x f 0,40 = f 4.000,-
JUMLAH ONGKOS = f 4.000,-
Jadi untung bersih saban hari f 10.000 - f 4.000 = f 6.000,- Dipandang
begitu untung Jepang satu hari adalah 1,5x dari pokok. Kalau dihitung menurut
aturan biasa, yaitu untung satu tahun, maka untung kongsi Jepang di Bayah itu
365 x 150% = 54.750%. Ini bukan lagi untung, melainkan curian! Kongsi Jepang,
BAJAH KOZAN SUMITOMO KABUSHIKI KAISHA itu bukan perusahaan lagi, melainkan
perampokan.
SI GODAM : Tunggu dulu, Kek! Aku cuma memberi gambaran saja. Perhitunganmu
masih belum beres. Gaji yang f 4.000,- sehari tadi ialah kertas koran yang
digedor oleh Tentara Tenno Heika di KOLF, Jakarta. Jadi harganya uang Jepang
itu ialah harga kertas itu saja. Belum f 40,- lagi kalau diukur dengan mas
umpamanya. Cuma harga mencapkan saja yang mesti dihitung. Yang dinamai dekking
(penutup kertas) itu, seperti bank biasa memang tak ada. Tetapi ongkos
pencapnya pun dibayar dengan kertas pula. Beras yang dijualkan kepada romusha
itupun beras gedoran.
SI TOKE : Kalau semuanya itu digedor, bagaimana menghitungnya? Tenaga
sendiripun tenaga gedoran.
SI GODAM : Ringkasnya yang 100 ton arang itu diperoleh dengan makian
“bagero” saja. Tanah digedor, mesin digedor, dan tenaga romusha pun digedor.
SI PACUL : Benar katamu, kapitalisme yang dijalankan oleh Tentara Jepang
dalam 3 tahun di Indonesia ialah Kapitalisme MERAMPOK melulu! Perhitungan
untung 54.750% itu masih rendah sekali! Tak ada ukuran yang sebenarnya boleh
dipakai, kalau semua syarat menghasilkan itu barang rampasan. Kalau pokok f
0.00 dan jumlahnya sehari f 10.000,-, dalam ilmu hitung persenannya boleh
dikatakan tak berhingga. Boleh 1.000.000% atau lebih karena jualan mesti
dibandingkan dengan pokok Jepang yang f 0.00 dan tenaganya si kapitalis Jepang
yang keluar cuma tenaga menyemburkan "bagero" saja.
SI TOKE : Sering juga dia bertenaga banyak!
SI PACUL : Kapan umpamanya?
SI TOKE : Umpamanya kalau dia sudah main tampar, atau asyik menyiksa
seperti kucing menyiksa tikus. Si Kempetai sibuk mencari api pembakar mangsanya
atau membanting dan menendang mangsanya sepuas-puasnya .
MR. APAL : Betul sekali anak Dewa Turunan Ameterasu Omikami itu di sini
merusak dan memusnahkan tenaga Indonesia. Jepang itu mau lekas kaya dengan
tiada mempedulikan sumber kekayaan di Indonesia. Kita ingat pada cerita di
sekolah rendah, cerita ayam bertelur emas. Si empunya ayam yang tak mempunyai
kesabaran dan bodoh itu potong ayamnya supaya sekali lalu dia dapat semua
emasnya. Tentulah akhirnya dia tak mendapatkan apa-apa.
DENMAS : Dalam ekonomi yang betul-betul dijalankan buat kemakmuran Rakyat
Murba, sudahlah tentu “tenaga” itu mesti dipelihara baik-baik. Sebisa mungkin
ditambah nilainya dengan menambah kodrat dan sifat-baiknya. Dipelihara makan
minumnya si pekerja, dipelihara rumah dan kesehatannya serta digembleng otak
dan tenaganya. Dengan begitu tenaga itu naik banyak (quantiteit) dan sifatnya.
Inilah yang memakmurkan Negara.
SI TOKE : Tentulah sumber hasil yang lain-lain mestinya dipelihara pula.
Bagaimana si Jepang membikin kurus sawah dan merusak mesin kereta dan auto tak
perlu pula kita bicarakan di sini. Umur mesin yang sepatutnya sisa 10 tahun di
tangan si Jepang tak sampai 5 tahun.
SI PACUL : Semua mesin “bagus” yang bisa berumur panjang habis diangkut
Jepang ke negerinya. Benarlah, dia menjalankan EKONOMI MERAMPOK.
B. KRITIK MARX
1. Timbulnya "Nilai-Lebih"
SI TOKE : Saya juga sudah pernah baca, bahwa “untung” itu ialah
“pencurian”.
MR. APAL : Kalau saya tak salah lebih cari satu abad lampau Weitling,
pujangga Jerman sudah menyatakan bahwa “untung” itu ialah bagian hasil yang
dicuri si kapitalis dari buruhnya.
DENMAS : Saya pun punya teman seorang jurnalis Tionghoa yang bilang bahwa
pujangga Tionghoa Guru Kung, muridnya Guru Ming, katakan bahwa “untung” itu
memang “pencurian”.
MR. APAL : Yang mengupas kapitalisme dan “untung” itu sebagai pencurian
ialah seorang pujangga, ahli filsafat Jerman bernama Karl Marx. Orang bilang
Marx mempelajari Ekonomi itu dalam tempo lebih kurang 20 tahun, di negara yang
semasa hidupnya paling terkemuka dalam perindustrian, yakni Inggris. Marxlah
yang mengupas kapitalisme itu secara ilmu selama ia hidup sebagai pelarian
politik di Inggris itu.
SI TOKE : Kami persilahkan Mr. Apal memberi penerangan tentang kupasan Karl
Marx itu secara populer.
MR. APAL : Secara populer, terus terang kubilang aku kurang sanggup.
Biarlah Godam saja menerangkan.
SI PACUL : Memang Godamlah yang sehari-harinya bergaul dengan Pekerja Murba
dan guru kursus buat mereka. Lebih pada tempatnyalah kalau Godam yang memberikan
kupasan itu.
SI GODAM : Tetapi saudara sekalian di sini bukan pekerja murba!
SI TOKE : Benar, tetapi kami juga sanggup, dan di masa pekerja murba masih
serba kekurangan tenaga seperti sekarang, kami wajib memberi penerangan pula
pada pekerja murba. Isi yang patut diterangkan dan caranya menerangkan,
tentulah kau lebih paham, Dam!
SI GODAM : Karl Marx ialah bapak dari satu teori, satu paham yang masyhur
di dunia ekonomi dengan nama “Nilai-Lebih”. Dalam bahasa Jermannya ialah
Mehrwert; Inggrisnya Surplus-Value. Maafkan saja kalau saya terjemahkan dengan
“Nilai-Lebih”, Marx mengupas timbul, ada, dan tumbangnya “Nilai-Lebih” tadi
dalam tiga buku tebal yang masyhur di dunia bernama Das Kapital. Benar tidak
semuanya Marx yang menulisnya, karena dia meninggal dunia sebelum Das Kapital
itu rampung. Teman sepembangunnyalah, bernama Frederich Engels yang meneruskan
pekerjaan raksasa itu. Tentulah Engels meneruskannya dalam semangat teman
sepembangunnya itu pula.
SI PACUL : Jadi kepada dua Bapak Proletar inilah sebenarnya dunia-proletar
seharusnya berterima kasih. Marilah kita mengheningkan cipta buat arwah dua
Maha Guru itu!
SI TOKE : Engkau masih ketinggalan semangatnya Pemuda Tenno pemuja arwah di
Cureido Jakarta dan Kuil Ise di Tok dan Kuil Yasukuni Jinja tempat arwah
serdadu Tenno Heika bersemayam, bersuka-ria!
SI GODAM : Memang Marx Engels tak meminta, malah tak mengizinkan kita
sesama manusia memuja mereka. Mereka lebih berbesar hati kalau teori mereka
diterjemahkan dengan sebaiknya, ialah menurut tempat dan menurut tempo. Mereka
menghendaki supaya teori mereka menjadi pahamnya Pekerja Murba di seluruh dunia
!
SI PACUL : Sesungguhnyalah rasa menghormati dan cinta itu ada pada saya.
Saya pikir juga ada pada kebanyakan orang. Tetapi kalau tak baik caranya
menghormat seperti yang saya majukan di atas bagaimana; kita menunjukkan rasa
hormat, penghargaan dan cinta kita kepada pemimpin proletar yang mempergunakan
semua tempo, tenaga, dan jiwanya buat kelas proletar itu, puluhan tahun
lamanya?
SI GODAM : Ada jalan, Cul! Pertama sesudah kelak teori Marx diuji dan
dipahamkan, laksanakanlah paham itu serajin-rajinnya dan sejujur-jujurnya
terutama di antara kelasmu sendiri, kelas proletar tanah. Kedua, buat
menerangkan “Nilai- Lebih” tadi akan kuambil contoh yang diberikan oleh Marx
sendiri dalam bukunya Das Kapital tadi. Contoh itu masih bisa dimengerti dan
dipakai. Dengan begitu kita panggil kembali Karl Marx di depan pikiran kita!
SI PACUL : Ya, benar, itulah cara yang sebaik-baiknya buat menghormati guru
itu. Mulailah, Dam! Terangkan dari mana asalnya “Nilai-Lebih” yang oleh
Weitling dan Guru Kung tadi dinamai pencurian.
MR. APAL : Sekarang juga sering dinamai “tenaga yang tidak dibayar”.
Inggrisnya, unpaid labour.
SI GODAM : Sekarang marilah kita masuki satu pabrik pemintal benang. Di
depan si pemintal ada mesin. Di kanannya ada kapas sebagai bahan. Di kirinya
ada benang sebagai hasil tenaganya dan kekuatan mesin. Kita timbang benang
hasilnya tadi, adalah 10 kg, ialah hasil sehari bekerja umpamanya 6 jam.
SI TOKE : Berapakah harga 10 kg benang itu?
SI GODAM : Marilah kita hitung dengan harga yang diberikan oleh Marx.
Sekarang, karena harga uang Indonesia tak keruan turun naiknya ini, harga di
masa Marx baik terus kita pakai saja. Tetapi uang Inggris kita tukar dengan
uang yang kita kenal saja, dengan tak begitu mempedulikan harga tukarannya itu.
Maksud kita cuma buat memberi contoh supaya paham, “bagaimana timbulnya
Nilai-Lebih” tadi bisa kita mengerti.
SI TOKE : Silahkan!
SI GODAM :
Harga 10 kg kapas sebagai bahan
benang tadi ialah 10 x 25 sen
|
250 sen
|
Harga kelunturan mesin dalam 6 jam
kerjanya
|
50 sen
|
Harga tenaga kerja dalam 6 jam
kerja itu (upah sehari)
|
75 sen
|
JUMLAH
|
375 sen
|
Jadi pokok 1 kg benang =
|
37½ sen
|
SI TOKE : Kalau dia jual umpamanya 75 sen 1 kg benang, jadi untungnya 100%.
SI GODAM : Tunggu dulu, Kek! Jangan terlalu cepat. Kita mesti anggap kaum
kapitalis seluruhnya. Bukan kapitalis benang ini saja. Kita mesti menganggap
kapitalis kain yang membeli benang umpamanya, seperti kaumnya kapitalis benang
tadi juga, bahkan seperti dirinya sendiri. Dia sendiri biasa jadi kapitalis
kain yang memakai benang sebagai bahan. Kalau dia ambil untung lebih dari
dirinya sendiri itu, pada satu pihak, maka ini berarti ia merugikan dirinya
sendiri pada lain pihak. Ini mesti dimengerti, Kek!
SI TOKE : Aku belum mengerti, Dam!
SI GODAM : Umpamanya si Kapitalis Benang kita tadi mempunyai dua kas. Kas
yang kesatu berisi 37½ sen saja. Kas kedua 75 sen. Jumlah uangnya 112½ sen.
Sekarang kas kesatu bukan berisi uang 37½ sen lagi, melainkan diisi dengan
benang senilai 37½ sen. Yang 37½ sen tadi menjelma menjadi benang 1 kg. Jumlah
nilainya kedua kas tadi bukanlah tetap 112½ sen? Seandainya benang 1 kg dari
kas kesatu tadi dia tukarkan dengan kas kedua ialah 75 sen tadi. Jadi sekarang
benang senilai 37½ sen bertukar tempat. Benang itu sekarang berada di kas kedua
yang dahulu berisi uang 75 sen. Dan uang 75 sen sekarang pindah ke kas kesatu.
Jumlah nilainya benang dan uang bukanlah tetap 112½ sen?
SI TOKE : Memang jumlah nilainya tetap 112 sen. Cuma tempatnya benang 1 kg
dan uang 75 sen yang bertukar.
SI GODAM : Andaikan sekarang kas kedua berisi 75 sen bukan kepunyaan satu
orang. Dia kepunyaan kapitalis lain, tetapi kapitalis juga. Jadi jumlah nilai
pada dua orang kapitalis itu bukanlah tetap 112½ sen juga? Jadi kalau nilai 37½
sen itu dilipat dua bukankah ini berarti dia merugikan diri sendiri atau
kelasnya sendiri? Di sinilah terselipnya peraturan (kesolideran) para kapitalis
sebagai kelas. Merugikan seorang kapitalis lain berarti merugikan dirinya
sendiri sebagai seseorang dari kelas kapitalis pula.
SI TOKE : Terlampau panjang aku mengambil tempo. Tetapi hal ini mesti
terang betul buat kami. Sekarang barulah terang betul buat saya, bahwa dengan
jalan menukar kapas memakai tenaga dan mesin begitu saja tak menimbulkan
“untung”. Jadi dari mana mestinya timbul untung itu?
SI GODAM : Sekarang begini Kek! Si Buruh yang karena tak berpabrik,
bermesin, atau berpacul itu, pendeknya Si Proletar, Si Tak Berpunya itu
bukankah terpaksa menyerahkan, mempersekotkan, tenaganya kepada si kapitalis
yang punya mesin?
SI TOKE : Benar, karena dia tak punya perkakas lagi seperti di zaman
lampau. Dia sudah di-“merdeka”-kan oleh Pemberontakan Borjuis dari perkakasnya.
Yang ada padanya sekarang hanyalah “tenaganya” saja yang dia peroleh dari Alam
dari ibu-bapaknya.
SI GODAM : Benar, dengan harga 75 sen inilah yang dinamai upah Kek!
Sekarang dia akan dibeli buat kerja sehari ialah 24 jam. Tadi kita andaikan dia
bekerja cuma 6 jam saja sehari. 18 jam dia bebas! Sekarang si kapitalis merasa
keberatan melihat dia bebas selama itu. Si kapitalis kerjakan si buruh, yang
sudah mempersekotkan tenaganya, mengkontrakkan tenaganya itu, bukan 6 jam,
melainkan umpamanya 12 jam! Apakah hasilnya?
SI TOKE : Ingin juga aku mau tahu, hasil 12 jam kerja itu dengan bayaran 75
sen sehari, karena dia dibayar buat satu hari.
SI GODAM : Perhatikan sulapan kapitalis, Kek! Tenaga itu sekarang bukan
seperti mesin lagi melainkan menjelma menjadi barang yang bisa menyulapkan
hasil yang dikehendaki si kapitalis.
SI PACUL : Sekarang engkau Dam, yang berlaku seperti tukang sulap yang
membikin kami bingung! Cobalah beri perhitungan bagaimana si kapitalis
menimbulkan Nilai-Lebih tadi!
SI GODAM : Bukankah tadi kita andaikan si pemintal benang bekerja 12 jam?
SI TOKE : Benar!
SI GODAM : Dalam 6 jam tadi dia pintal 10 kg artinya itu kapas dia sulap
menjadi benang! Inilah keajaiban pertama dari tenaga manusia. Dia bisa tukar
bentuknya barang. Bentuk kapas bertukar menjadi benang. Dalam 12 jam berapa kilogramkah
benang yang bisa dipintal?
SI TOKE : Tentulah 2 x 10 kg = 20 kg.
SI GODAM : Berapakah harganya 20 kg benang, penjelmaan 20 kg kapas tadi?
SI TOKE : Sekarang aku sendiri bisa hitung, 20 kg harganya 2 x 375 sen
tadi, ialah 750 sen.
SI GODAM : Tetapi berapa “pokok” si Kapitalis?
SI PACUL : Aku saja, Dam! Aku sudah mengerti.
Harga 20 kg kapas 20 x 25 sen
|
500 sen
|
Harga kelunturan mesin 2 x 50 sen
|
100 sen
|
Harga tenaga tetap
|
15 sen
|
JUMLAH
|
675 sen
|
Jadi “untung” 750 sen - 675 sen = 75 sen. Dan “untung” ini terang
didapatnya dari tenaga. Inilah yang tiada dibayar, inilah yang secara ilmu oleh
Marx dinamai “Nilai-Lebih”.
SI GODAM : Inilah sulapan kedua yakni sulapan yang menimbulkan Nilai-Lebih
dengan jalan memakai tenaga buruh, lebih dari harga tenaga yang
dipersekotkannya oleh Buruh. Dari “tenaga”-lah timbulnya Nilai-Lebih itu.
Hitung sajalah persen untungnya, kalau 12 jam kerja itu diperpanjang sampai 15
jam, sampai 16 jam, seperti sungguh terjadi di Inggris semasa Marx!
SI TOKE : Bagaimana mesin? Bukankah mesin mengambil bagian pula dalam
Nilai-Lebih tadi. Apakah artinya kelunturan mesin yang masuk perhitungan di
atas?
SI GODAM : Mesin itu asalnya bermula dari “tenaga” juga bukan? Tenaga yang
menukar besi jadi baja dan baja menjadi mesin. pikiran cerdas, pikiran si
penemu (inventor), yang mesti dianggap sebagai tenaga istimewa, seperti kata
Marx tenaga berlipat, sudah masuk pula ke dalam mesin tadi. Bagaimana juga
mesin itu bukannya barang gaib.
SI TOKE : Kelunturan mesin itu apa pula?
SI GODAM : Seandainya mesin itu bisa dipakai 10 tahun. Pokoknya mesin itu
umpamanya f 1.000,00. Jadi umurnya sang mesin itu ialah 10 tahun. Jadi
tiap-tiap tahun dipakai umurnya berkurang satu tahun, dan harganya berkurang f
1000,00 : 10 = f 100,00. Yang f 100,00 itulah yang saya namakan kelunturan.
Yang f 100,00 itulah yang dihitung oleh kapitalis sebagai ongkos. Di sini hal
itu kupopulerkan saja. Biarpun mesin itu bisa hidup terus 10 tahun, tetapi
kalau sesudah 5 tahun umpamanya didapati mesin yang lebih kuat, maka mesin yang
tadi biasanya dilemparkan saja. Tak dipakai 5 tahun lagi! Tetapi hal ini di
sini agak sedikit menyimpang. Yang penting buat diketahui ialah: si kapitalis
yang mempunyai mesin dan uang pergi ke pasar tenaga. Di sini dia berjumpakan
tenaga yang tak bisa dipakai oleh si empunya, karena tak ada kapital. Tenaga
itu amat murah, karena persaingan satu penjual dengan yang lain. Karena yang
empunya tenaga mesti makan, membayar sewa rumah buat diri dan keluarganya,
tenaga murah itu dibeli murah. Ajaibnya tenaga itu bisa menukar bentuk barang
dari kapas ke benang dan dari benang ke kain. Tenaga itu boleh dipakai lebih
lama dari nilai upahnya, seandainya upahnya bisa dibayar dengan 6 jam
pekerjaannya. Tetapi karena dia berkontrak buat sehari, maka dia bisa
dipekerjakan lebih dari 6 jam itu. KERJA LEBIH itulah yang menimbulkan
Nilai-Lebih, ialah tenaga yang tak dibayar.
SI PACUL : Kalau begitu masyarakat kita ini berdasarkan kedustaan belaka.
Kata si kapitalis, dialah yang memberi kehidupan pada si buruh. Sebenarnya
bukankah si buruh yang senantiasa menambah kekayaan si kapitalis? Bukankah pula
si buruh yang mempersekoti si kapitalis? Bukan sebaliknya si kapitalis yang
mempersekoti si buruh!!
SI GODAM : Memang begitu Cul! Si buruh baru menerima upahnya sesudah
membanting tulang dan mengeluarkan peluh keringat sekurangnya seminggu. Baru
biasanya dia menerima upah. Jadi tenaganyalah yang keluar dahulu. Di belakang
baru mendapat upahnya.
SI TOKE : Kalau begitu makin lama si buruh dipekerjakan makin besar pula “Nilai-Lebih”
si kapitalis. Bukankah tak lebih untung buat si kapitalis, kalau dipekerjakan
24 jam sehari.
SI GODAM : Ada batasnya Kek! Nantilah kuterangkan.
2. Mempertinggi “Nilai-Lebih”
SI GODAM : Engkau Kek, tadi sudah bilang, bahwa makin lama si buruh bekerja
makin besar untung si kapitalis. Umpamanya upahnya sehari bisa ditebusnya
dengan kerja 6 jam hari itu, maka seandainya ia kerja terus sampai 10 jam, maka
4 jam tempo lebih itu ialah buat si kapitalis. Empat jam tempo lebih itu
menimbulkan 4 jam “Nilai-Lebih” pula. Kau sangka bahwa si kapitalis akan lebih
beruntung kalau buruhnya bisa dipekerjakan 24 jam sehari.
SI TOKE : Logisnya memang begitu, bukan?
SI GODAM : Si Jepang juga pernah menjalankan begitu, atau serupa itu.
Dengan mataku sendiri kusaksikan ribuan romusha dikerjakan di hujan dan panas
berhari-hari buat membikin lapangan kapal terbang. Di Inggris di abad yang
lampau, di zaman Revolusi Industri, hal itu memang hampir umum terjadi. Tetapi
lambat- laun, karena akibat kelamaan kerja itu amat menyedihkan dan terutama
disebabkan perlawanan kaum buruh sendiri, maka cara mempertinggi “Nilai-Lebih”
dengan jalan memperpanjang lamanya kerja semau-maunya kapitalis itu tiada bisa
dilakukan. Bukankah manusia perlu tidur selama 7 atau 8 jam sehari? Bukankah si
buruh perlu mengaso, makan, membersihkan diri dan melayani anak istri, walaupun
dalam sedikit tempo saja? Bukankah si buruh perlu menambah kebudayaannya buat
menambah hasil pekerjaannya pula?
SI PACUL : Lagipula hasil kerja 8 jam sehari belum tentu kurang dari hasil
12 jam sehari. Boleh jadi pada permulaan satu atau dua hari bekerja, hasil 8
jam bekerja kurang dari bekerja 12 jam sehari. Tetapi kalau sudah berhari-hari
dilakukan, maka semangat bekerja dan tenaganya sendiri pasti akan berkurang.
Jadi akhirnya hasil pekerjaannya kurang dari si pekerja 8 jam sehari. Si
pekerja 8 jam, kesehatannya, kalau terjaga, tentu lebih kuat dan lebih
bersemangat.
SI GODAM : Tuntutan kaum buruh dunia yang sudah diorganisir, tuntutan 8 jam
kerja sehari, memang cocok dengan ilmu dan kemanusiaan. Jadi lama kerja itu
memang ada batasnya. Pertama sebab tenaga manusia memang terbatas. Kedua sebab
organisasi proletar di mana-mana memaksa majikan mengurangi lama kerja.
SI PACUL : Si kapitalis itu bukankah selalu mencari akal buat memperbesar
untungnya?
SI GODAM : Memangnya begitu, jalan yang lain buat si kapitalis ialah
menambah kuatnya bekerja (lebih intensif). Seandainya ia mesti memukul 100 x 1
jam, maka sekarang dia disuruh memukul 200 x dalam 1 jam. Seandainya dia mesti
berjalan 6 km satu jam, sekarang dia disuruh berjalan 8 km dalam satu jam. Ada
pula jalan lain!
SI PACUL : Jalan apa pula, Dam?
SI GODAM : Seandainya ukuran hidupnya yang cocok dengan hidupnya dalam
kesosialan adalah hasil pukul rata 8 jam bekerja, maka dia sekarang diupah
dengan 6 jam kerja saja, Tetapi marilah kita andaikan muslihat ini tak
dijalankan oleh si kapitalis. Ada lagi muslihat lain yang tak begitu kentara di
mata kaum buruh.
SI PACUL : Ada-ada saja akal si kapitalis ini. Sungguh pintar ia memikirkan
jalan yang menguntungkan dirinya sendiri.
SI GODAM : Seandainya seorang buruh kerja 10 jam sehari. Buat penebus
upahnya umpamanya perlu ia kerja di hari itu 6 jam lamanya. Sekarang ia dan
ahli pembantunya si penemu (inventor) memikirkan jalan menurunkan kerja 6 jam
itu sampai 5 jam umpamanya. Kalau bisa begitu maka kini buat menebus upahnya
sendiri, dia perlu bekerja 5 jam sehari. Sisanya yang 5 jam lagi dipakainya
buat majikannya. Jadi dengan tetap jumlah kerja 10 jam sehari si kapitalis
sekarang bisa menaikkan “Nilai-Lebih” sebanyak kerja satu jam sehari, jadi 25%
tambahnya dari hasil 4 jam kerja lebih dahulunya.
MR. APAL : Buat ini perlu perubahan kemesinan dan sosial. Buat itulah
seorang insinyur atau penemu selalu ada di samping si kapitalis. Mereka ini
selalu memutar otak buat mempertinggi kekuatan “efisiensinya” mesin.
SI PACUL : Celaka 13 kalau begitu mesin itu! Mesin yang bisa menguntungkan
masyarakat seluruhnya sekarang dipakai buat mempertinggi “Nilai-Lebih”-nya si
kapitalis saja!
MR. APAL : Mesin itu mencoba memurahkan harga kain, makanan dan keperluan
sehari-harinya si Buruh. Mesin tenun yang lebih kuat, cepat, banyak dan traktor
yang lebih efisien bisa melipatgandakan hasil seperti pakaian dan makanan.
Hasil yang berlipat ganda banyaknya itu tentulah turun pula harganya. Karena
hasil yang turun harga itu merendahkan takaran hidup (standar hidup) buruh.
Maka dia sekarang bisa kurang lama kerja menebus upahnya sehari-hari.
Seandainya dulu perlu kerja 6 jam sehari, sekarang dengan 5 jam sehari atau
kurang, bisalah ditebus upahnya itu. Sisanya yang 5 jam masuk ke kantong
majikannya.
SI GODAM : Begitulah maka si kapitalis berlomba-lomba mendapatkan mesin
baru, setahun demi setahun modal yang terkandung oleh mesin bertambah naik dan
modal yang terkandung oleh upah sehari demi sehari bertambah turun.
SI TOKE : Ada saja paham yang berlainan dengan paham ahli ekonomi-borjuis,
Dam! Jadi kalau begitu menambah modal yang ditanam dalam mesin itu memang sudah
terbawa oleh kemajuan kapitalisme.
SI GODAM : Begitulah yang sebenarnya. Selalu saja modal mesin naik!
SI PACUL : Coba kasih contoh, Dam!
SI GODAM : Camkanlah contoh dari Guru Marx juga, Cul! Tapi saya kutip dari
ingatan saja. Maafkan kalau ada berbeda angkanya! Andaikan 5 Modal
Modal
|
Rupiah Modal dalam Mesin
|
Modal Gaji Buruh
|
Jumlah Modal
|
Nilai Lebih 50% Gaji
|
Untung Nilai Lebih
|
1
|
50
|
50
|
100
|
25
|
25
|
2
|
70
|
30
|
100
|
15
|
15
|
3
|
80
|
20
|
100
|
10
|
10
|
4
|
84
|
16
|
100
|
8
|
8
|
5
|
90
|
10
|
100
|
5
|
5
|
JUMLAH
|
374
|
126
|
500
|
63
|
63
|
Andaikan 5 modal tadi kepunyaan seorang kapitalis. Yang ke 1 ialah modal
kebun kapas. Yang ke 2 modal buat membersihkan biji kapas. Yang ke 3 modal buat
memintal benang. Yang ke 4 buat menenun kain. Yang ke 5 buat mencat atau
mencelup. Jumlah modal itu adalah f 500,00. Jumlah untungnya f 63,00. Jadi
untungnya dipukul rata adalah f 12,60. Kalau begitu, maka ada modal yang
untungnya mesti diturunkan ke untung pukul rata, yaitu untung yang lebih tinggi
dari untung pukul rata. Ada pula modal yang boleh dinaikkan sampai setinggi
untung pukul rata. Modal ke 1, yang mesinnya berharga f 50,00 kekurangan untung
f 12, 40 (f 25,00 - f 12,60). Modal ke 2, yang mesinnya berharga f 70,00
kekurangan untung f 2,40 (f 15,00 - f 12,60). Modal ke 3, yang mesinnya
berharga f 80,00 kelebihan untung f 2,60 (f 12,60 - f 10, 00). Modal ke 4, yang
mesinnya berharga f 84,00 kelebihan untung f 4,60 (f 12,60 - f 8,00). Modal ke
5, yang mesinnya berharga f 90,00 kelebihan untung f 7,60 (f 12,60 - f 5,00).
Modal ke 1 dan ke 2 kekurangan sejumlah f 12,40 + f 2,40 = f l4,80. Modal ke 3,
ke 4, dan ke 5 kelebihan sejumlah f 2,60 + f 4,60 + f 7,60 = f 14,80, dengan
kenaikan modal buat mesin dari 80 ke 84 dan ke 90, maka naik pula kelebihan
untung dari untung pukul rata f 2,60 ke f 4,60 dan ke f 7,60.
SI TOKE : Kalau begitu akan terus menerus modal dipendamkan ke dalam mesin
akhirnya tak ada lagi kapitalis yang mau memendamkan modalnya ke gaji buruh, ke
tenaga buruh. Tegasnya penghasilan kelak akan ditimbulkan oleh mesin
semata-mata. Tenaga manusia tak akan berguna lagi.
SI GODAM : Jangan terlampau cepat berlari, Kek. Dalam teorinya memang
begitu. Tetapi pemakaian mesin tentulah pula ada batasnya. Modal yang ditanam
di mesin tak bisa sampai ke f 100,-, ialah kesemuanya pokok f 100,-. Buruh akan
tetap perlu buat mengawasi mesin. Tak semua pekerjaan bisa dikuasai oleh mesin
saja. Tetapi dalam kenaikan terus menerus dalam lingkungan terbatas itu
sebenarnyalah kenaikan modal-mesin itu berarti kenaikan kelebihan untung dari
“untung pukul rata”.
SI PACUL : Herannya pula “untung pukul rata” itulah yang penting buat
masyarakat kapitalis. Bukan keuntungan seorang kapitalis, tetapi untung pukul
ratalah yang menjadi pedoman.
SI GODAM : Tepat, Cul! Lihatlah saja modal ke 1, sebetulnya buat diri
sendiri ialah buat kebun kapas untung itu f 25,- Tetapi karena pukul ratanya
cuma f 12,60, jadi kebun kapas itu sebenarnya kehilangan f 12,40. Awas, Cul,
Marx membedakan “Nilai-Lebih” dengan “Untung” seorang kapitalis! Dan “untung
pukul rata” kaum kapitalis seluruhnya! Di atas tadi dimisalkan 5 modal itu
kepunyaan seorang kapitalis saja. Akibatnya sama juga kalau lima modal itu
dipunyai oleh lima orang kapitalis. Yang lima kapitalis ini pun kalau dipandang
dari penjuru kepentingan kelas, adalah satu kamus, satu kelas.
SI TOKE : Jadi rupanya seorang kapitalis pada satu pihak bersatu kalau
menghadapi buruh. Sama-sama mereka itu menghisap buruh. Sama-sama pula mereka
itu diukur oleh untung pukul rata, ialah hasil persaingan satu sama lainnya
kapitalis. Yang tinggi buat diri sendiri turun kalau diukur dengan untung pukul
rata dan yang rendah naik menerima sisa sampai ke untung pukul rata. Inilah
pula sebabnya tiaptiap kapitalis berlomba-lomba menaikkan modal yang ditanam
dalam mesin. Nah, sekarang mesin memperbanyak hasil. Kalau hasil itu
kebanyakan, maka harganya turun sampai merosot sama sekali. Kalau sampai
merosot begitu rendah, bukankah kapitalis tak bisa dapat untung lagi? Akhirnya
pabrik ditutup! Kaum pekerja dilepas berduyun- duyun. Ini namanya krisis bukan?
SI GODAM : Baiklah kita bicarakan pula perkara krisis itu di lain tempat!
II. Krisis
SI GODAM : Marx mempunyai perhitungan yang pasti pula tentang krisis itu.
Dia jalankan aliran KRISIS itu dengan angka. Tetapi aku sangsi apakah
perhitungan itu bisa diperlihatkan di sini.
SI TOKE : Kenapa pula tiada bisa, Dam?
SI GODAM : Sebelum Marx mengeluarkan itu sudahlah tentu ia lebih dahulu
memberikan bermacam-macam penerangan. Lagipula mempunyai bahasa sendiri dan
cara memeriksa sendiri. Kalau kita belum memahami filsafatnya Hegel, ialah
Gurunya Marx, susah kita mengikuti uraian Marx. Akhirnya saya sangsi, apakah
saya masih ingat seluruh perhitungan Marx tadi, karena sudah lama betul saya
pelajari hal itu. Celakanya lagi saya tak mempunyai buku karangan Marx sudah
bertahun-tahun.
SI PACUL : Asal aliran pikirannya benar, Dam! Selama ini kami bisa
mengikuti aliran pikiran Marx yang kau bentangkan.
SI GODAM : Maaf kalau salah! Sebenarnyalah, di tengah-tengah perjuangan
Surabaya ini, di antara api, terbakar di kampung ini dan kampung itu, di antara
tembakan dari pihak musuh dan pihak kita, manakah kita bisa mencari, apalagi
mempelajari teori krisisnya Karl Marx.
SI PACUL : Seadanya saja, Dam!
SI GODAM : Marilah kita mulai. Semua yang berhubungan dengan perkakas
menghasilkan, ringkasnya mesin, ditaruh oleh Marx pada garis atas. Semua yang berhubungan
dengan pemakaian (konsumsi) dibubuhnya di garis bawah.
Mesin
|
Modal mesin f 4.000,-
|
Modal gaji buruh mesin f 1.000,-
|
Nilai-Lebih (modal mesin) f
1.000,-
|
Pemakaian
|
Modal (mesin) pemakaian f 2.000,-
|
Modal Buruh (pemakaian) f 500,-
|
Nilai-Lebih (modal pemakaian) f
500,-
|
Oleh Marx modal yang ditanam dalam “mesin” itu, baik buat pembikin mesin
ataupun pembikin barang pakai, dinamainya “kapital tetap atau constant
capital”. Karena mesin itu tak berubah nilainya selama dipekerjakan, selama menghasilkan.
Modal yang ditanam dalam tenaga itu dinamainya “kapital-berubah” atau variable
capital. Karena seperti sudah diterangkan di atas memang nilainya berubah
selama dipekerjakan. Ingatlah kapas yang dilayani “tenaga” itu yang mulanya
berharga f 675,- menjadi benang yang berharga f 750,-.
SI TOKE : Tetapi sudah kau bilang lebih dahulu, mesin itu luntur juga.
SI GODAM : Memang begitu, tetapi kalau dibandingkan dengan tempo
bertahun-tahun. Bukan kalau dibandingkan dengan masanya mesin bekerja.
SI PACUL : Terangkanlah perhitungan di atas!
SI GODAM : Lihatlah dahulu angka di baris kedua! Yang f 500,- buat tenaga,
atau gaji itu mesti seimbang dengan “Nilai-Lebih” f 500,- yang berupa kain, dan
lainlain barang yang dipakai. Itulah pertukaran antara buruh dan kapitalis.
Mulanya si kapitalis memindahkan modalnya kepada buruh berupa gaji. Tenaga
buruh menukar modal tadi menjadi barang-pakai. Kemudian barang-pakai itu dibeli
pula oleh buruh buat dipakai.
SI TOKE : Pendeknya jumlah gaji buruh mesti cocok dengan jumlah harga
barang. Kalau barangnya berlebihan menjadi tertumpuk tak bisa dijual. Kalau
kekurangan, maka kaum buruh kekurangan pula, tak ada barang buat dibeli.
SI GODAM : Begitulah dalam garis besarnya. Diandaikan di sini dalam
masyarakat itu cuma ada dua golongan saja, ialah golongan buruh yang terbanyak
dan golongan kapitalis yang sedikit itu. Sekarang yang amat penting pula! Lihat
f 2000,- di garis bawah f 2000,- ini. Ialah modal yang ditanam pada mesin buat
barang-pakai manusia (kain dan lain-lain). Lihat pula di garis atas f 1000,-
ialah modal buat gaji buruh mesin yang akan bertukar rupa menjadi mesin dan
“Nilai-Lebih” berupa mesin pula seharga f 1000,- Jumlahnya f 2000,- Sekarang
mesin seharga f 2000,- di garis bawah mesti sama dengan jumlah gaji dan
“Nilai-Lebih”, jadinya f 1000,- + f 1000,- = f 2000,- (Gaji f 1000,- dan
“Nilai-Lebih” f 1000, itu keduanya menjadi berupa mesin). Seperti sudah
dibilangkan lebih dahulu, garis atas berhubungan dengan pembikinan mesin. Garis
bawah berhubungan dengan pembikinan barang-pakai. Mesin yang dibikin di atas
mesti cocok harganya dengan mesin yang dipakai buat pemakaian. Jika mesin itu
dibikin terlampau banyak, maka mesin itu kelebihan, menjadi bertumpuk-tumpuk,
tak bisa dijual lagi. Mesin tambahan itu menambah pula banyaknya hasil buat
dipakai, kain dan lain-lain. Tertumpuk pulalah kain dan sebagainya itu.
SI PACUL : Inilah namanya krisis. Si kapitalis terlampau banyak menanam
modalnya di mesin yang membikin mesin. Untung terlampau banyak mengalir ke
kantong si kapitalis. Dan untung yang berupa uang itu ditanam di pabrik ini dan
pabrik itu, sampai hasil melimpah. Timbullah krisis, banjirlah hasil.
SI GODAM : Tepat, Cul! Tetapi sebaliknya kalau modal mesin buat pemakaian,
jadi jumlah f 2000,- di atas kurang dari f 2000,00 maka hasil kurang. Rakyat
pembeli kehausan barang!
SI TOKE : Pendeknya harga mesin yang dibikin oleh Kapitalis- Mesin mesti
sama dengan banyaknya mesin yang perlu dipakai oleh Kapitalis-Barang-Pakai.
Karena barang-pakai ini terutama dibeli oleh kaum buruh maka hasil barang-pakai
mesti cocok dengan jumlah gaji, yakni jumlah uang pembeli barang-pakai tadi.
SI GODAM : Begitulah sebenarnya, Kek! Tetapi aku insyaf bahwa penerangan di
atas belum cukup. Memang seluk beluk uraian Marx tentang kapitalis itu tiadalah
bisa dimengerti begitu saja. Malah banyak orang terpelajar yang tak mengerti
Das Kapital itu. Barangkali penerangan yang lebih populer akan bisa menambah
yang kurang. Janganlah putus asa!
SI PACUL : Kasihlah juga penerangan yang populer, kalau penerangan di atas
amat susah dimengerti atau belum cukup, maka pada sesuatu kursus kami bisa
memakai penerangan yang populer itu.
SI GODAM : Paul Memberts, nama seorang ahli ekonomi, berkata: Hasil dan
pemakaian atau produksi dan konsumsi mesti seimbang. Memberts ini adalah
seorang ahli ekonomi borjuis. Tetapi dalam hakikatnya dia sama pahamnya dengan
Marx, ahli ekonomi proletar, yakni terhadap perkara krisis tadi.
SI TOKE : Cobalah beri satu simpulan tentangan wataknya KRISIS, Dam! Si
godam : Benar pula, Kek! Selama ini kita belum sampai ke sana. Memang perlu
satu simpulan yang pendek dan jitu. Aku ingat akan simpulan yang pendek jitu
itu.
SI TOKE : Keluarkan, Dam!
SI GODAM : Krisis ialah keadaan yang merupakan serba kekurangan di satu
kutub dan serta kelebihan di kutub yang lain.
SI TOKE : Memang di pihak yang banyak orangnya serba kekurangan. Sedangkan
di pihak yang sedikit orangnya serba kelebihan. Ialah kelebihan mesin, auto,
pakaian, makanan dan lain-lain.
SI GODAM : Ada pula beberapa simpulan dari pihak sosialis yang terkemuka di
Jerman yakni Hilferding. Sosialis ini menulis satu buku yang masyhur sekali di
kalangan kaum sosialis. Nama buku itu ialah Finanz Kapital. Hilferding pernah
menjadi menteri di Jerman.
SI PACUL : Manakah simpulan Hilferding itu?
SI GODAM : Barangkali Denmas atau Mr. Apal bisa memberikannya. Aku bisa
mengaso sebentar.
MR. APAL : Kalau saya tak salah Hilferding memberikan tiga simpulan penting
berhubungan dengan krisis tadi. Saya terpaksa mengutip di luar kepala.
Maksudnya kira-kira begini :
l. Lebih besar dan lebih cepat mesin itu dibutuhkan demi lebih besarnya
permintaan (demand). Yang bertambah besar buat baja umpamanya, membutuhkan
mesin penimpa baja yang lebih kuat dan lebih cepat. Tetapi mesin yang
senantiasa bertambah besar itu lebih susah mencocokkan dirinya dengan
permintaan dari pabrik di zaman manufaktur, pertukangan. Artinya itu hasil baja
lebih besar daripada permintaan baja. Demikianlah baja melimpah! Ingatlah apa
yang diterangkan oleh Godam tadi perkara harus seimbang jumlah harga f 2000,-
di garis bawah.
2. Jurang di antara apa yang seharusnya dipakai oleh kaum buruh dengan apa
yang mereka bisa pakai, semakin hari semakin bertambah besar. Karena jumlah
gaji buruh yang sebenarnya sehari demi sehari berkurang- kurang dan hasil
barang sehari demi sehari bertambah- tambah, maka kekuatan buruh itu membeli
tiadalah seimbang dengan naiknya banyak barang. Ingatlah apa yang diuraikan
oleh Godam perkara usaha kaum kapitalis mengurangkan jam kerja buat menebus
upahnya! Dalam contoh yang diberikan tadi ialah dari 6 jam ke 5 jam.
3. Produksi itu tidak saja senantiasa bertambah maju kuatnya, efisiensinya,
tetapi juga bertambah sulit. Paman kita di Kalimantan umpamanya kalau perlu
makanan, dia menengok saja ke sana-sini. Kalau terlihat ular, dengan tangan
saja dia tangkap ular itu masukan ke mulut. Tetapi sebelumnya roti sampai ke
mulut banyak tingkat yang mesti dilalui. Supaya jangan ada krisis, tiap-tiap
tingkat itu mesti memenuhi syarat. Tidak saja si tukang roti mesti mengadakan roti
tak kelebihan dan tak kekurangan buat para pemakan. Tetapi juga pabrik batu
tembok tak boleh mengurangi atau melebihi batu temboknya buat pabrik roti. Tak
pula boleh melebihi atau mengurangi perkakas dan mesin buat pabrik roti tadi.
Jadinya hasil tambang tanah liat dan tanah besi mesti tak lebih dan tak
kurang dari yang dibutuhkan oleh pabrik batu tembok dan pabrik besi atau baja.
Hasil pabrik besibaja tak pula boleh lebih atau kurang dari yang dibutuhkan
oleh pabrik pembikin perkakas memasak roti. Hasil pabrik batu tembok dan pabrik
pembikin perkakas memasak roti tak pula boleh lebih atau kurang dari kebutuhan
pabrik roti sendiri. Pabrik roti akhirnya mesti mencukupi tak boleh mengurangi
atau melebihi keperluan pemakan roti.
SI PACUL : Mana seimbangan itu bisa diperoleh, kalau begitu banyak
kapitalis tambang tanah liat dan tanah besi. Begitu banyak pula majikan pabrik
batu tembok dan pabrik besi dan baja. 1001 pula banyaknya dan perhitungannya
kapitalis pabrik membikin perkakas memasak roti. Akhirnya berapa pula
persaingan, konkurensi di antara pabrik roti di tiap-tiap kota. Satu sama lain
para kapitalis pada bermacam- macam tingkat dari tambang tanah liat atau besi
sampai ke roti sebagai hasil akhirnya tak berunding atau menghitung hasil dan
pemakaian lebih dahulu. Mereka berlomba- lomba mendapatkan dan memakai perkakas
yang sebaik- baiknya, supaya bisa menjual semurah-murahnya dan mendapat untung
sebesar-besarnya!
SI GODAM : Tepat, Cul! Itu namanya anarkisme dalam produksi, Cul. Memang
engkau ahli mamah dan tukang sekali dalam hal melaksanakan suatu paham! Tetapi
engkau sekarang agak terlampau lewat melompat. Tiga simpulan Hilferding yang
dimajukan oleh Mr. Apal tadi memang cukup buat penjelasan perhitungan Marx.
Tetapi barangkali Denmas, yang selama ini diam-diam saja barangkali ada pula
punya pelor buat ditembakkan menuju penghasilan secara kapitalis itu.
DENMAS : Memang aku sudah sediakan pelor itu. Sebenarnya pelor itu
datangnya dari pihak kaum borjuis pula. Sudahkah saudara sekalian mendengar
satu aliran di Amerika bernama “teknokrasi”?
SI TOKE : Sudah! Seorang terkemuka sekali dalam aliran itu ialah seorang
profesor dari Columbia University bernama Hesley. Aliran itu timbul di masa
krisis yang hebat sekali di Amerika, negara kapitalisme terbesar dan katanya
paling makmur itu. Kaum “teknokrat” tak percaya pada sistem parlementer. Mereka
berpendapat bahwa kaum tekniklah yang berhak mengurus Negara. Karena kaum
tekniklah yang menyelenggarakan produksi. Sebab itulah aliran itu mereka namai
“teknokrasi”. Almarhum Presiden Roosvelt ialah seorang penganut teknokrasi yang
mencoba melaksanakan aliran itu. Tetapi, Denmas, apakah paham kaum teknokrasi
tentang krisis?
DENMAS : Dalam hakikatnya mereka membenarkan simpulan Marx dalam garis
besarnya. Mereka mengakui penuh bahwa mesin dan hasil barang-pakai pada pihak
kapitalis dari hari ke hari bertambah-tambah saja. Tetapi kemajuan hasil tak
berbanding dengan kekuatan si pembeli. Kata mereka kaum teknokrat tadi, kalau
dibandingkan dengan majunya hasil, maka kurang kian berkuranglah banyaknya kaum
buruh yang menerima gaji sepadan dengan takaran hidup dalam masyarakat Amerika.
Maksud mereka adalah hasil bertambah banyak tetapi pembeli bertambah kurang. Si
kaya bertambah kaya, si miskin bertambah miskin.
SI GODAM : Rasanya sudah cukup penjelasan KRISIS itu dari segala pihak:
dari pihak Marxis ialah dari Marx sendiri, pihak sosialis, dan pihak borjuis.
Semuanya mufakat mengatakan bahwa krisis timbul disebabkan oleh gangguan
seimbangnya produksi dan konsumsi, penghasilan dan pemakaian. Keuanganpun bisa
menimbulkan atau memperhebat krisis, tetapi akan terlampau panjang kalau
perkara ini diusik-usik pula. Baiklah saya tanya, apakah saudara sekalian ingin
mendengarkan beberapa simpulan dari Maha Guru, sahabat dan teman sepembangunan
Marx sendiri? Dari Frederich Engels, yang selalu setia dengan teman
seperjuangannya, Marx, selalu tepat-jitu dalam simpulannya dan gampang pula
dimengerti.
SI PACUL : Tentu, Dam! Otakku masih kuat menerimanya! Aku tak akan meminta
saudara sekalian mengheningkan cipta buat menghormat Maha-Guru kita Engels. Aku
cuma minta beberapa simpulan Engels yang berhubungan dengan krisis.
SI GODAM : Dalam Dasar Komunisme Engels kira-kira:
l. Alat menghasilkan yang luar biasa (mesin) kita peroleh dari kapitalisme.
Tetapi kapitalisme pulalah yang menimbulkan pertentangan di antara produksi dan
konsumsi, di antara penghasilan dan pemakaian.
2. Untuk kemajuan alat (mesin) menghasilkan perlulah pula dinaikkan hasil.
Kenaikan hasil ini tidak mempedulikan para penghasil dan para pemakai hasil
itu. (Jadi maksud Engels, kalau ada seorang kapitalis mendapatkan mesin baru,
maka dia naikkan saja hasilnya dengan mesin baru itu. Dia tiada mempedulikan
apakah hasilnya sendiri ditambah hasil para kapitalis lain melebihi keperluan pemakai.
Juga tiada dia pikirkan apakah hasilnya yang banyak dan murah itu membunuh
perusahaan para kapitalis temannya).
3. Entah dapat atau tidaknya pasar, mesin raksasa zaman sekarang mesti
meneruskan produksi buat menghindarkan kelunturan mesin (Di masa sekarang,
memang diakui sungguh ahli ahli ekonomi dan teknik, bahwa mesin yang telantar
itu amat merugikan kalau dipandang dari pihak kelunturan saja).
SI PACUL : Habislah pembicaraan kita ini tentang krisis kalau Mr. Apal mau
membentangkan bagaimana lakonnya Krisis itu.
MR. APAL : Baik saya pendekan saja.
l. Barang melimpah, sebab itu harganya turun dan untung merosot.
2. Pabrik terpaksa ditutup sebab tak menguntungkan lagi. Penganggur
memuncak.
3. Kaum saudagar juga memperhentikan berdagang.
4. Para pemegang saham, yang sudah merosot kurs sahamnya berebut-rebut
menjual sahamnya, dari industri berat dan ringan.
5. Para bankir menuntut piutangnya.
SI GODAM : Krisis itu dahulu terjadi sekali 10 tahun. Tetapi sekarang
bertambah cepat dan bertambah hebat lagi. Bukankah pula mesin itu setahun demi
setahun bertambah kuatcepat? Sepadan dengan itu putaran (cycle) KRISIS itu
bertambah cepat pula.
III. Produksi Anarkis
DENMAS : Kalau kulihat sepintas lalu, mesin itu “celaka 13” buat masyarakat
manusia. Kuakui penuh bahwa mesin itu banyak membawa kemajuan. Banyak sekali,
tak perlu kusebutkan semuanya. Ingatlah saja kelaparan di satu daerah terpencil
dan kurus tanahnya bisa ditolong dengan cepat. Karena kapal atau kereta api
dengan segera bisa mengangkut makanan dan obat ke tempat yang ditimpa
marabahaya. Persatuan dari beberapa bangsa yang dulunya tak kenal- mengenal
satu sama lain atau bermusuh-musuhan bisa ditimbulkan atau ditambah-tambah.
Tetapi bukankah pula majunya mesin mempercepat datangnya dan memperdalam
hebatnya KRISIS? Selain dari itu memperbanyak korban manusia dalam peperangan?
Perhatikan sajalah akibat bom atom dan mortir, bom dan peluru Inggris di kota
Surabaya kita ini. Tidakkah lebih aman masyarakat berdasarkan tenaga belaka?
Bukankah pula menurut angka-angka Marx tadi modal f 50,00 ditaruhkan pada
modal-tetap untungnya lebih besar daripada modal f 90,00 modal tetapnya? Yang
pertama mendapat untung f 25,00, yang kedua cuma f 5,00 kalau persennya
sama-sama 50% dan jumlah modal f 100,00.
MR. APAL : Sekarang Denmas, baiklah saya yang menjawab. Tak kusangka engkau
makan dalam begitu! Memang “tenang itu menghancurkan” kata pepatah Indonesia.
Rupanya, Denmas, engkau masih terpaut oleh feodalisme!
DENMAS : Oh, jangan begitu, Pal!
MR. APAL : Kalau sebelum David Ricardo, ahli ekonomi Inggris itu, engkau
berkata begitu, memang cocok dengan zaman seperti Ningrat. Engkau akan
pertahankan mati-matian sistem memakai tenaga di bidang pertanian, karena
persen untungmu sebagai kapitalis-tanah-perseorangan yang memakai tenaga memang
lebih tinggi dari persen kaum industrialis yang memakai mesin, maka engkau akan
meminta perlindungan dan hak luar-biasa pada Negara. Engkau akan menjadi orang
yang berhak luar biasa! Dalam bahasa awak namanya ini Ningrat!
DENMAS : Ke mana aku kau bawa, Pal?
MR. APAL : Lihatlah kembali perhitungan Marx! Bukankah keuntungan bertinggi
berendah itu di pasar persaingan dipukul rata? Yang tinggi direndahkan dan yang
rendah ditinggikan? Di pasar “merdeka” (pasar bebas) —yakni merdeka buat kaum
borjuis—persaingan itu mesti berlaku atas semua modal. Baikpun untungnya modal
pabrik si industrialis ataupun untungnya modal Ningrat, yang ditanamnya di
tanah itu mesti “dipukul” sampai rata. Yang lari ke parlemen itu ialah mereka
yang tak mau dipukul-ratakan. Mereka memakai undang-undang istimewa buat
melindungi dirinya. Dalam politik itu namanya kekolotan, konservatif.
DENMAS : Kekolotan?
MR. APAL : Memang kaum ningrat tulen itu kolot, mau memegang yang lama.
Dalam dunia politik itu berarti meminta perlindungan, meminta hak istimewa.
Dalam pertanian, itu berarti memakai tenaga saja atau perkakas yang dijalankan
oleh tenaga saja, pacul umpamanya, oleh budak atau setengah budak.
DENMAS : Lho! Kenapa sampai begitu, Pal!
SI PACUL : Memang pacul itu —bukan aku, lho!—lebih murah harganya dari
traktor! Jadi bukankah nyata modal yang ditanam pada perkakas (pacul) itu lebih
rendah persennya dari yang ditanam pada traktor?
DENMAS : Ya, tetapi.............
SI TOKE : Tetapi apalagi, Denmas? Aku pun sudah mengerti betul bahwa negara
berdasarkan perkakas dijalankan dengan tenaga itu kolot, kaum ningratnya takut
sama mesin. Tetapi bukankah itu mengenai pahammu yang pertama?
DENMAS : Paham yang mana pula, Kek?
SI TOKE : Engkau memuji mesin, karena mesin bisa menolong bahaya kelaparan
dengan cepat. Tetapi bisakah kelaparan di Bojonegoro umpamanya ditolong kalau
seperti di zaman Ken Arok padi itu mesti dipikul dari Indramayu oleh manusia
atau oleh kerbau? Apakah kerisnya Ken Arok saja bisa melawan tank baja atau
kapal terbangnya Inggris?
DENMAS : Dalam semua hal ini aku mengalah. Tetapi aku tidak kolot, lho! Dan
aku mau tanya, apa baiknya mesin yang membawa penyakit krisis tiap-tiap 10
tahun malah kurang dari itu?
SI GODAM : Rupanya Denmas mau memegang terus pendiriannya walaupun sudah ke
pinggir jurang.
DENMAS : Wah, ini hari rupanya panas sekali buat aku. Mulanya Mr. Apal,
kemudian Toke, sekarang engkau Dam yang mendorong aku. Baiklah, kalau kau bisa
kalahkan aku dalam perkara terakhir ini, aku akan bertekuk lutut. Kuulang lagi:
apa baiknya mesin yang membawa krisis tiap-tiap 10 tahun, malah kurang dari
waktu yang sebegitu?
SI GODAM : Ini pertanyaan memang tak bisa dijawab dengan satu atau dua
kalimat saja. Aku mesti sedikit memberi penerangan.
DENMAS : Itulah yang saya kehendaki, Dam.
SI GODAM : Sendirinya mesin itu adalah satu BAHAGIA buat masyarakat
manusia. Tetapi ditaruh dan dipakai dalam suasana kapitalisme, maka mesin itu
memperlihatkan keburukannya. Ditilik dari penjuru politik dan sosial, maka
dasarnya masyarakat borjuis, yang sedemokratis-demokratisnya pun ialah
perseorangan, “individualisme”. Dihubungkan dengan perekonomian, maka ini
berarti “hak milik perseorangan”. Seterusnya penghasilan perseorangan. Kalau
dihubungkan pula dengan kemerdekaan, maka dalam perekonomian, si borjuis
menuntut “kemerdekaan” buruh menjual tenaga, kemerdekaan seseorang majikan
mengatur gaji, kemerdekaan memilih membeli barang di pasar yang merdeka pula.
SI PACUL : Memang dunia demokratis borjuis itu penuh, penuh dengan suara
kemerdekaan di samping perseorangan. Kalau begitu tiap-tiap kapitalis
berlomba-lomba pula-mencari “untung” semau-maunya dengan tiada mempedulikan
nasib si buruh atau kebutuhan ramai atas hasil. Mereka itu berlomba-lomba
masing-masing menghasilkan dengan tiada menghitung keperluan masyarakat
seluruhnya dan berhubung dengan ini tidak berembuk lebih dahulu dengan
teman-temannya.
SI GODAM : Paling tepat, Cul. Yang kaubilang paling belakang ini namanya
Produksi Anarkis. Anehnya pula Sang Borjuis mempunyai kaum cerdas, ada yang
namanya profesor dalam ekonomi yang mempertahankan sistem yang lapuk menyolok
mata itu. Akan terlampau panjang kalau di sini saya mesti membentangkan dan
membantah semua “dalil” ilmu ekonomi mereka itu.
SI PACUL : Coba sebutkan tiangnya saja ilmu ekonomi mereka itu!
SI GODAM : Menurut mereka, hasrat mencari untung itu (profit motive)
menghasilkan dengan merdeka secara anarkis-persaingan, kemerdekaan dan
biar-membiarkan (laissez-faire istilahnya). Semua inilah yang sebenarnya
menimbulkan yang dituju, yakni kemakmuran bersama.
SI PACUL : Apa yang dimaksudkan dengan kemakmuran bersama itu?
SI GODAM : “Hasil banyak dan harga murah.”
SI PACUL : Adakah bahagia lain selain kemakmuran bersama itu?
SI GODAM : Ada! Pertama kemenangan mereka yang cakap. Dalam bahasa Charles
Darwin ialah “the survival of the fittest”. Kedua, penemuan baru (invention).
Ketiga bahwa kemakmuran tiap-tiap orang menjamin kemakmuran bersama. Maksudnya,
kalau tiap-tiap orang menjaga kemakmurannya sendiri, maka masyarakat seluruhnya
akan sendirinya terjaga kemakmurannya.
SI PACUL : Tetapi apa gunanya “barang banyak dan murah” kalau kaum buruh
itu tak bisa beli lagi? Bukankah kalau barang kelak terlampau banyak dan
terlampau murah, si majikan tak beruntung lagi dan pabriknya ditutup? Dengan
begitu kaum buruh menganggur, tak cakap membeli apaapa lagi? Akibatnya ialah
barang banyak tadi dibuang saja. Masihkah ingat gandum di Amerika yang
dibutuhkan oleh kaum buruh miskin itu dibuang ke laut atau dibakar dalam ketel
lokomotif karena melimpah? Apakah yang terjadi dengan minyak tanah di Indonesia
di zaman krisis?
SI GODAM : Katanya pula “hasrat” keuntungan itu memberi kemenangan pada
yang cakap. Tetapi yang sebenarnya cakap itu cuma satu dua orang saja. Biasanya
yang digelari cakap itu ialah anak orang kaya yang mempusakai harta bapaknya
atau tamat sekolah tinggi karena bapaknya mampu membayar. Banyak pula di antara
yang tak cakap namanya atau buta huruf itu ialah karena tak mempunyai apa-apa
dan tak mampu membayar ongkos sekolah.
SI PACUL : Perkara bahagianya kapitalisme, yaitu kemakmuran tiap-tiap orang
itu menjamin kemakmuran bersama aku sudah lihat kebohongannya. Ini memang benar
dalam suasana kapitalisnie. Yaitu kalau tiap-tiap orang mendapat kesempatan
buat maju. Dalam hal ini memang kemakmuran tiap-tiap orang akan menjamin
kemakmuran bersama, yaitu kalau tiap-tiap anak diberi kesempatan masuk sekolah
yang cocok dengan wataknya. Dan tiap-tiap orang boleh mengerjakan pekerjaan
yang cocok dengan kecakapannya dan keperluan masyarakat seluruhnya. Dengan begitu
memang hasil akan berlipat ganda dan bermanfaat buat tiap-tiap orang yang
kerja.
MR. APAL : Sang Profesor Borjuis juga pintar. Ditaruhnya kesalahan itu di
pihak buruh. Katanya kalau Pakbon (serikat buruh) tidak menuntut tambah gaji,
maka undang-undang alam akan berjalan sendirinya dalam ekonomi, kemakmuran
tiap-tiap orang akan terjaga.
SI GODAM : Kalau dibiarkan si kapitalis bertindak semau-maunya hidup buruh
akan terdesak kembali ke hidup hewan atau setengah hewan seperti di masa
Revolusi Industri Inggris. Baca sajalah Das Kapital karangan Marx dan buku
karangan Engels tentang keadaan buruh di Inggris di masa itu. Pakbon itu adalah
senjata buruh buat membela nasibnya terhadap para majikan yang bersatu dan
dilindungi pula oleh undang-undang, polisi, dan kehakiman Negara, dan yang
selalu berniat merendahkan gaji buruh dan menambah lamanya kerja.
MR. APAL : Kata profesor itu pula: Apa salahnya terus-menerus si kapitalis
menghasilkan mesin buat membikin barang-pakai. Dengan begitu harga barang itu
senantiasa turun. Semua orang bisa membeli.
SI GODAM : Pembagian hasil itu tak seimbang. Kebanyakan hasil pergi ke kaum
kapitalis. Kalau terlampau banyak pergi ke si kapitalis dan sedikit pergi ke
kaum buruh, dengan apakah kaum buruh beli hasil yang melimpah itu? Bukankah ini
asalnya krisis? Ialah disebabkan pembagian hasil tak seimbang. Bagian si
kapitalis yang berupa untung itu ditanam pada modal membikin barang-pakai dan
ditanam terus-menerus. Tetapi dengan apa dibeli kalau bagian kaum buruh cuma
sedikit, kian sedikit?
MR. APAL : Akhirnya kata si profesor: Kalau gaji buruh itu rendah, ongkos
rendah pula. Dengan begitu jualan rendah pula!
SI GODAM : Rupanya begitu! Tetapi jualan itu tiada semata-mata bergantung
kepada ongkos saja. Bagaimanakah kalau kaum kapitalis kumpulan, monopoli
namanya? Dengan monopoli itu dia bisa tetapkan jualan semau-maunya saja!
SI PACUL : Umpamanya kita monopoli kina atau timah di dunia ini, kalau
seandainya kita tawarkan timah f 1000,00 sepikul, atau kina f 100,00 sebiji
bagaimana! Saya pikir bangsa Indonesia tak mempunyai darah monopolis itu!
DENMAS : Kalau kita kuat di laut, di darat, dan di udara, tentu negara lain
mesti beli!
SI GODAM : Itulah dia! Karena monopoli itu tahu bahwa dia menguasai
produksi suatu barang, maka dia kuasai pula harga barang itu. Dia coba mencari
untung yang sebesar-besarnya. Untung itu paling besar kalau banyak barang
disusutkan, jadi harganya bisa dinaikkan.
SI PACUL : Terangkan dulu, Dam!
SI GODAM : Oleh karena intan dan mas itu sedikit sekali ada di dunia ini
dan susah pula mengerjakannya, maka harganya tinggi sekali. Selama air itu
mengalir dari sumbernya terusmenerus, maka air itu di tempat itu hampir tak ada
harganya. Tetapi alangkah tingginya harga air di gurun pasir. Ringkasnya
politik monopoli ialah “hasil sedikit harga mahal”. Bertentangan dengan dalil
profesornya yang mengatakan, bahwa cara penghasilan kapitalisme itu, dengan
tujuan “mencari untung” ialah: “hasil banyak dan harga murah”.
SI PACUL : Sekarang rasanya kita sudah cukup jauh membicarakan apa yang kau
sebutkan “Produksi Anarkis” itu, yakni: menghasilkan semau-maunya saja dengan
tak ada perundingan dan perhitungan lebih dahulu satu sama lainnya. Jadi
kulihat akibatnya “Produksi Anarkis” itu ialah PERSAINGAN hebat antara
kapitalis dan kapitalis dalam satu negara.
MR. APAL : Selanjutnya ialah persaingan satu negara kapitalis dengan negara
kapitalis yang lain. Tiap-tiap negara kapitalis berlomba-lomba menanam modal di
negara yang lemah, memonopoli bahan di negeri lemah itu buat perindustrian
Negara Induk dan monopoli pasar negara lemah buat penjualan barang industri
Negara Induk.
SI GODAM : Perlombaan itulah yang dinamai imperialisme. Perlombaan
imperialisme ini berakhir pada perang imperialisme, peperangan merebut jajahan
buat dijadikan pasar bahan dan barang pabrik serta buat menanam modal.
SI PACUL : Memang kalau begitu produksi anarkis itu berakhir pada
peperangan imperialisme. Tetapi dengan majunya monopoli, bukanlah perseorangan
itu atau menghasilkan dan menjual semau-maunya seseorang anggota monopoli itu
sendirinya terhenti? Bukankah aturan yang diikut oleh seseorang anggota
monopoli itu: satu buat semua dan semua buat satu?
SI GODAM : Tepat, Cul! Pintar lu Cul! Memang dalam dirinya sendiri satu
monopoli itu, anggotanya kerja bersama satu dengan yang lain. Tetapi perjuangan
yang lebih hebat terjadi pula di antara satu monopoli dengan monopoli lain.
Dalam satu negara seperti Amerika, satu monopoli yang berbentuk trust berjuang
dengan trust lain dalam negara itu buat merebut pasar dalam negeri. Di antara
negara dan negara berjuang pula satu Trust Raksasa lain. Begitulah kita kenal
di sini perjuangan Kongsi Minyak Amerika Standard Oil dengan Gabungan Kongsi
Minyak Belanda-Inggris, yakni Royal Dutch atau B.P.M. buat monopoli pasar di
Indonesia ini.
SI PACUL : Kalau begitu produksi anarkisme itu berlaku dalam suasana yang
lebih hebat lagi. Ringkasnya pada Kapitalisme itu melekat perseorangan,
penghasilan anarkis, imperialisme, dan perang ...... buat mencari keuntungan.
IV. Rencana Ekonomi
SI GODAM : Sebenarnya aku mau pakai sebagai pokok perkara ini istilah
Ekonomi Terkendali, bukan Rencana Ekonomi.
SI TOKE : Apa bedanya, Dam?
SI GODAM : Istilah Terkendali itu mau kupertentangkan dengan Anarkis yang
berarti semau-maunya, jadi “tidak” terkendali. Tetapi sebab istilah Rencana
Ekonomi ini sekarang sudah lazim dipakai, maka akupun turut memakainya. Tetapi
janganlah dilupakan bahwa yang kumaksudkan dengan Rencana Ekonomi itu ialah
Ekonomi yang dijalankan menurut rencana.
SI PACUL : Baik juga lebih dahulu kau jelaskan, Dam, apakah maknanya
Ekonomi. Sampai sekarang buat aku perkataan Ekonomi masih kabur.
Seboleh-bolehnya kau pakai sedikit perkataan saja.
SI GODAM : Ekonomi itu berurusan dengan produksi dan distribusi.
SI TOKE : Jitu, tepat, Dam, itulah yang terutama.
MR. APAL : Buku profesor borjuis menarik-narik lain perkataan lagi, seperti
pengangkutan dan keuangan. Tetapi memang yang menjadi pokok perkaranya produksi
dan distribusi itulah!
SI PACUL : Jadi tegasnya Rencana Ekonomi ialah usaha mengatur produksi dan
distribusi. Atau dalam bahasa awak ialah: Usaha mengatur penghasilan dan
pembagian hasil buat Negara. Dalam dunia Kapitalisme Ekonomi itu, penghasilan
dan pembagian itu tak diatur, liar. Dalam masyarakat kapitalisme maka manusia
itulah yang dikendalikan oleh ekonomi. Bukannya ekonomi itu yang dikendalikan
oleh manusia.
DENMAS : Engkau ini rupa-rupanya darah ahli filsafat pula, Cul!
SI GODAM : Aku sudah bilang, pikirannya Pacul segar bugar seperti buah
jeruk di desanya.
SI PACUL : Wah, bukan main!
SI TOKE : Sebelum melanjutkan percakapan kita ini, saya mau bertanya apakah
yang mengacaukan perhitungan para kapitalis pada suatu KRISIS? Tentulah si
kapitalis juga tidak sama sekali menerima pasif saja dalam usaha mencocokan
hasil dengan pemakaian, produksi dengan konsumsi.
MR. APAL : Memang, Kek, mereka para kapitalis ada memakai perhitungan juga.
Tetapi celaka 13, karena yang punya perusahaan itu banyak sekali orangnya dan
berlain-lain pula kemauannya. Kata pepatah: Kepalanya saja sama berambut,
tetapi pendapatnya berlain-lain. Lagipula menurut paham Sang Profesor tiap-tiap
pembeli itu adalah satu mahluk yang “ekonomis”. Makna kasarnya ialah satu
makhluk yang selalu bisa memilih apa yang patut dibeli menurut kekuatan
membelinya dan apa yang tidak. Selalu si pembeli itu katanya bisa menghitung
berapa dia bisa membelanjakan buat makanan atau barang yang terpenting itu.
Buat pakaian dan lain-lain barang yang kurang penting itu. Buat kaus kaki ialah
kemewahan sederhana. Buat palmbeach ialah kemewahan sedang. Buat auto sedan
ialah kemewahan tuan besar. Dalam hal makanan pun beberapa tingkatnya pula
keinginan itu. Bandingkan sajalah keinginan dan pembelanjaan uang buat nasi
sama lombok, nasi sama perkedel, nasi sama corned-beef atau sardin. Nah,
menurut Sang Profesor, si pembeli, sebagai mahluk yang ekonomis tahu benar
menyelenggarakan belanjanya. Dengan begitu konsumsi itu bisa diketahui lebih
dahulu. Tetapi dalam praktiknya si pembelanja itu sama anarkisnya dalam
berbelanja dengan si kapitalis yang menghasilkan. Si pembelanja tak berembuk
lebih dahulu dengan teman-temannya. Begitu pula si kapitalis mengurus hasil
menurut perhitungan sendiri-sendiri saja.
SI PACUL : Jadi kalau begitu aku sekarang bisa menyimpulkan maksudnya
Ekonomi Teratur atau Rencana Ekonomi itu.
DENMAS : Tampillah ke muka, Cul!
SI PACUL : Rencana Ekonomi ialah usaha merencanakan penghasilan, pembagian
hasil, dan gaji. Kalau gaji tak direncanakan lebih dahulu bagaimana ahli
rencana mencocokan dengan hasil. Lebih dahulu jumlah gaji sekalian buruh mestinya
dicocokan dengan jumlah hasil. Satu liter beras hasil diadukan dehgan 5 sen
gaji. Satu kilo kain hasil dicocokan pula dengan 15 sen, dsb. Kalau jumlah
hasil dan jumlah gaji sudah cocok dalam perhitungan dalam rencana, barulah
rencana tadi dipraktikkan.
SI TOKE : Bukankah perkara Hak-Milik dipecahkan lebih dahulu? Bagaimana
bisa diadakan rencana sebelum semua pabrik, bengkel, tambang, kebun dan
sebagainya lebih dahulu dikumpulkan?
SI GODAM : Memangnya semua mata pencaharian lebih dahulu seharusnya dijadikan
harta bersama. Bolehkah saya pakai istilah saya sendiri buat menggambarkan
usaha semacam itu?
MR. APAL : Kalau memang tepat-pendek, apa salahnya, Dam! Apakah istilah
yang hendak kau pakai itu?
SI GODAM : Menyita dan memakai mata-pencaharian itu buat masyarakat, saya
mau pendekan saja dengan istilah: memasyarakatkan.
DENMAS : Kalau begitu bukan saja mata-pencaharian, atau alatpenghasil yang
mesti dimasyarakatkan lagi. Kehidupan sosial sendiri, bukankah mesti
dimasyarakatkan pula. Bagaimana bisa diadakan rencana kalau tiap-tiap pembeli
dan penghasil masih berdiri atas perseorangan?
SI GODAM : Tepat, Denmas. Jadi simpulan Sang Pacul tadi baik kita
sempurnakan saja begini...
SI PACUL : Kenapa pula “Sang”, Dam? Bukankah Pacul saja sudah cukup? Tetapi
aku tak akan ambil pusing sama gelaran yang dalam wayang diberikan pada Arjuna
itu. Berilah saja simpulan yang sempurna buat Rencana Ekonomi itu.
SI GODAM : Rencana Ekonomi ialah daya-upaya memasyarakatkan Alat-Penghasil,
Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup Sosial.
SI TOKE : Jadi lima perkara ada terkandung di dalamnya.
DENMAS : Tepatlah kurasa penetapan Godam tentang Rencana Ekonomi itu!
Tetapi aku mau tahu pula, bagaimanakah hubungan Negara dengan suatu Rencana
itu.
MR. APAL : Memang Rencana Ekonomi itu sudah dijalankan di negara komunis,
ialah Rusland. Kemudian di negara fasis, ialah Jerman dan Italia, pun di negara
demokratis, seperti Amerika. Ekonomi Anarkis itu dicoba ditukar dengar Ekonomi
(sedikit) Teratur, ialah dengan NEW DEAL-nya Roosevelt. Berhubung dengan
derajat pemusatan kekuasaan di negara yang demokratis dan tidak demokratis,
maka pemusatan kekuasaan buat mengukur ekonomi adalah bertinggi rendah pula. Di
negara komunis semua mata pencaharian disita oleh Negara. Di Amerika dan negara
fasis hak milik diakui terus.
SI PACUL : Terangkan bagaimana tinggi rendahnya kekuasaan mengatur Rencana
itu?
MR. APAL : Di Negara Amerika Serikat itu pada lahirnya, ialah menurut
undang-undang, maka hak dan kekuasaan itu memang dibagi-bagi: Pertama antara
rakyat dan pemerintah, kedua antara tiga badan pemerintah, ialah kekuasaan
membikin Undang-undang, menjalankan Undang-undang dan Pengawasan Undang-undang.
Ketiga di antara masing-masing Staat (negara bagian) dan Amerika Serikat.
SI TOKE : Jadi di Amerika, kekuasaan itu tidak begitu terpusat pada
pemerintah. Sebagian juga ada di tangan rakyat, terutama di tangan para
hartawan.
MR. APAL : Begitulah dia! Itulah sebabnya maka di Amerika, pemerintah itu
tak berani campur tangan langsung ke dalan urusan Rencana Ekonomi di sana. Para
Kapitalis menerima usul Pemerintah Roosevelt, tetapi mereka kapitalislah yang
mempraktikkan ekonomi itu. Simpulan Godam di atas tak berlaku buat Amerika. Di
masyarakat fasis, kekuasaan itu terpaut pada pemerintahnya borjuis kecil.
Pemerintah fasis memaksa kaum kapitalis menjalankan rencana yang dibikin oleh
Pemerintah secara fasis. Di masyarakat fasis simpulan Godam di atas sedikit
lebih berlaku daripada di Amerika. Di masyarakat sosialis, ialah Rusia,
pemasyarakatan Alat Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup
Sosial memang cocok dengan yang dimaksudkan oleh Godam tadi.
SI TOKE : Baik juga Dam, kau uraikan serba sedikit Rencana Ekonomi di
Negara Demokratis, Negara Fasis, dan Negara Komunis tadi.
A. NEW DEAL
SI GODAM : Baik kita tentukan lebih dahulu dalam suasana mana lahirnya NEW
DEAL itu.
MR. APAL : Pada tahun 1929 Kapitalisme Dunia sampai pula ke puncak musim
BAHAGIA-nya. Kita masih ingat bahwa dari masa penghabisan Perang Dunia ke I
sampai kira-kira tahun 1923 Kapitalis Dunia menarik-narik napas. Dari tahun
1923 roda kapitalisme mulai berputar kencang kian kencang sampai ke tahun 1929.
Sesudahnya tahun 1929 timbul lagi musim kemarau ialah KRISIS yang paling hebat
buat Kapitalisme Dunia. Amerika Negara yang memiliki hampir 100% mas dunia,
menghasilkan barang penting seperti besi baja mesin, minyak tanah, auto,
gandum, rata-rata lebih dari 60% jumlah produksi seluruh dunia dan berpiutang
kepada seluruh dunia tiadalah luput dari krisis. Sebelas juta buruh berkeliaran
di jalan raya Amerika. Kalau seandainya tiap-tiap buruh mempunyai satu istri
dan satu anak saja, maka lebih kurang 33 juta manusia terlantar. Artinya 25%
dari seluruh penduduk. Di mana letaknya kemakmuran Amerika itu!
SI GODAM : Dalam keadaan semacam itu Amerika tak mempunyai partai Sosialis
yang membahayakan. Persoalan dalam negeri ialah New Deal atau Old Deal.
Kapitalisme didorong atau Kapitalisme lama dibiarkan.
DENMAS : Baru buat saya terjemahan semacam itu, Dam! Didorong bagaimana dan
dibiarkan bagaimana? Bukankah New Deal itu satu Rencana Ekonomi?
SI GODAM : Memang satu rencana, tetapi rencana secara Amerika. Kapitalisme
di sana memang tak bisa jalan. Tetapi belum lagi remuk. Seperti oto, mesinnya
yang penting masih baik. Cuma bensinnya kebanyakan atau di sana-sini bagian
yang rusak. Dia tidak bisa “start” sendirinya. Mesti didorong lebih dahulu,
baru mesinnya kerja lagi ...
SI PACUL : Kalau kubiarkan, Dam, engkau terus menerus mengukir gambaranmu
itu, aku nanti menjadi pusing. Kembalilah engkau kepada contoh yang nyata.
SI GODAM : Kita sudah rundingkan keadaan kapital dalam krisis. Semuanya
hasil melimpah! Mesin pembikin mesin kebanyakan. Mesin pembikin barang-pakai
kelebihan. Barangpakai melimpah. Dalam hal semua barang berlebih itu kaum buruh
dalam kelaparan dan kebutuhan. Sebab dalam keadaan semua berlebih itu, harga
barang turun, si majikan rugi, pabrik ditutup jadi kaum buruh diusir.
“Seandainya” kalau 11.000.000 itu dulu menerima gaji pukul rata 5 dolar saja
atau f 12,50 sehari, berapakah merosotnya jumlah gaji yang diterima kaum buruh
Amerika dalam sehari?
SI PACUL : f 137.500.000,- Barangkali lebih dari itu.
SI GODAM : Hitunglah banyak barang yang dibeli dengan f 137.500.000,-
sehari saja! Dengan begitu timbullah pertanyaan dalam pikirannya Presiden Roosevelt
& Co.
l. Apakah mesti dibiarkan saja barang yang melimpah itu rusak sendirinya?
2. Atau apakah tidak baik dimasukkan uang kembali ke kantong kaum buruh
sebanyak f 137.500,000,- sehari?
Kalau jalan pertama yang diturut, maka itu namanya “old deal”, jalan lama,
peraturan lama. Biarkan saja mesin berlebih itu rusak atau lemparkan. Biarkan
saja gandum, kain, kromofon rusak atau dirusakkan saja. Biarkan saja toko yang
tak tahan lagi bangkrut. Carilah akhirnya barang baru yang bisa membangunkan
pabrik baru, permintaan baru dan pembeli baru, seperti “lipstik”, “karet
dimamah” dan sebagainya. Dengan adanya permintaan baru atas barang baru itu,
satu atau dua pabrik baru bisa dibangun dan digerakkan. Roda ekonomi yang
berhenti itu siapa tahu bisa bergerak lagi, bisa “start” lagi seperti oto kita
tadi. Akhirnya diharap supaya roda ekonomi bisa berjalan seperti biasa.
SI PACUL : Itu Old Deal. Itu jalan lama. Kalau jalan baru, New Deal,
bagaimana?
SI GODAM : Kalau jalan baru? Seperti dibilang di atas. Masukkan kembali
uang ke dalam kantong perusahaan yang menarik napas karena setengah bangkrut,
dan persenkan uang pada kaum buruh.
SI PACUL : Benar persenkan uang begitu saja?
SI GODAM : Engkau tak dengar berapa uang dicetak, ketika Roosevelt baru
diangkat jadi Presiden? Uang dikasihkan sama bankir yang hampir bangkrut,
kepada industri yang berutang menarik-narik napas. Jadi si bankir yang hampir
bangkrut dan industrialis yang setengah mati bisa hidup kembali. Aku lupa
apakah dikasihkan dengan percuma atau dipinjamkan dengan tak pakai bunga.
Tetapi sama saja, Roosevelt isi kantongnya bankir dan industrialis. Juga dia
isi kantongnya tuan tanah yang berutang. Pula isi kantongnya proletar mesin dan
tanah. Aku benar tak bisa tahu apakah semuanya dikasihkan dengan percuma. Tetapi
aku tahu baik juga kalau dikasihkan dengan percuma. Yang aku pasti tahu, ialah
Roosevelt membuka perusahaan baru, ada yang berupa industri buat barang-pakai.
Tetapi terutama dia membuka bangunan baru. Presiden Roosevelt asyik membangun
gedung ini dan gedung itu buat umum, jalan raya, terusan air, taman (tempat)
buat ngaso dsb.
SI TOKE : Kalau begitu tiadakah, pertama, industri lama akan mendapat
persaingan hebat dari industri baru, industri bikinan Roosevelt? Kedua,
tiadakah nanti akan terlampau banyak gedung ini dan gedung itu, taman ini dan
taman itu?
SI GODAM : Memang begitu, Kek! Sebentar saja sesudah Roosevelt bertindak,
industrialis lama menjerit-jerit dan memprotes terhadap industri baru yang
didirikan oleh Roosevelt. Bukankah perseorangan dan persaingan terus tetap
walaupun Amerika sekarang mempunyai New Deal? Didesak oleh protes itu, sebagai
“demokrat” dan dalam hakikatnya penganut kapitalisme maka Roosevelt mesti
indahkan protes kaum industrialis itu. Aku tak tahu benar pada bagian industrialis
mana sebenarnya Roosevelt memihak. Tetapi bagaimana juga ia tak mau bersaing
terus dengan para industrialis yang terjepit oleh New Dealnya tadi! Dia makin
lama makin lari kepada caranya uang, kepada bangunan ini bangunan itu, sampai
gedung, jalan dan kebun yang dibikin itu akhirnya kebanyakan pula.
MR. APAL : Tetapi kapitalis tanah menyusutkan hasil dan meninggikan harga
hasil. Pun industrialis mengadakan politik restriksi seperti sudah kita kenal
juga di Indonesia dan semua negara yang ada monopoli. Jadi banyaknya kaum buruh
direstriki, dibatasi pula. Dengan begitu maka jumlah gaji dan daya beli
terbatas pula.
SI TOKE : Tetapi umumnya roda industri mulai bergerak lagi.
SI GODAM : Memang begitu! Tidak saja “start” tetapi terus jalan. Sesudah
jalan maka si tukang dorong otoindustri tadi, yakni Roosevelt, berhenti.
Bukankah ia cuma mendorong saja. Dorongannya tadi tak perlu diulang lagi karena
ketika Perang Dunia Kedua ini pecah di tahun 1939 maka Perang Dunia itulah yang
terus mendorong Kapitalisme Amerika itu.
SI PACUL : Nah, Dam! Sekarang engkau yang mendorong aku bertanya: “Dengan
apa pula Perang Dunia Kedua itu mendorong industri Amerika?”
SI GODAM : Permintaan Amerika sendiri dan Negara Serikat seperti Inggris,
Perancis, Tiongkok dan Rusia atas bahan makanan dan mesin seperti kapal
terbang, oto, kapal perang, tank, meriam dsb, sekarang luar biasa besarnya.
Permintaan sebesar itu buat perang disertai pula oleh keluarnya rakyat dewasa
Amerika buat berperang di sekalian medan perang. Kaum menganggur sekarang
semuanya dipakai. Malah mereka tiada lagi mencukupi. Industri Amerika terpaksa
membawa perempuan ke dalam pabrik lebih dari yang sudah-sudah, didorong oleh
besarnya permintaan dari semua penjuru.
SI PACUL : Rupanya engkau Dam, terus didorong oleh “Kapitalisme Didorong”
atau New Deal itu! Hentikanlah menguraikan “Kapitalisme Didorong” itu! Baiklah
engkau berikan pemandangan tentang Rencana Ekonomi fasis.
B. RENCANA EKONOMI FASIS
SI PACUL : Sebelum kudengarkan uraiannya Godam tentang Rencana Ekonomi
fasis itu, aku sudah bisa terka perkara apa yang hendak diselidikinya lebih
dahulu.
SI TOKE : Coba tuliskan di atas kertas saja! Gulung saja dahulu kertas itu!
Nanti kita baca bersama-sama, Cul! Kalau-betul terkaanmu itu aku akan kasih
gelar engkau ini “pawang”. Sekarang Dam, tuliskan apa perkara yang hendak
kauselidiki lebih dahulu itu! Nanti kita bandingkan dengan apa yang dituliskan
oleh Pacul!
DENMAS : Mari kubuka kedua kertas itu. Lho, sama sama tertulis: SUASANA.
SI TOKE : Cul, Pawang Pacul, engkau betul jempol!
SI PACUL : Cuma perkataan “pawang” itu tak sedap di telinga aku. Aku bukan
menerka, lho. Aku selama ini mempelajari cara Godam berpikir.
MR. APAL : Perkara “suasana” di Jerman sesudah kalah di masa Perang Dunia
Pertama dan sebelum Partai Fasis tahun 1932 naik memegang kendali pemerintah,
kita semua masih ingat. Perkara kemelaratan Rakyat Jerman, tak perlu
dikemukakan lagi kekacauan politik. Pernah malah partai komunis dan sosialis
kalau digabungkan bisa mendapat suara lebih dalam parlemen Jerman. Bencana yang
menimpa Jerman, terutama sekali menurut pahamku ialah karena kedua partai
proletar itu tak bisa mengadakan persatuan yang kuat-jujur buat menentang musuh
yang mengancam, yaitu kaum fasis. Partai Fasis di bawah Adolf Hitler akhirnya
mendapat kesempatan buat memegang tampuk pemerintah Jerman pada tahun 1932.
Tetapi baiklah Godam saja meneruskan uraian tentang Rencana Ekonomi Jerman
Fasis, yaitu Jerman - Nazi.
DENMAS : Sebelum partai Nazi menjalankan rencananya, apakah “kesukaran”
yang dihadapinya? Cobalah susun dalam satu atau dua kalimat saja, Dam!
SI GODAM : Kesukaran itu ialah “serba salah”, atau alternatif.
DENMAS : Memang di masa sebelum Pemerintah Nazi, pembayaran utang perang
kepada Sekutu “serba-salah” buat Sekutu sendiri. Kalau Jerman tak dipaksa
membayar utang, maka tentulah Jerman yang ditakuti itu bisa lekas bangun
kerabali. Kalau Jerman dipaksa membayar, maka dijumpai perkara “serba-salah”
pula.
SI TOKE : Apa pula serba-salahnya, kalau Jerman dipaksa membayar?
DENMAS : Apabila Jerman hendak membayar utangnya dengan uang, maka semua
negara Sekutu menolak uang kertasnya Jerman yang merosot itu. Kalau Jerman
membayar utangnya dengan hasil pabriknya maka Sekutu berteriak-teriak setinggi
langit lantaran pagarnya dibanjiri barang Jerman yang lebih baik tetapi lebih
murah dari barangnya Negara Sekutu sendiri.
SI PACUL : Celaka 13 buat Sekutu! Tetapi yang ditanyakan oleh Denmas tadi
ialah apakah serba-salahnya kedudukan pemerintah Nazi sebelumnya partai Nazi
naik memerintah?
SI GODAM : Perundingan kita memang sedikit menyimpang. Tetapi tiada
merugikan sekali. Bahkan memberikan penerangan lebih baik tentang suasana
Jerman, seperti negara yang kalah perang. Memang Jerman ketika mau merencanakan
ekonomi dalam keadaan “serba-salah”. Kalau dia naikkan gaji kaum buruh Jerman,
maka harga barangnya buat keluar (ekspor) menjadi mahal, akan kalah bersaing di
pasar asing. Tetapi kalau dia turunkan gajinya, maka kekuatan beli rakyat
Jerman di pasar dalam negeri akan merosot. Barang akan bertumpuk- tumpuk, pembeli
menjadi kurang.
SI TOKE : Memang gaji kaum buruh itu perkara yang amat penting. Kita masih
ingat perundingan kita yang sudah-sudah, bahwa jumlah gaji mestinya sama dengan
jumlah harga barang bukan? Jadi, Dam, apa siasat yang dijalankan oleh Nazi? Ingin
pula aku mengetahuinya.
SI GODAM : Terka saja, Kek! Partai Nazi itu terdiri dari chauvinis, orang
mabuk kebangaaan, congkak terhadap bangsa lain. Mereka digenggam oleh kaum
kapitalis seperti Tiesen & Co dan kaum Ningrat Maha Chauvinis seperti
Herman Guring & Co. Mereka sudah terlampau banyak berdosa terhadap buruh
Jerman. Mereka sudah bubarkan semua kumpulan dan rapat kaum buruh dengan
senjata. Mereka berdendam kesumat terhadap Negara Menang, negara berjajahan.
SI PACUL : Dalam hal memilih, apakah gaji kaum buruh akan diturunkan atau
dinaikan tentulah si Nazi takkan banyak ambil pusing. Tentulah gaji kaum buruh
yang dalam politik itu dimusuhi, diturunkan..
SI GODAM : Memang diturunkan sampai rendah sekali.
SI TOKE : Tetapi kalau begitu kan kekuatan membeli kaum buruh Jerman
merosot pula. Jadinya jumlah harganya barang kelebihan, karena jumlah gaji
kekurangan.
SI GODAM : Itulah kecelakaan Rencana Nazi. Tetapi mereka mendapat jalan.
Rupanya jalan itu pendek dan bertaburan intan pula. Tetapi jalan itu berujung
di Neraka peperangan.
SI PACUL : Wah, Dam, gambaran lagi! Buka isi saja Dam, jangan
dibungkus-bungkus begitu dong!
SI GODAM : Begini! Sebab naik atau turunnya gaji tadi serba-salah, maka
ekonom Sang Nazi bikin barang banyak-banyak. Tetapi barang itu bukanlah buat
dimakan atau dipakai, seperti kain, jarum, gunting, mesin jahit dll. Bahkan
banyaknya barang semacam ini disusutkan. Jadi jumlah gaji yang disusutkan itu
cocok dengan jumlah harga barang-pakai yang disusutkan itu pula.
DENMAS : Pintar sekali Nazi itu. Gampang, seperti “telur Columbus”, bukan?
SI TOKE : Tetapi kalau barang dipakai disusutkan membikinnya, bukankah
banyak pabrik yang terpaksa ditutup pula? Kalau begitu partai Nazi itu tak akan
mengurangi kaum penganggur yang berjuta-juta itu, melainkan menambah.
SI GODAM : Penganggur yang berjuta-juta itu dibawa masuk pabrik baru,
pabrik membikin kapal terbang baru, seperti Stuka, pabrik pembikin tank baru,
senapan baru, meriam baru, bom baru, pendeknya senjata baru buat memusnahkan
sesama manusia.
SI PACUL : Saya mencium-cium Jawa “Baru” di sini, Jawa Jepang! Rupanya dan
namanya juga semua baru, tetapi isinya kolot dan kontra-revolusioner, semuanya
tindakan bersifat kemunduran. Bukankah pembikinan senjata itu menggemparkan
dunia, menimbulkan kecurigaan di dunia lain dan mempertinggi hawa perang?
SI TOKE : Undang-undang ekonomi memang tak terlanggar. Karena jumlah gaji
kaum buruh sama dengan jumlah harga barang dipakai.
SI PACUL : Memangnya meriam raksasa, tank raksasa, stuka dan bom raksasa
itu tidak akan dipakai? Aku lihat Rencana Ekonomi fasis itu kontra-revolusioner
terhadap kaum buruh di dalam negeri dan imperialis terhadap negara luar. Jerman
Nazi pasti akan menerkam negara lain. Yang belum diketahui cuma siapa yang akan
diterkamnya lebih dahulu!
SI GODAM : Itulah yang kumaksudkan dengan jalannya Rencana Nazi! Rupanya
pendek dan bagus. Tetapi membawa ke medan peperangan.
MR. APAL : Bagaimana juga, perlulah kau terangkan, Dam, apa lagi dasar dan
tindakan yang diambil oleh Jerman Nazi. Bukankah pertama pemerintah Nazi lebih
banyak campur tangan dalam hal membereskan perekonomian terhadap kaum kapitalis
Jerman daripada Roosevelt terhadap kaum kapitalis Amerika? Bukankah pula rakyat
Jerman selama membikin alat senjata perang itu masih perlu makanan dan pakaian?
Bukankah pula mereka perlu beli makanan dan pakaian lebih mahal kalau mereka
mesti beli makanan dan pakaian yang dimasukkan dari luar negeri?
SI GODAM : Perkara pertama campur tangan terhadap kaum kapitalis, boleh
jadi Hitler secara lahirnya, kelihatan saja lebih berkuasa daripada Roosevelt.
Tetapi lahirnya saja juga Hitler terikat oleh kaum kapitalis walaupun kaum
kapitalis itu dipaksa menanam modalnya dalam perindustrian perang. Bagaimana
juga perekonomian Jerman tetap tinggal kapitalis. Tetapi tentang barang-pakai
yang disebut Mr. Apal itu memang adalah salah satu kunci terpenting pula buat
membuka rahasianya Rencana Nazi. Barang-pakai itu tidak bisa terbatas pada
barang pembunuh sesama manusia saja. Barang-pakai seperti makanan dan pakaian
terus perlu buat 70 juta rakyat Jerman itu. Kalau barang itu tak dibikin, maka
rakyat Jerman terpaksa mendatangkan barang itu dari luar. Inilah yang mereka
tak setujui. Politik Nazi kita kenal sebagai autarki, ialah menghasilkan barang
atas dasar kekuatan (bahan dan tenaga) diri sendiri. Sebab tak ada getah tumbuh
di Jerman, maka mereka carilah rumput yang zatnya bisa disaring dan dicampur
dengan zat lain supaya menjadi karet. Karena Jerman amat kekurangan minyak,
maka mereka saringlah minyak itu dari batu arang yang banyak didapat di Jerman.
Kalau tak ada ulat sutera, maka mereka carilah pula tumbuhan yang bisa disaring
dan dicampur zatnya dengan menjadikan sutera. Memang Jerman sudah terkenal
sebagai Negara Jempol dalam hal membikin ERSATZ, ialah barang gantian itu.
Rencana ekonomi Nazi memang dipusatkan ke Ersatz ini. Kalau Jerman Nazi bisa
mengadakan barang-pakai itu, berupa ERSATZ, lebih murah dari barang luar yang
dimasukkan, maka akan jayalah siasat Jerman Nazi.
SI TOKE : Jadi Rencana Ekonomi Nazi dipandang dari penjuru politik bersifat
kontra-revolusioner ke dalam dan imperialistis ke luar. Inilah yang sudah
dikatakan oleh Pacul tadi, bukan? Dari penjuru ekonomi, maka siasat Nazi
rupanya berdasarkan penghasilan “senjata” dan Ersatz.
SI GODAM : Tepat, Kek, semuanya membawa Nazi ke medan perang, bukan?
DENMAS : Terang begitu, Dam! Rencana Nazi rupanya rencana perang! Rencana
ini memang cocok dengan semangat JUNKER alias Ningrat Jerman. Rencana Nazi itu
dalam garis besarnya memang jaya, bukan? Dunia hampir takluk pada Jerman Nazi.
Kalau negara yang sudah rusak ekonominya di masa Perang Dunia 1914-1918 seperti
Jerman, dan diremukkan pula selama 14 tahun sesudah perang itu oleh gencatan
Sekutu, kalau Negara yang kurus kering macam itu, dalam lebih kurang 7 tahun saja
bisa bangun dan mengancam seluruh dunia lainnya yang lebih kurang 30 kali besar
penduduk Jerman, bukankah ini berarti Rencana Nazi itu jaya?
SI PACUL : Engkau ini bersabda seperti Zarathustra sendiri, Denmas!
Friedrich Nietzsche akan senyum menerima engkau seperti “übermensch” di
Indonesia. Dan Von Berhardi sendiri akan bangkit dari kuburnya memberi selamat
kepada engkau! Bukankah begitu Raden Mas Panji Singodimedjo? Tetapi untung pula
di atas meja saja! Saingannya sudah tak ada lagi dan kukunya sudah tumpul pula!
Ditumpulkan imperialisme Belanda selama 350 tahun...... Paling banyak juga bisa
menangkap cerutunya Van Mock saja!!
DENMAS : Bukan bermaksud Indonesia hendaknya kumau berperang, Cul......
Jangan bicara begitu, Cul ..... !
SI TOKE : Tetapi Rencana Nazi memang berdasarkan kontrarevolusioner ke
dalam dan imperialis ke luar! Akibatnya ialah peperangan. Sesungguhnya
peperangan tak bisa dihindarkan oleh Rencana yang semacam itu ...... Tetapi
bagaimana Rencana Ekonomi fasis Italia?
SI GODAM : Rencana fasis Italia yang dipastikan buat sekian tahun (5 atau 3
tahun) seperti di Rusia dan Jerman tak kukenal. Tetapi pasti Mussolini, bapanya
aliran fasisme dunia campur tangan dalam urusan dalamnya kaum kapitalis Italia.
Lagipula perekonomian Italia juga berupa kontrarevolusioner ke dalam dan
imperialis ke luar. Ingatlah saja semua kumpulan dan rapat buruh yang
dibubarkan oleh Mussolini dengan senjata. Betul perindustrian perang Italia tak
mengejutkan dan menakutkan dunia seperti perindustrian Jerman. Tetapi Mussolini
juga memusatkan perhatiannya kepada alat perang seperti kapal terbang yang
lebih cepat dan lebih tangkas berjuang. Tampaknya pula kaum kapitalis Italia
dan kaum ningrat Italia lebih terkendali oleh Mussolini daripada kaum kapitalis
dan ningrat Jerman oleh Hitler. Tetapi politik dan perekonomian Italia, ber-
atau tak berencana menuju dan tiba pada Perang Dunia juga. Demikianlah politik
ekonominya Jerman Nazi, seperti juga politik ekonominya Italia, yang didasarkan
atas kontra- revolusioner ke dalam dan imperialisme ke luar itu berakhir dengan
keruntuhan!
SI PACUL : Sekarang kita sampai kepada Rencana Ekonomi Sosialis!
SI GODAM : Baiklah dibicarakan dalam pasal khusus.
C. RENCANA EKONOMI SOSIALIS
DENMAS : Sudah sampai kita sekarang ke Rencana Ekonomi berdasarkan
Sosialisme.
MR. APAL : Seperti biasa tentulah lebih dahulu kita mesti selidiki dalam
suasana bagaimana Rencana Sosialis itu dijalankan. Pada suasana itulah
tergantungnya KEKUASAAN dan CARA menjalankan rencana itu.
SI PACUL : Suasana itu tentulah berhubungan dengan keadaan ekonomi dan
politik, bukan?
MR. APAL : Benar keadaan sosial dan lain-lain tentulah terbawa oleh keadaan
ekonomi dan politik itu pula. Di Inggris sekarang keadaan politik-ekonomi itu
berlainan daripada di Rusia tahun 1927, ketika Pemerintah Soviet hendak
menjalankan rencana ekonomi itu. Inggris mempunyai Parlemen yang tertua di
dunia. Sedangkan Soviet Rusia tahun 1927 itu belum mengenal pemerintahan secara
parlementer itu. Baru saja 10 tahun Rusia lepas dari pemerintah Tsar yang sewenang-wenang
itu. Inggris mempunyai kelas-tengah yang sadar dan akan menghalang-halangi
suatu tindakan sosialis. Rusia tak mempunyai kelas-tengah yang kuat seperti di
Inggris itu. Inggris mempunyai Industri Berat dan Mesin-Induk, yakni mesin
pembikin mesin yang sempurna buat abad ke 20 ini. Rusia tahun 1927 mesti mulai
mengadakan Industri Berat dan Mesin-Induk itu.
SI PACUL : Ringkasnya Inggris sekarang mempunyai Parlemen, Rusia tahun 1927
tak mengenal Parlemen. Inggris sekarang punya kelas-tengah, ialah
kontra-revolusioner tersembunyi. Rusia tidak atau sedikit mempunyai, kalau
dibandingkan dengan Inggris. Inggris punya Mesin-Induk yang sempurna, Rusia
tahun 1927 sama sekali tidak.
SI TOKE : Ya, kalau begitu Inggris tak bisa menyusun Rencana Ekonomi itu secara
langsung, terpusat dan menjalankan rencana itu dengan cepat, yakni kalau kaum
borjuis Inggris yang insaf dan kuat itu mengizinkan rencana sosialistis itu.
Rusia (1927) bisa menyusun dan menjalankan rencana itu dengan tersusun,
terpusat pada satu kekuasaan, ialah kekuasaan Proletar.
MR. APAL : Inggris mesti membagi-bagi kekuasaan itu di antara
borjuis-ningrat atau ningrat-borjuis dengan kaum-tengah dan kaum-buruh. Jadi di
sana “seandainya” Rencana itu disetujui rakyat, maka Parlemen mesti mempunyai
sebagian kekuasaan. Kementerian sebagian pula, Pakbon sebagian lagi.
Serikat-tani, para-pembeli (konsumen) dan serikat kapitalis tak pula boleh
ketinggalan. Maklumlah di negara demokratis itu semua golongan dan sekalian
yang berkepentingan tak boleh dilampaui. Semuanya mesti dirembukkan lebih
dahulu dan dimufakati lebih dahulu. Di Soviet Rusia tahun 1927 kaum modal dan
ningrat itu sudah lenyap sama sekali. Kaum-tengah, ahli dalam mengomong dan
mengkritik itu sudah tak ada pula kekuasaannya. Partai Komunis yang memeluk
semua kekuasaan dan kekayaan negara dengan lekas dan secara praktis bisa
menyusun rencana sosialistis, menjalankan dengan cepat dan mengawasi serta
memperbaiki jalannya itu menurut kepentingan satu kelas saja, ialah kelas
pekerja.
SI TOKE : Kalau Inggris sudah melakukan revolusi-sosialnya, apakah kelak
KEKUASAAN dan CARA menjalankan Rencana Ekonomi tak akan sama dengan di Rusia
tahun 1927?
SI GODAM : Juga tidak! Sejarah yang sudah dilalui rakyat dari suatu negara
itu terus mempengaruhi jiwa dan tindakannya rakyat itu. Sejarah politik Inggris
akan terus mempengaruhinya. Tiadalah orang Inggris akan sama sekali lepas dari
pengaruh sejarahnya yang berhubungan dengan iklim negaranya, suasana politik,
ekonomi, sosial dan kebudayaannya di zaman lampau. Memang sejarah dan suasana
itu mengubah pula jiwa dan lakunya rakyat itu. Tetapi karena suasana pada suatu
tempat akan terus berlawanan dari tempat lain, umpamanya karena berlainan iklim
saja, maka jiwa dan lakunya manusia di lain-lain tempat itu akan tetap mempunyai
corak sendirinya pula. Dalam garis besarnya Jiwa dan Lakunya atau watak manusia
itu memang sama di seluruh muka bumi ini. Tetapi dalam garis kecilnya ada
berlainan. Perhatikan sajalah Jiwa dan Lakunya turunan berlainan bangsa itu
bersamaan atau hampir bersamaan hak dan kewajibannya.
SI PACUL : Wah, Dam, rupanya engkau ini lari kencang lagi menurun ke lembah
filsafat. Aku mesti tangkap lengan bajumu dan bawa kembali engkau ke
perbandingan Inggris dan Amerika dalam ekonomi dan politik. Engkau sudah majukan
perbedaan dalam hal bentuknya kekuasaan yang akan menjalankan rencana itu di
Inggris dan Rusia. Tetapi kekuasaan tetap kekuasaan, bukan? Jadi mesti ada pula
persamaan isinya pada ke dua Negara tadi, maka keduanya bisa dinamakan
kekuasaan.
SI GODAM : Memang ada! Kekuasaan atas Rencana Ekonomi Sosialis di kedua
negara tersebut sama-sama mengandung tiga kewajiban atau jabatan.
SI PACUL : Apakah jabatan yang tiga itu?
SI GODAM : Pertama, jabatan menyusun rencana. Kedua, mengadakan rencana.
Ketiga, mengawasi rencana.
SI TOKE : Di negara demokratis sudahlah tentu tiga jabatan itu
dipisah-pisahkan pula.
SI GODAM : Memang begitu. Di negara sosialis seperti Rusia yang diperintahi
oleh satu partai saja betul tiga jabatan itu dibedakan, tetapi tiada
dipisah-pisah seperti di negara demokratis kapitalis itu.
DENMAS : Jadi yang membikin, menjalankan, dan mengawasi orang itu juga.
Jadi umpamanya kalau si A, B, C, D yang menyusun maka si A, B. C, D pulalah
yang menjalankan dan mengawasinya? Akibatnya tiadakah seperti di zaman yang
selalu dicela itu, di mana kekuasaan menangkap, memeriksa perkara, menghukum,
dan menjatuhkan hukuman di tangan satu orang itu juga, atau beberapa biji orang
“sekonco”?
SI GODAM : Dalam partai Komunis itu bukannya ada 1 atau 4 orang saja, Denmas.
Di dalam partai itu semua orang tentulah sama-sama berpaham komunis. Tetapi
tidak satu saja pikiran, kemauan, dan perasaan ribuan komunis dalam partai
sebesar itu! Lagipula kalau saya tak salah maka di Rusia pun dipisahkan jabatan
menyusun rencana itu dengan jabatan menjalankan dan mengawasi.
SI PACUL : Bagaimana memisahkannya?
SI GODAM : Saya kurang mendapat keterangan dan banyak kelupaan. Tetapi saya
pikir rencana itu disusun di pusat. Tetapi pengawasan di daerah. Walaupun
dipisahkan, bukanlah pemisahan berlaku seperti di negara kapitalis. Baik di
pusat ataupun daerah yang berkuasa itu ialah satu kelas ialah kelas proletar.
Kepentingan mereka adalah satu, ialah kepentingan kaum proletar. Paham yang
dijunjung pun cuma satu saja ialah komunisme atau sosialisme. Jadi kepentingan
sama dan tujuan sama.
SI TOKE : Sekarang sudah sedikit terang bagiku apa badan kekuasaan dan
jabatan (fungsi) masing-masing kekuasaan. Kalau aku tak salah maka jabatan
menyusun rencana itu berbentuk satu Panitia atau Komisi. Jabatan menjalankan
rencana itu berbentuk satu Kementerian. Akhirnya jabatan mengawasi rencana itu
berbentuk satu penyelidikan.
SI GODAM : Benarlah begitu!
DENMAS : Kalau jabatan menyusun itu berbentuk satu Panitia, maka Panitia
semacam ini mesti diberi kekuasaan penuh buat mencari keterangan yang
berhubungan, bukan? Terutama pula yang berhubungan dengan Ekonomi. Pekerjaan
menyusun atau lebih tegas, pekerjaan menakar ini mestinya pekerjaan ahli.
SI PACUL : Tetapi kalau Jabatan atau Panitia Penyusun sudah membikin suatu
Rencana, siapakah yang mesti memutuskan betul atau tidaknya taksiran Panitia
itu?
DENMAS : Tentulah para ahli tadi bersama-sama dengan pengurus industri.
MR. APAL : Pemerintah dan Dewan Perwakilan bukankah mesti ikut pula
merundingkan dan memutuskan benar atau tidaknya Panitia itu?
SI GODAM : Para ahli, para pengurus industri, Kementerian beserta Dewan
Perwakilan Rakyat memang mesti ikut berunding dan memutuskan. Tetapi juga tak
boleh lupa wakil kaum pekerja yang tersusun dalam berbagai Pakbon. Apalagi
wakil kaum pemakai (konsumen) yang jutaan itu tak boleh pula ditinggalkan.
Kebanyakan mereka yang disebut di belakangan ini sudah tersusun dalam koperasi.
Ajaklah pula wakil koperasi itu berunding dan memutus! Ingat bahwa Rencana itu
ialah buat masyarakat seluruhnya. Bukanlah buat satu golongan saja, berapapun
besarnya golongan itu.
MR. APAL : Akhirnya Jabatan Pengawas itu mestilah mempunyai penyelidik yang
bepergian ke sana-sini.
SI GODAM : Mestinya begitu.
DENMAS : Sekarang sudahlah terang bagiku Kekuasaan atas Rencana Ekonomi
itu. Nanti akan dirundingkan pula Cara menjalankan rencana itu. Tetapi sebelum
itu baik juga kau berikan sekali lagi ketetapan (definisi) Rencana itu.
MR. APAL : Dulu sudah ditetapkan bahwa Rencana Ekonomi ialah daya upaya
memasyarakatkan Alat-Penghasil, Penghasilan, Pembagian Hasil, Gaji, dan Hidup
Sosial.
SI GODAM : Benar, definisi ini memang sudah cukup. Tetapi ada definisi yang
lebih penuh dan lebih cocok dipakai menaksir.
SI PACUL : Cobalah sebutkan!
SI GODAM : Rencana Ekonomi ialah urusan perekonomian yang teratur dengan
maksud supaya produksi cocok dengan konsumsi, serta berdasarkan hidup sama-rata
dan tolong bertolong.
SI PACUL : Betul, ekonomi itu mestinya teratur, bukan lagi anarkis seperti
di zaman kapitalisme. Produksi mesti diimbangkan dengan konsumsi. Dengan begitu
maka krisis itu terhindar. Dasarnya ialah sama-rata dan tolong bertolong.
Memang ini dasar sosialisme.
MR. APAL : Kurasa definisi di belakang ini memang lebih praktis, lebih
enteng kalau dipakai buat menaksir! Bukankah yang terutama sekali ialah hasil
mesti lebih dahulu disamakan dengan pemakaian?
SI TOKE : Terang semuanya buat aku. Sekarang CARANYA hitung menghitung
dalam pekerjaan mencocokkan hasil dan pemakaian itu.
SI GODAM : Cara yang gampang dan pasti tentulah tak ada. Rencana yang
berarti juga satu taksiran itu mengandung kesilapan. Sedangkan menaksir banyak
telur yang akan menetas saja bukan satu perkara yang selalu bisa dilakukan
dengan tepat. Apalagi menaksir banyaknya hasil yang mesti tak lebih dan tak
kurang dari pemakaian dalam suatu negara. Menaksir dalam hal ini selalu berarti
mencoba menghitung lebih dahulu.
SI PACUL : Teruskan Dam! Tetapi hendaknya lebih mengenai bukti yang nyata.
SI GODAM : Belum bisa aku berbicara nyata-pasti, Cul. Ada lagi satu perkara
yang mesti kukemukakan sebagai petunjuk buat suatu Rencana, Cul.
SI PACUL : Petunjuk apapula lagi, Dam?
SI GODAM : Lebih gampang pekerjaan taksir-menaksir buat satu negara yang
agak kecil tetapi mempunyai bahan lengkap, daripada satu negara besar yang
penduduknya rapat dan takaran hidupnya rendah. Gajinya rendah, persaingan
antara tenaga dan tenaga amat hebat.
SI PACUL : Belum kulihat seluruhnya arti kalimat itu. Tetapi sudah kurasa.
Bukankah gaji itu perlu buat membeli hasil? Jumlah harga hasil mesti sama
dengan jumlah gaji. Makin tinggi gaji makin bisa ditinggikan hasil, makin
rendah gaji makin susah meninggikan hasil, bukan?
SI GODAM : Sampai sekian benar, Cul. Simpulan ini boleh kita pakai sebagai
pedoman. Simpulan yang kedua: Sebelum cukup banyaknya industri enteng, susahlah
kita menimbulkan industri berat, Industri-Induk.
SI TOKE : Ini aku bisa tangkap artinya. Sebelum cukup banyak pabrik (pabrik
kina, pabrik kain, obat-obatan, minum dsb), sebelum itu, tentu susah buat
mengadakan Mesin-Induk yang mesti bikin mesin buat pabrik teh, kina, kain,
obatobatan, minuman dan lain-lain itu. Bukankah pula hasil Pabrik-Induk mesti
seimbang dengan hasil yang berupa mesin buat industri ringan?
SI GODAM : Tepat, Kek! Petunjuk yang ketiga ialah industrialisasi, atau
rencana menukar Negara-Pertanian menjadi Negara- Perindustrian. Lambat jalannya
pada permulaan, tetapi semakin lama semakin cepat.
SI TOKE : Mestinya begitu Dam. Tak bisa dilakukan sekali jalan saja. Apa
lagi petunjuk yang perlu diperhatikan? Cobalah sebutkan.
SI GODAM : Penting pula artinya buat Indonesia ialah: negara kecil tak bisa
mengadakan rencana yang sempurna, terpisah dari negara besar. Jadi buat negara
kecil susahlah kalau tak mustahil mengadakan Ekonomi Teratur itu.
SI TOKE : Gampang dimengerti Dam! Bagaimana negara kecil bisa memakai Mesin
Raksasa, mesin modern yang hasilnya melambung cepat dan tinggi, kalau rakyatnya
sedikit! Bukankah rakyatnya yang pertama mesti jadi pembeli? Negara asing tak
selalu bisa diharapkan. Negara asing berhak dan mungkin menutup pintu pagarnya
sewaktu-waktu. Satu Rencana Penghasilan yang pasti mesti didasarkan pula atas
pembelian, ialah pemakaian yang pasti. Terlampau kurang pembeli kalutlah
Rencana yang semolekmoleknya di atas kertas itu.
SI PACUL : Kulihat dalam hal jual beli memang engkau jempol juga, Kek.
Tidak percuma rupanya engkau ini bekas-toke!
SI TOKE : Perkara dulu tinggal dulu, Cul! Bukankah aku bangkrut sebab
ikut-ikut Godam pula dalam pergerakan?
SI PACUL : Tak apa bangkrut itu, Kek. Nanti kuusulkan engkau jadi Menteri
Rencana Ekonomi!
SI TOKE : Memangnya aku ini bergerak buat cari pangkat, Cul! Jangan begitu
Cul!
MR. APAL : Semua petunjuk itu memang perlu. Sekarang cobalah bentangkan
teknik MENAKSIR itu, yakni menyusun rencana itu.
SI GODAM : Berat rasanya, Pal. Terlampau banyak yang mesti dirundingkan!
SI PACUL : Ambil sari perkara saja, atau perkara sari saja.
SI TOKE : La! Lihat, si Pacul jadi ahli filsafat pula.
SI GODAM : Karena sari Rencana itu ialah menaksir hasil yang cocok dengan pemakaian,
maka perlulah direncanakan:
l. Industri umumnya;
2. Mesin khususnya. Keduanya mesti dicocokkan dengan:
3. Gaji, dan
4. Perdagangan masuk dan keluar Negara.
SI TOKE : Mudah kumengerti kalau kau susun begitu, Dam! Mestinyalah yang l)
yaitu industri itu (termasuk juga pertanian), yang tentunya bergantung pada
kekuatan 2) mesin itu, diimbangkan, dicocokan dengan 3) yakni gaji. Bukankah
jumlah harga hasil mesti sama dengan jumlah gaji? Dalam hal kekurangan mesin
maka hendaklah kita periksa hasil atau barang bahan yang bisa dijual di luar
negara (ekspor), buat memasukkan barang-mesin yang kurang buat dibeli (impor).
Ringkasnya kita cocokan dengan 4).
SI PACUL : Sekarang laksanakanlah penaksiran itu, Dam!
SI GODAM : Pertama, periksalah industri yang ada, pun periksalah lebih
dahulu apakah suatu pabrik bisa ditukar menghasilkan barang yang lain. Bukankah
pabrik oto itu kalau sedikit ditukar bisa menjadi pabrik mesin kapal terbang?
Periksalah lagi apakah satu cabang industri awak menghasilkan lebih atau kurang
buat keperluan Negara. Apakah harga itu yang dijual dalam negeri. Kalau hasil
itu memang lebih murah dan melebihi keperluan Negara, maka hasil lebih itu
boleh dijual di luar negeri buat membeli barang yang kurang.
SI TOKE : Pendeknya ukurlah kekuatan industri awak. Kalau hasilnya bisa
lebih dari keperluan dan harganya cukup murah, maka keluarkanlah hasil lebih
itu buat pembeli yang kurang, mesin atau barang-pakai. Kalau perlu buat dipakai
sendiri atau dijual di luar negeri tukarlah kalau bisa satu pabrik buat barang
ini menjadi pabrik buat menghasilkan barang lain.
SI GODAM : Sesudah ditinjau kekuatan industri awak ini, cocokkanlah jumlah
pekerja dengan jumlah industri yang ada atau akan diadakan. Kemudian periksalah
pula apakah ada pabrik lapuk. Yang saya maksudkan dengan pabrik lapuk itu ialah
pabrik yang lebih banyak memakan ongkos kalau dipakai daripada merusakkan
pabrik itu sama sekali. Yang lapuk itu baik diruntuhkan saja. Anggaran ongkos
pabrik lapuk itu buat mengadakan hasil baik dipakai saja buat mendirikan pabrik
baru.
DENMAS : Sebutkanlah juga semua industri yang terutama, Dam, supaya kita
sedikit mendapat pemandangan.
SI GODAM : Aku susun saja begini: Pabrik buat bangunan rumah, gedung,
jembatan dll. Pabrik buat perhiasan rumah, tikar, cat dinding dsb, jam,
makanan, minuman dsb. Pabrik buat kain, benang, pencelupan dll. Pabrik buat
pengangkutan, kereta, oto, kapal air dan udara, baja, besi dll. Tambang arang,
minyak, besi, timah, tembaga, bauksit dsb. Pabrik obat-obatan dll. Di Indonesia
juga pabrik teh, kina, kopi, gula, karet dll.
SI TOKE : Cukuplah rasanya kita meninjau kekuatan industri awak. Jadi
pabrik yang kurang ditambah dan pabrik yang menghasilkan lebih dijual hasil
lebihnya itu buat pembeli pabrik yang kurang. Sekarang tinjaulah permintaan
(demand) berhubung. Dengan keperluan pembeli.
SI GODAM : Ingatlah bahwa keperluan itu bertukar kalau takaran hidup itu
bertukar pula.
SI PACUL : Pastikan Dam!
SI GODAM : Kalau seandainya gaji seseorang cuma f 0,50 sehari, bukankah
yang dipikirkannya cuma makanan saja? Kalau gajinya menjadi f 2 barulah
dipikirkannya membeli kain. Kalau takaran hidupnya bertambah pula barulah dia
memikirkan membeli vulpen, sepeda, radio oto dsb. Sepadan dengan naiknya
takaran hidup setingkat demi setingkat bertukarlah pula keinginan dan keperluan
si pembeli.
SI TOKE : Memang, bermula sekali dipikirkan oleh si pembeli ialah barang
yang paling dibutuhi. Kemudian baru dipikirkan membeli barang buat setengah
kemewahan. Akhirnya barang buat kemewahan semata-mata.
SI GODAM : Cuma ada satu lagi peninjauan ialah meninjau apakah barang yang
dihasilkan industri awak itu cukup ataukah tidak buat kita?
SI TOKE : Kalau tak cukup bagaimana?
SI GODAM : Jika perbedaan ongkos suatu barang yang awak bikin dengan harga
pasar barang itu tetapi dimasukkan dari luar lebih besar dari perbedaan ongkos
awak dengan harga barang itu di pasar awak, maka baiklah barang itu dibikin di
negara awak, walaupun ongkos pada permulaan membikinnya sedikit besar.
SI PACUL : Tegaskan dengan angka, Dam! Amat tinggi tergantung kalau kau
susun begitu!
SI GODAM : Kalau ongkos barang awak umpamanya 18 sen dan jualan barang
asing semacam itu juga di pasar awak 25 sen, jadi perbedaannya adalah 7 sen.
Kalau ongkos barang awak itu 18 sen juga, tetapi jualan di pasar awak cuma 20
sen, jadi bedanya cuma 2 sen, walaupun sudah membikinnya dan ongkos awalnya
lebih mahal.
SI TOKE : Semua permulaan itu susah sekali. Lambat betul membikin sesuatu
pada semua permulaan itu. Lagipula banyak barang bahan dibuang-buang. “Waste”,
istilah yang dipakai dalam ekonomi! Sebab itulah ongkosnya tinggi pula. Dengan
bertambah lama pengalaman berkuranglah barang terbuang-buang (waste) tadi. Jadi
kalau diteruskan membikin barang semacam itu besarlah pengharapan kita lambat
laun akan mendapatkan cabang industri nasional, baru, yang baik dan murah
hasilnya. Tetapi bagaimana kalau perbedaan harga tadi sebaliknya?
SI GODAM : Ya, baik kau jawab sendiri, Kek!
SI TOKE : Kalau sebaliknya, bukankah ini berarti barang-barang itu,
lantaran bermacam-macam sebab, tak mengandung harapan akan bisa kita bikin
lebih murah dari barang asing, walaupun pengalaman diperbanyak. Barangkali
lantaran bahannya susah didapat, atau lain-lain sebab. Dalam hal ini, aku pikir
baiklah barang semacam itu kita datangkan dari luar negeri saja! Toh tak ada
salahnya bertindak begitu asal saja cocok dengan undang-undang ekonomi?
SI GODAM : Memang begitu, Kek. Manfaatnya juga banyak buat hubungan baik
antara satu negara dengan negara lain. Perdagangan itu adalah satu perkara yang
merapatkan bangsa dengan bangsa, negara dengan negara. Tak perlu semua barang
itu kita sendiri yang membikin. Asal Industri-Induk sempurna di tangan kita,
tak ada salahnya kalau hasil barang industri enteng kita datangkan dari luar.
Yaitu kalau ongkos membikinnya sendiri akan terlampau tinggi dibanding dengan
ongkos luar negeri. Tetapi baiklah jangan kita lanjutkan persoalan ini. Baiklah
kita rundingkan sekarang perkara CARA membagikan gaji. Penting bukan?
SI PACUL : Tentulah penting sekali!
SI GODAM : Awalnya pembagian gaji itu boleh dijalankan atas dua macam.
Pertama pada tingkat sosialisme yang sudah sampai ke tingkat komunisme. Kedua
pada tingkat sosialisme itu sendiri. Pada tingkat komunisme tiap-tiap orang itu
bekerja menurut kecakapannya dan mengambil hasil usahanya. Inilah tingkat
tertinggi dan belum tampak kapan akan tercapainya tingkat ini. Tetapi sebagai
pedoman hidup, maka ideal atau idaman pembagian secara komunis itu perlu
senantiasa dipercermin.
SI PACUL : Apakah cara pembagian di tingkat kedua?
SI GODAM : Tingkat ini kita capai apabila kita sampai ke tingkat
sosialisme, ialah apabila semua alat penghasilan dalam kapitalisme sudah
dimiliki oleh masyarakat. Pada tingkat ini mungkin dipakai uang, dan gaji
dibayar “menurut kecakapan si Pekerja”. Jadi si Pekerja masih menerima gaji.
Tetapi mungkin pula pemberian itu sebagian berupa gaji menurut kecakapan, dan
sebagian lagi berupa “bagian-sosial”. Yang terakhir ini berarti bahwa pembagian
itu rata buat orang dewasa serta rata pula buat kanak-kanak. Bagian ini ialah
bagian tiap-tiap anggota masyarakat yang kerja. Ini misalnya saja! Tiap-tiap
negara sosialis dalam keadaan istimewa boleh pula mengambil tindakan istimewa.
Asal saja kita jangan lupa akan pedoman komunisme di atas.
SI TOKE : Kita andaikan saja kita memakai sistem kembar, yakni sebagian
dibayar sebagai gaji dan sebagian “bagiansosial”. Barangkali ini cocok dengan
tingkat pertengahan (kompromis). Tetapi bagaimana menaksirnya?
SI GODAM : Agak susah sedikit menerangkannya dengan pendek. Tetapi perlu juga
diberikan garis kasarnya pembagian hartapencaharian Negara berdasarkan
sosialisme pada tingkat pertengahan itu. Misalkan satu negara! Andaikan dalam
Negara itu ada 25.000.000 keluarga, terdiri dari ibu-bapak dan 2 anak belum
baligh.
Andaikan jumlah pencaharian Negara itu setahun 4.500.000.000
Andaikan “bagian-sosial” jumlahnya seharga 2.000.000.000
Andaikan buat kelunturan mesin setahun 500.000.000
Andaikan bunga uang dan sewa dihapuskan jadi 0
Untung yang dibagikan pada kapitalis sudah dihapuskan pula 0
JADI SISA BUAT GAJI 2000.000.000
Yang 2000.000.000 itulah yang akan dibagikan kepada pekerja menurut
kecakapan, kepada 25.000.000 keluarga tadi.
SI TOKE : Jadi gaji itu masih bertinggi berendah menurut kecakapan, bukan?
Memang kalau tak begitu yang rajin jadi malas, sebab manusia sekarang masih
mempunyai semangat perseorangan. Tetapi kalau hasil sudah melambung dan didikan
sosialisme sudah lebih mendalam, maka sistem gaji ini bisa dihapuskan sama
sekali. Jadi nanti tiap-tiap pekerja akan menerima “bagian sosial”-nya. Bukan
begitu, Dam? Tetapi bagaimana rupanya bagian sosial itu?
SI GODAM : Apabila tiap-tiap orang sudah menjalankan kewajibannya sebagai
anggota masyarakat,
maka ibu-bapak mendapat umpamanya 2 x f 4,- (seminggu) = f 8,-
anaknya 2 orang mendapat 2 x f 4,- (seminggu) = f 8,-
bapaknya kerja istimewa f 4,- = f 4,-
JUMLAH(seminggu) = f 20,-
Jadi satu bulan 1 keluarga tadi mendapat f 80,- misalnya saja. Bagian
setiap keluarga tentunya mesti berhubungan dengan banyaknya penduduk pula,
jumlah hasil negara, takaran hidup dsb. Ini garis besarnya saja, sebagai
contoh. Ada banyak perkara lain yang bersangkutan. Tetapi bukankah aku menulis
brosur lagi kalau kuteruskan?
SI TOKE : Jadi sebagai cermin saja! Bagaimanakah keadaannya Rencana Ekonomi
Indonesia?
SI PACUL : Tunggu dulu, Kek! Engkau ini pada perundingan ini kulihat
terlampau giat. Kalah kegiatan Mr. Apal, Denmas, dan aku dikumpul menjadi satu.
Rupanya engkau tertarik betul oleh Rencana Ekonomi ini. Tetapi mesin sekalipun
membutuhkan bensin. Apalagi Godam, yang tak berhentinya diserang oleh
pertanyaan dari kanan kiri.
V. RENCANA EKONOMI UNTUK INDONESIA
SI PACUL : Sekarang kita sudah sampai ke langkah penghabisan. Tibalah
waktuaya buat kita memeriksa semua kemungkinan untuk melaksanakan Rencana
Ekonomi itu di kepulauan Indonesia ini. Baiklah Mr. Apal saja membentangkan
suasana politik, ekonomi dan sosial di Negara ini.
SI TOKE : Cul! Tadi aku kau tuduh aku terlampau giat! Memang kuakui bahwa
semangatku masih meluap. Semua syarat buat menceraikan suasana itu masih
segar-bugar dalam ingatanku. Izinkanlah aku mencoba membentangkannya.
SI PACUL : Benarlah pula usulmu itu, Kek. Bukankah kita ini calon guru kaum
proletar yang sebagian besar itu belum lagi sadar?
SI TOKE : Tentang suasana itu banyak kulihat persamaan Indonesia ini dengan
Rusia. Pertama Rusia tak mempusakai sistem parlementer. Indonesia juga tidak.
Kedua, Rusia tidak mempunyai kelas-tengah yang kuat buat menghalanghalangi
tindakan sosialistis. Pun Indonesia tidak mempunyai. Rusia boleh dikatakan tak
mempunyai Mesin-Induk, demikian juga Indonesia.
MR. APAL : Memang semua persamaan yang kau sebutkan itu benar. Tetapi ada
perbedaan besar yang juga berhubungan dengan suasana itu. Pada tahun 1928 (?)
ketika Rusia menjalankan rencana 5 tahun, dia sudah lebih kurang 10 tahun
mempunyai Pemerintah Komunis. Semua kekuasaan ada di tangan kaum proletar.
Bagaimana Indonesia sekarang (27 November '45)? Surabaya, kota perindustrian
terbesar di Indonesia sedang dihancurkan Inggris-Nica dengan pelor dan bom,
dari darat, laut dan udara. Kita sedang membela kemerdekaan kita dengan senjata
yang belum sampai 1% dari senjata musuh banyaknya dan kualitetnya. Bagaimana
bisa kita menyusun dan menjalankan Rencana Ekonomi yang sempurna buat kita?
MR. APAL : Mulanya aku sendiri mau mengusulkan Rencana waktu kita diserang
dengan hebat itu. Tetapi di belakangnya aku mengerti bahwa aku terlampau banyak
dipengaruhi “buku”. Sesudah kucoba berhubungan dengan keadaan yang sebenarnya,
maka barulah aku insyaf bahwa aku terlampau tinggi melayang di awang-awang.
SI PACUL : Kalau kuingat perundingan lampau tentang dasar dan tekniknya
Rencana itu, sebenarnyalah suatu maksud mengadakan Rencana yang sempurna atau
setengah sempurna adalah impian belaka. Kalau ada Rencana dan memang mestinya
ada Rencana, maka rencana itu mestinya tak kurang dan tak lebih dari Rencana
Ekonomi Berjuang.
SI TOKE : Tepat, Cul! Sebutkan lagi sarinya dasar dan teknik Rencana itu!
SI PACUL : Dasar Rencana itu ialah mencocokkan produksi dengan konsumsi.
Tehniknya ialah meninjau keadaan : l) industri, 2) kemesinan, 3) gaji dan 4)
perdagangan luar negeri. Baik dalam hal industri berat mauupun industri ringan
kita banyak sekali kekurangan mesin. Barang bahan kita benar pula lebih dari
cukup buat dijual di luar negeri. Jualan itu bisa dibelikan ke mesin yang
kurang. Tetapi perdagangan dengan luar negeri sama sekali terputus. Lagipula
perindustrian Indonesia, sebagai pusaka imperialisme Belanda, amat pincang.
Pabrik buat barang-pakai seperti kain dan lain-lain baru pada tingkat permulaan,
tetapi tambang, pabrik dan kebun buat menghasilkan barang yang dijual di luar
negeri, seperti teh, kopi, gula, minyak, timah, mas dll lebih daripada cukup.
Di bawah telapak serdadu Jepang banyak pula mesin yang dirusak atau diangkut ke
luar Indonesia. Indonesia dan dunia luar seolah-olah dipisahkan oleh jurang
yang dalam dan lebar. Indonesia kekurangan mesin dan kain, tetapi kebanyakan
barang bahan. Dunia luar sanggup menjual mesin pada kita dan membutuhkan bahan
dari kita, tetapi perniagaan sama sekali terhenti. Jurang tadi tak bisa atau
belum bisa dijembatani, selama Inggris-Nica menyerang Indonesia dan
menghancurleburkan kota Indonesia.
DENMAS : Nah, sekarang “Jeruk Bali” yang kau hidangkan, Cul! Segar bugar!
Sudah pandai pula engkau memakai perkataan seolah-olah dan gambaran. Tetapi
engkau jangan memikirkan Rencana Ekonomi yang modern, yang sempurna saja, Cul!
Bukankah di masa perang ini pun kita mesti mengadakan rencana? Istimewanya
dalam suasana perang inilah kita mesti mengadakan rencana.
SI GODAM : Benarlah begitu. Kita mesti tunda rencana besarbesaran dan
rencana bertujuan jauh. Rencana yang akan membawa kita ke zaman sentausa ialah
apabila kita sudah mempunyai Industri Berat, Industri Induk. Apabila kita sudah
mempunyai Mesin Membikin Mesin, yakni mesin pembikin lokomotif, pembikin mesin
oto, kapal air dan kapal terbang, barulah boleh kita tidur dengan perasaan
lebih aman dan meninggalkan anak cucu dan negara kita dengan hati aman
tenteram. Sebelum keadaan itu tercapai, belumlah berapa artinya suatu
kemerdekaan, walaupun kita memperoleh kemerdekaan 100% yang kita tuntut itu.
SI PACUL : Tetapi kemerdekaan 100% itu pulalah yang sanggup memberi
kesempatan kepada negara kita buat mendirikan Mesin-Induk dan Industri Berat
Nasional bukan?
SI GODAM : Benar Cul. Sebab itu rencana kita sekarang ialah Rencana Ekonomi
Berjuang buat mencapai kemerdekaan 100% itu lebih dahulu. Bermula baiklah
diingatkan suasana sekarang ini, tegasnya ialah suasana dalam perjuangan.
DENMAS : Apa perkara penting yang tampak di matamu dalam suasana berjuang
ini, Dam?
SI GODAM : Banyak perkara yang bisa menjadi sebab kemenangan atau kekalahan
kita dalam perjuangan yang mahadahsyat ini. Mahadahsyat dalam hubungannya
dengan banyak kekurangan kita dalam perjuangan. Kekurangan ini kelak akan
kuuraikan lebih jelas dalam brosur bernama Muslihat. Di sini kukemukakan
beberapa perkara yang menguntungkan kita saja. Karena perkara ini langsung
bersangkutan dengan pasal Rencana Ekonomi Berjuang.
SI PACUL : Jadi berhubung dengan Rencana Ekonomi Berjuang ini menurut
pikiranmu ada beberapa perkara yang menguntungkan kita. Cobalah sebutkan atau
uraikan pula perkara itu panjang lebar.
SI GODAM : Belumlah sampai temponya buat menguraikan perkara itu panjang
lebar. Baiklah disebutkan saja semuanya itu. Kalau perlu di sana-sini kutambah
ssdikit penerangan.
SI TOKE : Mulailah, Dam!
SI GODAM : Semuanya ada empat perkara yang nyata menguntungkan kita. Makin
tahan lama kita berjuang, makin nyata pula keuntungannya. Perkara itu:
l. Iklim. Lantaran tak ada musim dingin di Indonesia, tanaman tumbuh 12
bulan setahun, sedangkan di negara dingin cuma 6 bulan. Makanan mudah
disiapkan, direncanakan, dan pakaian cuma sedikit yang kita perlukan. Di
pinggir-pinggir atau pinggang gunung kita bisa hidup dalam pondok kecil
meneruskan perjuangan, menghindarkan pesawat udara.
2. Penduduk Indonesia amat banyak. Buat di belakang dan di depan medan
peperangan lebih dari cukup banyaknya prajurit. Kalau dari rakyat yang 70 juta
itu diambil 10% orang terkuat saja, kita bisa mendapatkan 7 juta prajurit buat
garis depan. Yang 7 juta lagi buat garis belakang. Belum lagi terhitung kaum
wanita yang amat penting buat perjuangan ini.
3. Moral prajurit amat menggembirakan. Semangat buat membela kemerdekaan
dan keikhlasan berkorban buat kemerdekaan belum pernah ternyata dan umum
seperti sekarang. Lebih susah buat seseorang pemimpin perang menahan
prajuritnya bertarung daripada menyuruhnya bertarung. Berebut-rebut prajurit
yang mau maju ke garis depan, walaupun senjatanya serba kekurangan.
4. Keadaan internasional amat memuaskan. Belum pernah dunia internasional
menaruh begitu banyak perhatian kepada persoalan kemerdekaan Indonesia daripada
sekarang ini. Secara umum sehari demi sehari terdengar keras kian keras.
Sebagian besar kaum buruh dan sebagian dari kaum liberal dunia semakin
menentang imperialisme Inggris-Belanda dengan perkataan dan perbuatan. Semakin
lama rakyat Indonesia berjuang semakin besar kemungkinan secara umum akan
memaksa imperialis Inggris- Belanda menghentikan penyembelihan besar-besaran di
Indonesia.
SI TOKE : Jadi berhubung dengan 4 perkara itu muslihat apakah yang mesti
dijalankan dan Rencana Ekonomi Berjuang manakah yang baik dipakai?
SI GODAM : Terang muslihat berjuang yang baik ialah mundur maju, muslihat
gerilya. Mundur kalau berjumpa dengan yang amat kuat. Maju dan terkam kalau
musuh lengah dan kurang kuat. Ekonomi Berjuang ialah menghasilkan dan mengatur
hasil buat perang lama. Ingatlah makin tahan lama perjuangan ini, makin baik
buat kita. Buat musuh makin silau matanya menentang obor kebenaran, makin lemah
urat syarafnya mendengarkan protes umum di dunia dan makin kosong kasnya buat
melanjutkan penyerangan biadab ini. Akhirnya pemerintah ceroboh imperialis itu
akan dijatuhkan oleh protes dan aksi umum yang ingin damai di dunia ini!
SI TOKE : Apakah perkara ekonomi yang penting buat perang lama?
SI GODAM : Buat rencana yang lebih lanjut periksalah semua syaratnya
rencana ekonomi dalam pasal yang baru kita uraikan, yaitu Rencana Ekonomi
Sosialis! Perkara yang menyolok mata di masa berjuang ini, ialah: l. Menambah
makanan dan pembagian makanan. 2. Mendirikan perusahaan tenun dan membagikan
hasilnya. 3. Mendirikan pondok di tempat aman sebagai persiapan buat penduduk
kota. 4. Mengatur pertukaran barang. 5. Mempersiapkan hubungan dengan luar
negeri.
SI TOKE : Apakah tindakan yang pertama mesti diambil?
SI PACUL : Saya pikir mengadakan l) Panitia menaksir, 2) Jabatan
menjalankan taksiran atau Rencana, dan 3) Badan Penyelidik.
SI GODAM : Tepat, Cul! Sebenarnya tak perlu saya uraikan lagi apa tindakan
sesudah mengadakan Badan itu yang mesti diambil. Semuanya itu sudah terkandung
dalam pasal rencana ekonomi sosialis tadi. Cukuplah di sini kalau disebutkan
bahwa sesudah Badan Kekuasaan tadi dibentuk, maka hendaklah diadakan penaksiran
itu selekas mungkin.
SI TOKE : Sebenarnyalah mesti dicocokan semua hasil makanan, pakaian dan
perkakas perumahan (di luar kota) serta keperluan buat Jawa seluruhnya dengan
keperluan dan permintaan. Kalau ada kekurangan cobalah cari akal buat menambahnya.
Barangkali kebun ini mesti ditanami ini dan pabrik ini mesti ditukar dengan
pabrik itu. Sesudahnya adakanlah pendaftaran buat semua jenis pekerjaan,
seperti pekerja besi, kain, kereta, tambang dll. Tiap-tiap jenis pekerja itu
mesti dibagi pula menurut kepandaiannya. Di antara pekerja besi umpamanya
berapa banyak tukang lebur, tukang las dsb. Baru kita mendapat pandangan
tentang banyak dan kesanggupannya kaum pekerja kita. Apabila kita sudah
mempunyai daftar yang sempurna, baru pula kita bisa mengerahkan prajurit
pekerja kita yang perlu, kalau kita sudah mempunyai pendaftaran yang sempurna
itu.
SI GODAM : Kalau tindakan tersebut di atas sudah dijalankan di Jawa, sudah
tentu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara akan mengikut.
Sebab itu semua tindakan di Jawa itu mestinya tepat cepat.
SI TOKE : Memang begitu, Dam! Indonesia ini bukan Jawa saja. Memang
hubungan kita dengan seberang kini amat terganggu. Tetapi kalau maksud dan
tujuan itu sama, persatuan dalam mengambil tindakan bisa didapat. Seberang
seperti biasa siap setia akan mengikuti Jawa.
DENMAS : Kalau kita dari awal Republik didirikan bisa sedikit saja
memandang ke depan dan memegang teguh makna dan akibat kemerdekaan itu, maka
kita tentu sudah mempunyai Rencana Ekonomi Berjuang itu. Dengan itu kita akan
jaya menangkis serangan Inggris-Nica yang mesti datang menyerang kita. Saya
bilang mesti, karena mengingat kebutuhan imperialisme Inggris-Belanda sesudah
Perang Dunia ini dan mengingat pula sejarah imperialisme Inggris-Belanda dalam
350 tahun di belakang ini, di seluruh pelosok dunia..
SI PACUL : Memang pengharapan kosong itu terlampau banyak terselit dalam
hati sanubari para pemimpin kita. Tak perlulah nama si pemimpin itu kita sebut.
Kita cukup mengerti artinya persatuan di masa perang ini. Tetapi ingatlah saja
perjanjian Inggris dengan para pemimpin kita di Surabaya dan Magelang. Berapa
banyak korban mesti diberikan sesudah perjanjian itu, karena kita percaya pada
suara merdu dan janji muluk para pejabat yang terdesak itu.
MR. APAL : Memang aku setuju penuh dengan perkataanmu. Tetapi engkau
sedikit sesat kepada simpang diplomasi. Baiklah kita kembali ke bagian ekonomi
Rencana Ekonomi Berjuang itu. Tiadalah akan begitu besar penderitaan mereka
yang mesti meninggalkan rumahnya di kota-kota dan lari tergesa-gesa ke
desa-desa. Mereka akan bisa disambut dengan persediaan makanan dan pomondokan,
walaupun amat sederhana sekali. Rakyat tak akan begitu kacau, kalut, dan
prajurit kita tak akan begitu terganggu hatinya melihat rakyat dalam kesusahan
itu. Lagipula jika ada persiapan di luar kota, maka rakyat dalam kota tak akan
begitu berat hatinya meninggalkan rumah tangganya, tempatnya bernaung
berbulan-bulan barangkali sudah bertahun-tahun.
DENMAS : Tak pula kurang pentingnya perkara rencana pakaian. Aku
menyaksikan sendiri seorang pemuda remaja yang mendesak mengikut rombongan
pergi menyerang. Pertama kusaksikan di Banten. Di sana kulihat seorang pemuda
pergi menyerang ke Kebayoran. Kedua, pemuda lain yang “menyerbu” ke Surabaya.
Mereka berangkat dengan tombak bambu dan golok saja. Tak pula mereka tadi
memakai pakaian militer. Bahkan bajupun tak ada dipakainya. Tetapi mereka
kembali ke desanya membawa beberapa pistol di pinggangnya dan tommy-gun di
bahunya!
SI PACUL : Bagaimana perasaan Denmas melihat pemuda semacam itu? Mereka itu
satria unggul, bukan?
DENMAS : Tetapi aku suka dan sedih! Suka karena belum pernah aku seumur
hidup menyaksikan bakti kesatriaan bangsa Indonesia seperti sekarang. Sedih,
melihat prajurit muda, gagah perkasa itu cuma memakai celana buntung tak
bersepatu dan berbaju. Alangkah baiknya kalau diberi uniform, pakaian militer.
Alangkah senang dan girang hatinya sendiri. Alangkah pula besarnya minat dan
keinginan bertarung di antara teman sedesanya mereka itu, apalagi sesudah
melihat temannya pulang membawa oleh-oleh perang, tanda kemenangan. Rasanya
brosur ini sudah terlampau jauh melebihi brosur yang lain-lain.
SI PACUL : Sebagai penutup ucapkanlah beberapa kalimat, Dam, sebagai
simpulan yang penting.
SI GODAM : Kita di masa penyerangan musuh sekarang dan di hari depan perlu
mengadakan rencana. Bukan buat mengadakan perekonomian yang kuat-kokoh. Buat
ini kita tak diberi kesempatan. Rencana Ekonomi kita ialah buat berjuang
semata-mata. Berjuang mati-matian, karena maksud musuh sudah terang seperti
cahaya matahari. Hendaknyalah dengan cepat tangkas kita mengadakan badan buat
mengatur penghasilan dan pemakaian buat berjuang. Hasil itu mesti dicocokan
dengan permintaan. Dalam pembagian hasil itu, sekarang uang Jepang itu masih dipakai.
Tetapi cetakan uang itu sudah direbut Nica. Uang Jepang itu sangat mengalutkan
perekonomian rakyat. Sudah sampai temponya sekarang buat Pemerintah Republik
mengambil tindakan mencegah merosotnya uang Jepang yang menaikkan harga barang
itu dan memutusasakan Rakyat Jelata. Ada beberapa tindakan yang bisa diambil.
Pertama Pemerintah Republik bisa mencetak uang baru. Kedua, prajurit pekerja
dan perang bisa dikasih karcis sesudah menjalankan kewajibannya. Karcis itu
dibolehkan dipakai di pasar dan di toko. Ketiga, pakai sistem rakyat jelata di
zaman Jepang. Karena uang Jepang amat merosot, maka banyak rakyat di desa yang
tak mau lagi menerima uang. Mereka tukarkan telur, ayam, atau kerbaunya dengan
kain. Salah satu, dua, atau ketiganya sistem itu boleh dipakai. Tetapi boleh
atau tidaknya dipakai, perkara sepenting itu, karena mengenai seluruh rakyat
tak bisa diputuskan begitu saja. Lebih dahulu mesti diadakan perundingan yang
masak di antara para wakil rakyat jelata. Di sini cuma bisa dimajukan dasar tindakan
itu saja seperti di atas. Tetapi tindakan keuangan itu mesti lekas diambil
supaya semua penceroboh itu mati kutu. Perlulah pula selekas mungkin diadakan
hubungan dengan luar negeri! Maklumlah saudara artinya tindakan ini, andaikan
kita sudah siap dengan rencana ekonomi berjuang. Makanan cukup buat rakyat dan
prajurit, pakaian pun sudah mulai ditenun.Wanita sudah ikhlas mengerahkan
tenaganya buat mengurus dapur umum dan palang merah. Perkakas tenun dengan tak
berhentinya berputar oleh tangan wanita yang ingin menang, ingin merdeka.
Pembagian makanan dan pakaian berlaku dengan tetap teratur diselenggarakan oleh
laki-laki/perempuan tua dan muda dalam negeri. Di kaki dan pinggang gunung,
ratusan malah ribuan pondok siap sedia buat menerima penduduk kota yang
terpaksa menyingkirkan diri. Biarlah kaum imperialis membabi buta. Di udara dan
laut mereka bisa menang. Semua kota besar mungkin mereka bisa duduki. Tetapi
selama lembah, dataran, dan lereng gunung terus ditanami menurut rencana
ekonomi yang teratur rapi, selama semangat rakyat seluruhnya masih bulat
percaya pada Hak Kemerdekaannya, selama Tentara Rakyat masih pegang semangatnya
yang menyala-nyala itu, Saudara sekalian, akhirnya musuh mesti akan bertekuk
lutut dengan tiada perjanjian suatu apa. Sebelum imperialis itu meninggalkan
pesisir kita belumlah akan kita sarungkan belati kita ke sarungnya. Kembali
kita ke alam kita, ke penghidupan yang sederhana. Kita bisa dan kita terpaksa
berlaku begitu! Dengan hidup sederhana dan senjata sederhana kita bisa bertahan
bertahuntahun. Camkanlah bahwa kekayaan Indonesia yang istimewa itu mengizinkan
kita bertarung lama dengan hidup miskin. Semua kekayaan dan kemegahan Indonesia
itu kelak akan jatuh kembali ke tangan kita apabila kita sudah menang! Semboyan
kita: RENCANA EKONOMI BERJUANG! KEMERDEKAAN 100%! RENCANA EKONOMI SOSIALISTIS!
Tidak ada komentar :
Posting Komentar