1.
AVIAN INFLUENZA (AI)
Penyebab :
Virus famili orthomyxoviridae
Sumber
infeksi : unggas piara, spesies unggas domestikasi yang
lain, burung piara eksotik, unggas liar, hewan lain.
Tanda
klinis : sangat bervariasi tergantung spesies, jenis kelamin,
infeksi ikutan, virus yang menginfeksi, factor lingkungan dan sebagainya yaitu
aktivitas menurun, konsumsi pakan menurun, emasiasi, ayam mengeram lebih lama,
produksi telur menurun, gangguan pernapasan dari yang ringan sampai berat, batuk
,bersin lakrimasi yang berlebihan, sinusitis, bulu menggelapai, edema pada muka
dan kepala, terdapat sianose pada kulit yang tidak berbulu, gangguan saraf dan
diare.
Dari tanda klinis ini
biasanya hanya salah satu tanda saja yang terlihat atau beberapa kombinasi. Pada
kasus yang sangat cepat ayam-ayam mati tanpa tanda-tanda. Ayam sakit dalam
keadaan komatose sering kepalanya menyentuh lantai.
Perubahan pasca mati : terlihat
kongesti, hemoragi, transudatif dan perubahan nekrotik pada kulit, jengger,
pial.
Pada
penyakit berlanjut organ-organ yang lain akan terkena sering terlihat bintik
kuning abu-abu pada hati, limpa, ginjal dan paru-paru.
Diagnosa : Dengan
pemeriksaan serologi dan virologi. Spesimen berupa swab trakea dan kloaka.
Diagnosa banding : ND, Chlamydia, Mycoplasmosis dan
bakteri.
Pengendalian : Tidak ada
pengobatan yang spesifik, semua pengobatan hanya menunjang secara alam untuk
melegakan alat pernapasan. Pengobatan dengan antibiotik hanya untuk mencegah
efek ikutan pada infeksi bakteri dan mycoplasma.
2. SNOT (INFECTIOUS CORYZA)
Penyebab : Hemophilus paragallinarum
Tanda klinis :
- Konsumsi
makanan, produksi telur atau pertumbuhan menurun cukup tajam.
- terlihat
adnya leleran hidung dan mata yang kadang-kadang disertai mata lengket /
tertutup
- udema muka, gangguan pernapasan dan mungkin
disertai diare
-
keadaan ini melanjut dengan
ditemukannya beberapa penderita dengan pembengkakan sinus infra orbitalis dan / atau
eksudat pada kantung konjunctiva.
Perubahan
pasca mati : peradangan yang bersifat kataral pada saluran hidung dan
sinus-sinus, seringkali disertai eksudat pada rongga hidung. Seringkali
ditemukan pembengkakan muka dan kadang-kadang balung.
Diagnosa : - sejarah,
gejala klinis dan lesi yang menciri bisa digunakan sebagai dasar diagnosa.
-
preparat ulas eksudat hidung harus dibuat dan diwarnai,
-
isolasi dan identifikasi organisme dari eksudat sinus
-
bisa juga dilakukan uji biologis terhadap eksudat dari
sinus ayam peka
-
HI dan AGID test serum penderita
Diagnosa
banding : mycoplasmosis, pox unggas, pasteurellosis terbatas yang bersifat
kronis
Pencegahan :
- beli anak ayam yang bebas koriza dan
pelihara dengan sanitasi ketat
-
bila ada outbreak perlu dilakukan depopulasi kemudian
kandang dibersihkan dan desinfeksi, istirahatkan beberapa hari. Kemudian
masukkan ayam baru yang bebas koriza
-
lakukan vaksinasi
Pengobatan : beberapa preparat sulfa dan antibiotik bisa digunakan. Obat yang
bisa dipakai yaitu streptomycin, erythromycin, sulfadimethoxine
3. NEWCASTLE DISEASE (ND)
Penyebab : Virus Paramyxo
Penularan :
Kontak dengan hewan sakit melalui eksudat, feses dan urine atau melalui
perlengkapan kandang termasuk pakan. Penularan dari satu tempat ke tempat yang
lain melalui transportasi, pekerja kandang, burung liar, angin, serangga dsb.
Tanda klinis :
tergantung dari virulensi virus yang menulari bisa asimptomatis, gejala
pernapasan ringan atau gejala pernapasan disertai gangguan syaraf atau
kombinasi gangguan pernapasan dan digesti.
Perubahan pasca mati : tergantung pada strain yang menulari yaitu
berupa bintik-bintik perdarahan pada proventrikulus, nekrose pada usus,
kelainan saluran pernapasan berupa rhinitis, tracheitis, laringitis, pneumonia
dengan eksudat kataralis atau mukopurulenta. Kelainan syaraf berupa
ensefalitis, degenerasi dan nekrose otak. Dapat pula ditemukan perdarahan
berupa ptechie pada pericard, epicard, subpleura, tembolok dan usus.
Diagnosa :
isolasi dan identifikasi dengan uji HA (hemaglutinasi) dan HI (Hemaglutinasi
Inhibition)
Diagnosa banding : Infectious bronchitis, infectious
laryngotracheitis, mikoplasmosis, avian encephalomielitis.
Pengendalian : Sanitasi kandang yang baik, anak ayam harus
berasal dari peternakan yang bebas ND dan selalu dilakukan vaksinasi pada
hewan-hewan yang peka.
4. INFECTIOUS BRONCHITIS (IB)
Penyebab : Coronaviridae
Tanda klinis :
pada ayam muda penyakit IB sangat
cepat ditandai dengan sulit bernapas, sedikit ngorok dari hidung dan mata
keluar eksudat. Produksi telur menurun antara 10-50 %, bentuk telur abnormal,
kerabang lunak atau kasar, daya tetas menurun.
Peubahan pasca mati : trakea terlihat kemerahan mengeluarkan lendir
seromukoid, kantung hawa menebal dan buram. Pada ayam petelur terdapat
peritonitis akibat telur pecah dan salfingitis. Kadang-kadang ditemukan
nefrosis.
Diagnosa :
Histopatologi, Virologi
Diagnosa banding :
Infectious laryngotracheitis, ND, infeksi mikoplasma.
Pengendalian : Pemeliharaan kandang yang sehat dan vaksinasi
secara teratur
5. PULLORUM
Penyebab : Salmonella pullorum
Penularan : melalui air, makanan dan lingkungan yang
terkontaminasi, penularan juga dapat terjadi akibat kanibalisme ayam yang mengalami
bakterimia.
Tanda klinis :
- pada ayam dewasa tidak menunjukkan
gejala klinis.
-
pada ayam yang baru menetas kelihatan lemah dan kemudian
mati.
-
Anak ayam yang sakit kelihatan ngantuk dan lemah.
-
Juga terlihat penurunan nafsu makan, diare putih yang
menempel, berkelompok didekat sumber panas dan menciap-ciap.
-
Beberapa hari kemudian mungkin timbul gangguan pernapasan
pada anak ayam yang menghirup bibit penyakit pada penetasan
Perubahan
pasca mati : pada ayam dewasa biasanya tidak ada lesi, testis yang terserang
mungkin atropi. Pada anak ayam yang mati kadang-kaadang terlihat basah, ada
tinja keputihan seperti pasta yang
menempel disekitar kloaka. Pada kasus klasik ditemukan nodul-nodul berwarna
abu-abu pada satu atau lebih organ paru, hati, dinding gizard, limpa,
peritoneum, dinding usus / usus buntu.
Diagnosa : isolasi dan identifikasi
Pencegahan : dengan cara monitoring dengan
uji serologi secara rutin.
Pengobatan : Pada ayam pedaging kadang-kadang dilakukan pengobatan, kemudian
tetap dipelihara dan dijual tanpa kerugian yang banyak. Pada ayam petelur
dianjurkan untuk depopulasi. Penggunaan obat sulfa atau furazolidon atau
antibiotik berspektrum luas. Obat hendaknya dicampurkan pada air minum.
6. FOWL POX (CACAR AYAM)
Penyebab : Virus DNA yaitu virus pox
Sumber penularan : nyamuk
Penularan :
melalui luka pada kulit, bisa juga melalui keropeng tertular yang dimakan,
penularan langsung juga dapat terjadi misalnya dengan mematuk-matuk ayam sakit
Tanda klinis :
Mula-mula berupa papula kecil berwarna kelabu di daerah kulit yang tidak
berbulu, pada bagian kepala dan kaki. Beberapa radang bergabung membentuk
radang yang besar dan akhirnya membentuk keropeng besar. Apabila keropeng
dikelupas akan terjadi perdarahan dilapisan bawahnya. Pada tipe cacar basah
akan terlihat bercak berwarna kuning pada selaput lendir mulut, lubang hidung
dan faring, sering menyebabkan penyumbatan saluran udara yang mengakibatkan penderita
tercekik.
Perubahan pasca mati :
perubahan yang terjadi sama seperti gejala klinis.
Diagnosa :
histopatologi
Pengendalian : Ayam yang tertular diisolasi sedangkan ayam
disekitar kandang harus divaksinasi. Untuk mencegah infeksi sekunder diberi
antibiotik dan vitamin. Populasi nyamuk dapat ditekan dengan menggunakan
pestisida.
7. GUMBORO (INFECTIOUS BURSAL DISEASE/IBD)
Penyebab : birnavirus
Penyebaran :
melalui kontaminasi virus pada peralatan kandang, pakan, alat angkut dan
bahan-bahan lain yang digunakan dalam kandang.
Tanda klinis :
dikenal dua bentuk penyakit gumboro yaitu subklinis dan klinis.
a.
Bentuk Subklinis
Menyerang ayam
muda yang umurnya kurang dari tiga minggu dan tidak terlihat gejala klinisnya.
Biasanya tidak menimbulkan kematian tetapi ayam yang terserang dan sembuh dari
penyakit akan mengalami imunodepresi akibat kerusakan sel-sel limfosit
pembentuk antibodi yang berada dalam bursa fabrisius, thymus dan limpa. Ayam
menjadi tidak tanggap terhadap vaksinasi dan kematian terjadi akibat infeksi
penyakit lain.
b.
Bentuk Klinis
Kejadiannya
berjalan akut dengan tanda-tanda klinis ayam menjadi lesu, inkoordinasi,
tremor, mencret putih dan berlendir, mematuk-matuk kloaka dan bulunya kusam.
Bila terjadi infeksi sekunder, kesembuhan dapat terjadi dalm waktu kurang dari
satu minggu dan kematian tidak lebih dari 20%.
Perubahan pascamati : perdarahan
pada otot dada, otot paha, otot sayap dan proventrikulus, sering juga
perdarahan terjadi di dalam rongga tubuh dan darahnya sulit membeku. Pada
kejadian penyakit yang kronis bursanya mengecil dan berisi eksudat yang telah
mengeras.
Diagnosa :
sejarah penyakit, gejala klinis dan perubahan pasca mati, isolasi virus,
histopatologi.
Diagnosa banding : Leukositozoonosis, inclusion body hepatitis,
infectious bronchitis, keracunan warfarin, defisiensi vitamin A, ND,
koksidiosis.
Pengendalian : Tidak ada obat yang efektif, kecuali hanya
untuk menekan infeksi sekunder.
Pencegahan :
Vaksinasi
8. FOWL KOLERA (KOLERA UNGGAS)
Penyebab : Pasteurella multocida
Penularan : Kanibalisme unggas yang menderita atau mati
karena kolera merupakan penularan yang cukup penting.
Tanda Klinis :
- pada kolera akut dijumpai kematian yang
tiba-tiba.
-
Ayam yang menderita kolera nafsu makannya turun, depresi,
kebiruan, mengeluarkan cairan kental dari mulut atau hidung, diare putih berair
atau hijau mengental.
-
Pada kasus yang kronis dijumpai pembengkakan persendian,
cuping, telapak kaki atau selaput sendi. Eksudat biasanya mengkeju dan bisa
terkumpul didalam selaput selaput mata atau sinus infraorbitalis.
Perubahan pasca mati : - kalau penyakitnya sangat akut, mungkin tidak
ditemukan lesi.
-
pada kasus akut terdapat seluruh permukaan hatinya
bergaris-garis.
-
Pada kasus kronik mungkin ditemukan beberapa peradangan
terbatas pada persedian, selaput sendi, cuping, kantung selaput mata, sinus
infraorbitalis, selaput lendir rongga hidung, telinga tengah atau pada tulang
cranial
Diagnosa : bedah bangkai, sejarah
penyakit dan tanda klinis, isolasi dan identifikasi bakteri.
Diagnosa
banding : Influenza unggas, ND.
Pencegahan : kebersihan lingkungan,
vaksinasi, bila ada outbreak sebaiknya dilakukan depopulasi
Pengobatan : obat yang sering dipakai yaitu sulfamethoxine, sulfaquinoxaline,
sulfamethazine, sulfamerazine, tetracyclin, erythromycin, streptomycin,
penicillin.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar