Kontributor: Diketik oleh Abdul,
ejaan diedit oleh Ted Sprague (Maret 2008)
Kepada Panitia Kongres Rakyat Indonesia Bulan December 1948
Salinan: TEMPAT, 16 December 1948
Yth. Saudara-Saudari: ABIKUSNO TJOKROSUYOSO, CHAIRUL SALEH, SUKARNI DLL.
a/n Panitia “KONGRES RAKYAT INDONESIA” YOGYAKARTA
PANITIA YANG MULIA,
Sidang Yang Terhormat!
Bergembira bercampur sedih saya menerima surat undangan saudara Panitia
dengan perantaraan Sekertaris Umum, Saudara Chairul Saleh tertanggal 10
Desember 1948, dimana disampaikan permintaan Panitia kepada saya pada KONGRES
RAKYAT INDONESIA tanggal 24, 25, 26 Desember 1948 yang akan datang untuk
mengadakan PIDATO PENGANTAR (Inleidingsrede) berhubungan acara KONGRES, yaitu:
"PROKLAMASI TGL. 17 AGUSTUS 1945, ISI DAN PELAKSANAANNYA"
Gembira akan lahirnya KONGRES RAKYAT INDONESIA, yang sudah lama
ditunggu-tunggu itu. Tetapi sedih karena saya sendiri sangat berhalangan
mengunjungi KONGRES itu untuk mengucapkan PIDATO PENGANTAR itu dan cuma dapat
mengirimkan PIDATO TERTULIS kepada saudara-saudara, seperti saudara usulkan
juga, untuk dibacakan nanti di dalam sidang KONGRES. Bagaimanapun juga, saya
merasa lebih gembira daripada sedih, karena saya sedang berada dalam usaha
menyelenggarakan SESUATU yang saya harap dan percaya akan menjadi sumbangan
yang kuat bagi usaha saudara sekalian.
Tidak begitu saja, tetapi sebaliknya saya harap dan percaya pula, bahwa
usaha saudara sendiri akan memberikan sumbangan kepada usaha saya. Dalam hal
demikian itu, maka saya rasa, bahwa pada tempatnyalah saya mengucapkan
diperbanyak terima kasih atas perhatian dan penghormatan yang saudara sekalian
limpahkan atas diri saya dan pada waktunyalah pula saya membulatkan penghargaan
supaya KONGRES RAKYAT INDONESIA yang sedang saudara sekalian persiapkan itu
akan menjadi sumber kepercayaan, semangat, sikap serta tindakan bagi seluruhnya
Rakyat/Murba dan Pemuda kita di seluruhnya kepulauan Indonesia ini, pada
tingkat perjuangan yang akan kita naiki di hari depan ini.
Bahwa sesungguhnya, maka KONGRES RAKYAT INDONESIA yang sebenarnya mewakili
seluruh Rakyat di seluruh Kepulauan Indonesia itu mengandung HAK MUTLAK untuk
memproklamasikan dirinya ke seluruh masyarakat Indonesia sebagai Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang berhak membentuk Dasar peraturan dan undang-undang bagi Revolusi
Indonesia, membentuk Dewan (Parlement) Revolusi, serta membentuk Pemerintahan
Rakyat dalam arti bahwa kehendak dan tindakan Rakyat yang semenjak 17 Agustus
1945 membela Revolusi itu.
Tetapi saya sungguh insyaf bahwa waktu-waktu buat segala persiapan;
kesulitan perhubungan antara daerah dan daerah serta pulau dan pulau,
kesempitan dalam hal berkumpul, bersidang dan mengeluarkan pikiran dengan
tulisan atau lisan di samping kekurangan backing di pihak kita buat mengatasi
semuanya itu, maka saya sendiri akan dapat merasa puas, kalau kelak “KONGRES
RAKYAT INDONESIA” bisa merintis jalan dan sungguh-sungguh dapat mempelopori
KONGRES RAKYAT INDONESIA yang sebenarnya di hari depan, yang selekas mungkin
harus diadakan.
PANITIA YANG MULIA!
Sidang Yang Terhormat!
Apakah soal yang kita hadapi Sekarang ?
Soal yang kita hadapi sekarang ialah soal kemungkinan yang berhubungan
dengan putusan PEMERINTAH BELANDA, seperti yang telah diumumkan pada tgl. 11
bulan December 1948 ini, yakni kurang lebih tiga minggu saja sebelum janji yang
harus ditepatinya pada tanggal 1 Januari 1949 yang akan datang.
Putusan tersebut berbunyi lebih kurang:
1.
Perundingan Republik-Belanda, yang sudah berlaku 3 tahun, akhirnya
diputuskan oleh BELANDA.
2.
Selekasnya akan dibentuk SUATU PEMERINTAHAN INTERIN TIDAK DENGAN REPUBLIK.
Kemungkinan yang terpenting, yang akan menimbulkan soal terpenting pula
harus kelak kita selesaikan dengan tenang, tepat dan cepat ialah:
1.
Adanya perang kolonial kedua, yang dimulai dengan doorstaad
sekonyong-konyong buat merobohkan Republik.
2.
Tidak doostaad, tetapi blokade pencekik perekonomian serta infiltrasi
diteruskan, buat diakhiri dengan ulitmatum.
PANITIA YANG TERHORMAT dan Mulia!
Sidang yang Terhormat!
Saya sendiri tentulah tidak heran tentangan PUTUSAN PEMERINTAH BELANDA
serta kemungkinan yang kita akan hadapi itu. Bagi saya sendiri PUTUSAN Belanda
yang sekian kali memperhatikan perundingan itu memangnya sudah diputuskannya
dari bermula, sebelum dia hendak berunding.
Putusan memperhatikan perundingan itu adalah putusan yang sudah diputuskan
terlebih dahulu.
Pula bagi saya sendiri kemungkinan doorstaad itu bukan lagi kemungkinan ini
kali saja. Kemungkinan itu telah ada setelah Belanda kembali menginjak bumi
Indonesia sesudah dihalaukan oleh Jepang pada tanggal 8 Maret 1942. Tetapi
kemungkinan oleh doorstaat itu sering tidak memungkinkan oleh semangat
perjuangan Rakyat Indonesia sendiri.
Berhubungan dengan putusan Belanda, yang sudah diputuskannya sebelum
berunding itu, serta kemungkinan doorstaat, yang sering tak dimungkinkan oleh
persatuan perjuangan rakyat, maka Belanda berunding untuk berunding yakni untuk
mengulurkan waktu. Bukan untuk mendapatkan penyelesaian. Dalam waktu yang diulur-ulurkan
itu maka Belanda berharap dapat melaksanakan maksud yang terselip dalam hati
kecilnya, ialah:
Pertama:
Memperlemah Indonesia dengan jalan blokade ekonomi, menguasai export-import
dan perusahaan penting di daerah pendudukan; mengacau-balaukan keuangan
Republik; menjalankan “UITHONGERINGS POLITIK” terhadap daerah Republik yang
berada dalam kekurangan makanan (daerah minus); mengadakan infiltrasi dalam
semua jabatan pemerintahan, ketentaraan dan perekonomian;
Serta melakukan politik memecah belah dikalangan kita dan mendirikan
pelbagai Negara Boneka menjalankan politik adu-domba dalam Partai, Serikat
Kerja (Serikat Sekerja dan lain-lain organisasi).
Kedua:
Belanda mempererat/memperkuat dirinya sendiri dengan mengirimkan serdadu
Belanda ke Indonesia dan memperalat bangsa Indonesia seperti bekas para HEIHO
dan bekas polisi HINDIA BELANDA mengurus harta benda Rakyat Indonesia buat
menjual/dijual di luar Negeri; memakai pelbagai jenis pengkhianat buat pemimpin
bermacam-macam Negara Boneka dan melakukan infiltrasi dalam administrasi,
ketentaraan, kepolisian, serikat sekerja, partai dan pemerintahan sendiri.
Ketiga:
Belanda berusaha keras membatalkan dan menghalangi, perhubungan dagang,
sosial dan diplomasi antara Republik dan Luar Negeri, serta berusaha keras
dengan segala kelicikannya menghambat perhubungan Republik dengan Negeri Luar
sebagai negara Merdeka dengan Negara Merdeka; disampingnya itu Belanda berusaha
pula menghapusi dunia dengan tafsiran bahwa perundingan Indonesia-Belanda
adalah soal Internal-Affairs (urusan dalam rumah tangga) dan bahwa semata-mata
polisionil actie atau urusan Perang saudara yang tak perlu dicampuri oleh UNO
ataupun sesuatu negara Asing.
Keempat:
Belanda melakukan siasat “FAIT ACCOMPLI” ialah mengadakan sesuatu peristiwa
yang boleh dipakai sebagai batu loncatan buat mengadakan aksi yang lebih
tinggi. Demikianlah Belanda mengambil tindakan militer, ekonomi serta politik
buat nanti dalam perundingan Belanda-Indonesia disodorkan kepada delegasi
Indonesia sebagai suatu Bukti Nyata yang harus diakui syahnya sebagai
hak-Belanda. Dengan siasat mengadakan FAIT-ACCOMPLI (nasi sudah jadi bubur)
sebelum sedang atau setelah perundingan itu, dengan siasat memberikan
modal-pendorong kepada Belanda, dalam hal militer, ekonomi dan politik pada perundingan
yang akan datang (perundingan mana cuma untuk diperhatikan saja!) maka kita
sudah sampai berada di pinggir jurang politik, ekonomi dan militer seperti
sekarang ini.
PANITIA YANG MULIA!
Sidang Yang Terhormat!
Sejarah perundingan Belanda-Indonesia (setelah + tiga tahun lampau sebuah Organisasi
seluruhnya Rakyat Berjuang, dilumpuhkan buat melanjutkan perundingan itu)
adalah satu sejarah kesilapan.
Sejarah-penghinaan serta sejarah malapetaka bagi kita semuanya.
Perjanjian Linggarjati dipakai oleh Belanda sebagai “BATU LONCATAN” untuk
loncat dari pengakuan atas pengembalian harta benda dan perusahaan Belanda
(menurut fasal 14) sampai ke pengakuan kerja-sama dalam hal export-import,
keuangan, perekonomian bahkan seterusnya sampai ke pengakuan Kerja-sama dalam
urusan kemiliteran dan luar negeri, dimana kepentingan perdagangan Belanda
bermaharaja-lela.
Istilah federasi dan dasar Demokrasi untuk menentukan status bagi sesuatu
daerah di Indonesia dipakai oleh Belanda sebagai batu loncatan buat meloncat-loncat
dari Negara Boneka Pertama ke negara Boneka kedua, ketiga, keempat sampai ke
………ke sekian!
Pengakuan atas Mahkota Belanda, dipakainya pula sebagai batu loncatan buat
memindahkan beberapa kekuasaan terpenting kepada recele Unie
(Nederland-Indonesia), yang mempunyai Bindend gezag dan untuk membagi-bagi
kekuasaan NIS itu diantara beberapa negara Boneka. Diantara pelbagai Negara
Boneka itu tentulah dimaksud juga oleh Belanda Negara Republik, yang sudah
mengakui Mahkota Belanda, menurut fasal 8 perjanjian Linggarjati itu.
Setelah tafsiran Linggarjati habis dipertengkarkan, setelah laskar Rakyat
Jakarta Raya diserbu dan dilucuti oleh tentara Republik pada pertengahan bulan
April tahun 1947, setelah tentara Belanda sudah siap berkumpul di depan Rakyat
Indonesia yang lama tertipu dan dunia Internasional, yang di-nina-bobokan oleh
persetujuan Belanda-Indonesia, yang sudah dicapai/tercapai itu, maka Belanda
mengadakan WAHDELMARS dari Jakarta sampai ke Cirebon, dari Bandung ke
Purwokerto, terus ke Gombong beserta WAHDEMARS yang dilakukannya dari Surbaya,
Malang dan lain-lainnya di Jawa Timur. Demikian adem-pauze yang diberikan oleh
perundingan Indonesia-Belanda selama lebih dari pada satu tahun lamanya itu
dipakai oleh Belanda buat meloncat-loncatkan tentaranya dari Nederlands ke
Indonesia dan dari tempat ke tempat di kepulauan Indonesia yang sudah merdeka
100% pada waktu Proklamasi 17 Agustus 1945 itu.
Setelah perjanjian Renville tercapai 1 Januari 1948 dan setelah diplomasi
Belanda berhasil mengosongkan Kantong di Jawa Barat dan Jawa Timur dengan ujung
lidah saja, maka dengan memakai siasai “FAIT ACCOMPLI” dalam militer, ekonomi
dan politik sambil merobek-robek dan memutar-balikkan perjanjian yang
dibikinnya sendiri, maka kita sampai kepada perundingan terakhir ini dan mudah
diputuskan baru-baru ini.
Ringkasnya: dalam perundingan terakhir ini siasat lama terus dijalankan,
ialah perundingan dilakukan buat diperhentikan.
Disamping itu tujuan lama tetap dijalankan ialah memasukan Republik ke
dalam jajahan Hindia Belanda dalam corak dan nama baru.
Pemerintah Interin Federal dimana Gubenur Jenderal bertukar corak dan nama
menjadi Komisaris Tertinggi seperti yang diusulkan oleh Belanda dan mulanya
dalam garis besarnya disetujui oleh Drs. Moh. Hatta (lihat Aide Memoire) tetapi
yang ditolak oleh rakyat; seterusnya Negara Indonesia Serikat dikelak kemudian
hari itu di bawah Recel Uni Nederland-Indonesia tak lebih dan tak kurang dari
pada satu jajahan “Nieuwe Stijl”.
Sekian dalam garis besarnya pelaksanaannya Proklamasi tgl. 17 Agustus 1945
seperti sudah terbentuk dalam persetujuan Linggarjati sebagai usahanya Sutan
Syahrir, kemudian dalam perjanjian Renville, sebagai usaha Amir Syarifuddin dan
terakhir ini seperti yang terbayang dalam Aide Memoire sebagai hasil daya
upayanya PM. Hatta yang gagal.
PANITIA YANG MULIA!
Sidang Yang Terhormat!
Kami tiada terkecut atau heran melihat hasil yang diperoleh dengan jalan
perundingan itu! Dari semulanya sudah kami perhitungkan hasil yang mungkin
diperoleh dengan jalan perundingan seperti yang sudah dilakukan oleh Sutan
Syahrir, Amir Syarifuddin dan Hatta itu.
Bukan kami tiada percaya kepada semua jenis perundingan. Kami tahu juga
bahwa satu kali kita berunding dengan membuat perjanjian dengan negara luar
manapun juga. Tetapi kami mau berunding dengan atas syarat yang pasti dan
dipastikan serta diterima oleh pihak lain lebih dulu.
Kami menolak perundingan yang tiada berdasarkan hak mutlak Rakyat
Indonesia, seperti hak atas kemerdekaan, hak atas pembelaan diri dan hak atas
kehormatan sebagai Negara Merdeka.
Kami menolak berunding dengan Belanda, karena Belanda hanya akan berunding
untuk berunding, untuk mengulur-ulur waktu saja. Karena buat Belanda Involeren,
alles verloren en Indie is kurk waarop Nederlans welvaart drijf.
Dengan pengakuan pemulihan semua harta-benda Belanda maka dengan kurk,
waarop Nederlands Welvaart drijf itu (basung, di atas terapungnya kemakmuran
Belanda itu) akan bertolak malapetaka buat Belanda dan akan kembalilah
Indonesia menjadi sapi perahan Belanda dalam corak dan status yang baru.
Sifat kerja sama dengan Belanda semestinya tak lebih dan tak kurang dari
kerja-sama Indonesia dengan Negara manapun juga di dunia ini.
Ini berarti pengakuan lebih dahulu atas kemerdekaan 100 % Indonesia, ialah
merdeka bagi seluruh kepulauan Indonesia, ialah merdeka bagi penduduk yang 70
juta dan merdeka untuk menentukan arah, sifat dan urusan perekonomian,
keuangan, kemiliteran, politik luar Negeri serta kebudayaan Indonesia.
PANITIA YANG TERHORMAT!
Sidang Yang Terhormat!
Inilah artinya isi Proklamasi 17 Agustus, 100 % kemerdekaan dalam memiliki
dan mempergunakan semua sifat dan hak dalam faham kenegaraan. Kemerdekaan 100 %
itu sudah lepas dari kungkungannya yang dipaksakan atas bangsa Indonesia.
Kemerdekaan 100 % itu tetap menjadi hak mutlak Bangsa Indonesia juga
diwaktu terhimpit oleh Kapitalisme-Imperialisme Asing selama tahunan.
Dengan meletusnya Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 maka
terlepaslah Dewi Kemerdekaan Indonesia dari belenggunya dan terlepaslah semua
yang menghimpitnya selama 350 tahun itu.
Sendirinya semenjak 17 Agustus itu kemerdekaan 100 % itu kembali menjadi
SUMBER segalanya macam kekuasaan Bangsa Indonesia dalam politik-diplomasi,
perekonomian-keuangan, sosial-kebudayaan dll.:
Kembalilah kedaulatan Bangsa Indonesia ke tangannya sendiri.
Pemindahan seluruh atau sebagianpun dari kemerdekaan/kedaulatan Rakyat
Indonesia itu ke tangan Asing dengan maksud dan alasan manapun juga walaupun
selama satu menit saja dan membagi-bagi kemerdekaan/kedaulatan bangsa Indonesia
diantara Bangsa Indonesia dengan bangsa lain manapun juga adalah sesuatu
pelanggaran atas proklamasi itu bahkan sesuatu pengkhiatan terhadap Proklamasi
yang sudah dibela oleh Rakyat/murba dan Pemuda Indonesia dengan pengorbanan
harta benda dan jiwa raganya sendiri.
Kemerdekaan sesuatu bangsa adalah “UNALIENNABLE” (tak boleh dipindahkan
ataupun dibagi-bagi).
Bukanlah kemerdekaan 100 % itu sesuatu “hasrat atau cita-cita” lagi bagi
Rakyat Indonesia yang sudah diperoleh dengan pengorbanan yang tiada bisa ditebus
atau dibatalkan lagi oleh perjanjian apapun dan oleh siapapun juga.
PANITIA YANG MULIA!
Sidang Yang Terhormat!
Bagi kami sendiri sikap serta tindakan yang harus kita ambil terhadap
perundingan dengan Belanda serta kemungkinan doorstaad itu sudah kami putuskan
tiga tahun lampau, pada saat Belanda kembali menginjak bumi Indonesia kita ini.
Sikap dan tindakan itu sekarangpun sedikitpun kami tiada merasa perlu
membatalkan atau merubahnya:
Kalau sang gerilya Jawa Barat belum mendapatkan pelbagai pusat pertahanan
seperti sekarang; jika sang Gerilya Jawa Timur belum berusaha keras mendapatkan
pelbagai pusat pertahanan pula seperti sekarang ini; jikalau akhrnya Jawa
Tengah belum pula lagi bergerak memperlengkapi penyerbuannya Sang Gerilya buat
seluruh Jawa seperti kini, maka kami umumnya dan saya sendiri yang hitam atas
putih semenjak permulaan Revolusi sudah memajukan siasat-gerilya itu akan
terpaksa bersikap menunggu-nunggu dan menciptakan (mencipta-berteori saja).
Tetapi dengan bangunannya kembali, atas kekuatannya sendiri Laskar Rakyat
Jawa Barat, yang dipukul sehebat-hebatnya pada bulan April tahun 1947, maka
tujuh bulan lampau dengan lebih-pasti lagi saya menguatkan pendirian saya
dengan menuliskan pendapat saya tentangan senjata kita dalam perjuangan Kemerdekaan
ini dalam risalah bernama Sang Gerillya dan Gerpolek.
Dengan siasat ber-gerilya atas kemiliteran, politik dan ekonomi di seluruh
kepulauan Indonesia, disamping siasat Aksi Murba teraturlah kita akan dapat
mengusir imperialis manapun juga yang berbicara dan bercorak apapun juga dapat
juga dari pantai laut dan Udara Indonesia ini dan dengan jalan demikianlah kita
dapat melaksanakan ISI Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
Tetapi untuk memelihara dan mempertebal keyakinan dan tekad para anak-prajurit
kita, maka menurut pikiran saya, haruslah kita para pemimpin sendiri lebih
dahulu dengan sungguh-ikhlas mengambil pelajaran dari perundingan-Indonesia
(perundingan Indonesia-Belanda) selama tiga tahun ini dan membulatkan perhatian
dan usaha kita kepada sikap dan tindakan: BERUNDING ATAS PENGAKUAN KEMERDEKAAN
100 % SESUDAH TENTARA ASING MENINGGALKAN PANTAI DAN LAUTAN INDONESIA!
Panitia Yang Mulia!
Sidang Yang Terhormat!
Hendaknya kita sendiri jangan goncang bimbang memegang sikap semacam itu.
Hendaknya di hari depan kita jangan lagi dapat ditipu dengan pemerintah seperti
perintah genjatan senjata, Pengosongan kantong dan penarikan tentara ke garis
belakang dan lain-lain, karena semuanya perintah semacam itu cuma tipu muslihat
Belanda saja buat mengulur waktu dalam maksudnya membatalkan Proklamasi 17
Agustus dan mengembalikan status penjajahannya.
Hendaknya Kongres ini memusatkan perhatian serta usahanya disekitar soal
yang merintis saja, buat membulatkan tenaga menentang doorsaat seperti soal:
1.
mobilisasi dan persenjataan umum.
2.
pembagian makanan-pakaian kepada rakyat.
3.
melaksanakan Demokrasi.
4.
dan lain-lain sebagainya.
Hendaknya kongres memusatkan perhatian dan usahanya, supaya selekas mungkin
dapat mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang sesungguhnya yang mewakili
tiap-tiap Daerah Gerilya di kepulauan Indonesia sendiri, dalam keadaan manapun
dan diwaktu bilapunjuga.!
PANITIA YANG MULIA!
Sidang Yang Terhormat!
Dengan ini saya takjub menundukkan kepala menghadap kepada saudara pemimpin
Kongres Rakyat Indonesia sambil membulatkan dan memusatkan pengharapan saya:
Supaya, pertama dengan segera dapat dipersatukan semuanya tenaga yang
ikhlas berjuang berkorban.
Supaya, kedua dengan cepat, tegas dapat dibersihkan semua pengacau
pengkhianat di tengah kita.
Supaya, ketiga dengan cepat atau lambat serdadu Belanda yang terakhir dapat
dihalaukan ke laut.
Supaya, keempat ISI kemerdekaan 100 % dapat diselenggarakan dan
Supaya, kelima dengan demikian Proklamasi 17 Agustus dilaksanakan.
Akhirul kalam, saya membulatkan pengharapan, supaya dalam Kongres Rakyat
Indonesia ini terdapat suasana saling percaya-mempercayai serta suasana
keikhlasan memberi dan menerima buat mendapatkan KATA SEPAKAT, yang akan
dilaksanakan dengan segala kejujuran, ketaatan dan kebijaksanaan sambil
mengatasi semua ragam PROVOKASI dari pihak musuh dan kaki tangannya sudah
terlampau banyak dan aman berada ditengah-tengah kita.
Sekian! Selesai
SELAMAT BERKONGRES!
M E D E K A!!!!!
(TAN MALAKA)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar