1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia
Walaupun penyakit cacingan
tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga
penyakit parasit cacing disebut sebagai penyakit ekonomi. Kerugian-kerugian
akibat penyakit cacing, antara lain : penurunan berat badan, penurunan kualitas
daging, kulit, dan jerohan, penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja
pada ternak potong dan kerja, penurunan produksi susu pada ternak perah dan
bahaya penularan pada manusia.
1.1. Fasciolosis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh
cacing Fasciola sp. Pada umumnya yang banyak ditemukan di Indonesia
adalah Fasciola gigantica. Fasciolosis pada kerbau dan sapi biasanya
bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing dapat bersifat akut. Kerugian
akibat fasciolosis ditaksir 20 Milyard rupiah / tahun yang berupa : penurunan
berat badan serta tertahannya pertumbuhan badan, hati yang terbuang dan
kematian. Disamping itu kerugian berupa penurunan tenaga kerja dan daya tahan
tubuh ternak terhadap penyakit lain yang tidak terhitung.
Etiologi
Fasciola
sp, hidup di dalam hati
dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.
Siklus Hidup
Telur fasciola masuk ke dalam
duodenum bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes definitif. Di luar
tubuh ternak telur berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke
tubuh siput muda, yang biasanya genus Lymnaea rubiginosa. Di dalam tubuh
siput mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria
akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang. Pada tempat yang cocok,
serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Ternak akan
terinfeksi apabila minum air atau makan
tanaman yang mengandung kista.
Ternak Rentan
Ternak yang rentan terhadap Fasciolosis adalah sapi, kerbau, kambing dan
ruminansia lain. Ternak berumur muda lebih rentan daripada ternak dewasa.
Gejala Klinis
Pada Sapi penderita akan mengalami
gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang
kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak
terhambat pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas.
Pada Domba dan
kambing, infeksi bersifat akut, menyebabkan kematian mendadak dengan darah keluar dari hidung dan
anus seperti pada penyakit anthrax. Pada infeksi yang bersifat kronis, gejala yang terlihat antara
lain ternak malas, tidak gesit, napsu
makan menurun, selaput lendir pucat, terjadi busung (edema) di antara rahang bawah
yang disebut “bottle jaw”, bulu kering dan rontok, perut membesar dan
terasa sakit serta ternak kurus dan lemah.
Kelainan Pasca Mati
Pada
kasus akut akan ditemukan pembendungan dan pembengkakan pada hati, terdapat
ptechie pada permukaan maupun sayatan hati, kantong empedu dan usus mengandung
darah.
Pada
kasus kronis, terlihat saluran empedu menebal dindingnya, mengandung parasit
dan seringkali batu, disamping itu ditemukan pula anemia, kekurusan dan hati
mengeras (sirosis hati).
Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis, identifikasi
telur cacing di bawah mikroskopdan pemeriksaan pasma mati dari ternak yang
mati.
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan, antara lain
memberantas siput secara biologik, misalnya dengan pemeliharaan itik/bebek,
ternak jangan digembalakan di dekat selokan (genangan air) dan rumput jangan
diambil dari daerah sekitar selokan.
Pengobatan
Pengobatan secara efektif dapat dilakukan dengan
pemberian per oral Valbazen yang mengandung
albendazole, dosis pemberian sebesar
10 - 20 mg/kg berat badan, namun perlu perhatian bahwa obat ini dilarang
digunakan pada 1/3 pertama kebuntingan, karena menyebabkan abortus. Fenbendazole
10 mg/kg berat badanatau lebih aman pada ternak bunting. Pengobatan dengan
Dovenix yang berisi zat aktif Nitroxinil dirasakan cukup efektif juga untuk
trematoda. Dosis pemberian Dovenix adalah 0,4 ml/kg berat badan dan diberikan
secara subkutan.Pengobatan dilakukan tiga kali setahun.
Diagnosis Banding
Penyakit Anthrax sering kali mirip dengan
haemonchosis. Diagnosis terhadap Anthrax diteguhkan jika terlihat perdarahan
dari hidung dan anus pada infeksi akut kambing dan domba. Pada Haemonchosis,
diagnosis didasarkan pada terlihatnya
gejala bottle Jaw.
1.2. Nematodosis
Nematodosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
cacing Nematoda atau cacing gilig. Di dalam saluran pencernaan (gastro
intestinalis), cacing ini menghisap sari makanan yang dibutuhkan oleh induk
semang, menghisap darah/cairan tubuh atau bahkan memakan jaringan tubuh. Sejumlah
besar cacing Nematoda dalam usus bisa menyebabkan sumbatan (obstruksi) usus
serta menimbulkan berbagai macam reaksi tubuh sebagai akibat toksin yang
dihasilkan.
Pada ternak ruminansia telah diketahui lebih dari
50 jenis spesies, tetapi hanya beberapa spesies yang mempunyai arti penting
secara ekonmis, antara lain sebagai berikut :
a. Haemonchus contortus
Penyakit yang disebabkan oleh cacing Haemonchus
contortus disebut Haemonchosis. Panjang cacing Haemonchus
contortus betina antara 18 – 30 mm dan jantan sekitar 10 – 20 mm. Pada
cacing betina secara makroskopis usus yang berwarna merah berisi darah saling
melilit dengan uterus yang berwarna putih.
Cacing dewasa berlokasi di abomasum domba dan kambing.
Siklus Hidup
Siklus hidup Haemonchus contortus dan Nematoda
lain pada ruminansia bersifat langsung, tidak membutuhkan hospes intermediet. Cacing dewasa hidup di abomasum,
memproduksi telur. Telur dikeluarkan oleh ternak bersama-sama pengeluaran
feses. Di luar tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur menetas dan
menjadi larva. Larva stadium L1 berkembang menjadi L2 dan
selanjutnya menjadi L3 ,
yang merupakan stadium infektif. Larva infektif menempel pada
rumput-rumputan dan teringesti oleh domba. Selanjutnya larva akan dewasa di
abomasum.
Gambar 3. Siklus Hidup Haemonchus spp
(Whittier, et al., 2003)
Kerugian
Haemonchus adalah cacing penghisap darah yang rakus, setiap
ekor per hari menghabiskan 0,049 ml darah, sehingga menyebabkan anemia. Anemia
berlangsung melalui 3 tahap, yaitu tahap I, 3 minggu setelah infeksi ternak
akan kehilangan darah dalam jumlah besar, hal ini merupakan tahap akut, tahap
II, antara 3 – 8 minggu setelah infeksi, kehilangan darah dan zat besi ternak berlangsung
terus tetapi masih diimbangi oleh kegiatan eritropoetik, dan tahap III, terjadi
kelelahan sitem eritropoetik yang disebabkan oleh kekurangan besi dan protein,
dan hal ini merupakan tahap kronis.
Gejala Klinis
Anemia merupakan gejala utama dari infeksi
Haemonchus bersamaan dengan kehilangan darah dan kerusakan usus.
Terlihat busung di bawah rahang , diare, tapi kadang-kadang kambing sudah mati
sebelum diare muncul. Gejala lain yang menonjol, yaitu : penurunan berat badan,
pertumbuhan yang jelek dan penurunan produksi susu.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala
klinis, identifikasi telur-telur cacing di bawah mikroskop, serta bedah bangkai
pada ternak yang mati juga akan membantu penetapan diagnosis.
Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan
adalah jangan menggembalakan ternak terlalu pagi, pemotongan rumput sebaiknya
dilakukan siang hari, pengobatan secara teratur dan mengurangi pencemaran tinja
terhadap pakan dan air minum.
Pengobatan
Pengobatan yang bisa diberikan berupa
kelompok benzilmidazole, antara lain albendazole
dengan dosis 5 – 10 mg/kg berat badan, mebendazole dengan dosis 13,5 mg/kg
berat badan dan thiabendazole dengan
dosis 44 – 46 mg/kg berat badan. Albendazole dilarang dipakai pada 1/3
kebuntingan awal. Mebendazole dan thiabendazole aman untuk ternak bunting,
tetapi thiabendazole sering menyebabkan resistensi.
b.Toxocara vitulorum (Neoascaris
vitulorum)
Cacing
Toxocara vitulorum termasuk klas Nematoda yang memiliki kemampuan lintas
hati, paru-paru dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm
dan lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dab memiliki
dinding yang tebal. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi
di usus kecil.
Siklus Hidup
Telur
dalam tinja tertelan oleh sapi atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi
laeva. Larva kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa
ke plasentadan masuk ke cairan
amnion serta masuk ke dalam kelenjar mammae
dan keluar bersama kolustrum.
Cara Penularan
Terdapat tiga cara penularan cacing Toxocara vitulorum, antara
lain makan telur, tertelan tanpa
sengaja, lewat plasenta pada saat fetus dan lewat kolustrum pada waktu menyusu
induknya.
Gejala Klinis
Pada
anak sapi atau kerbau terjadi diare dan ternak menjadi kurus. Pernah dilaporkan
juga bisa menyebabkan kematian. Anak sapi yang tetap hidup akan mengalami
gangguan pertumbuhan.
Diagnosis
Pemeriksaan
telur cacing dalam tinja merupakan cara diagnosis adanya cacing ini.
Pengobatan dan pencegahan
Upata
pengobatan cacing ini adalah dengan pemberian piperazin. Pengobatan secara
teratur pada anak sapi dan menjaga kebersihan kandang merupakan tindakan
pencegahan yang diharuskan.
c. Oesophagostomum sp.(cacing bungkul)
Cacing bungkul dewasa hidup di dalam
usus besar. Disebut cacing bungkul karena bentuk larva cacing ini dapat
menyebabkan bungkul-bungkul di sepanjang usus besar.
Ukuran
rata-rata cacing bungkul dewasa betina antara 13,8 – 19,8 mm dan Jantan antara
11,2 – 14 5 mm.
Gejala
klinis yang ditemukan antara lain kambing kurus, napsu makan hilang, pucat,
anemia dan kembung. Tinja berwarna hitam, lunak bercampur lendir atau darah
segar.
d. Bunostomum sp
(cacing kait)
Lokasi
hidup cacing kait adalah di dalam usus halus kambing dan domba. Panjang caing jantan kira-kira 12 – 17 mm dan
betina kira-kira 19 – 26 mm. Dikenal dengan cacing kait karena pada bagian
ujung depan (kepala) cacing membengkok ke atas sehingga berbentuk seperti kait.
Gejala klinis yang bisa
diamati antara lain ternak mengalami anemia, terlihat kurus, kulit kasar, bulu
kusam, napsu makan turun, tubuh lemah. Tinja lunak dengan warna coklat tua.
Perlu diketahui bahwa cacing Bunostomum sp menempel kuat pada dinding usus. Cacing
memakan jaringan tubuh dan darah, sehingga walaupun jumlah cacing hanya sedikit,
namun ternak cepat menunjukkan gejala klinis yang nyata.
e. Trichostrongylus sp (cacing rambut)
Cacing kelompok ini ukurannya sangat
kecil dan hidup di dalam usus halur kambing dan domba. Dinamakan caing rambut
karena tebalnya kurang lebih sama dengan rambut, sedangkan panjangnya kurang
dari 10 mm.
Telur
cacing yang keluar bersama tinja akan berkembang menjadi larva apabila susana di luar, seperti kelembaban,
suhu, oksigen cukup menguntungkan bagi kehidupannya, misalnya adanya tumpukan
feses. Pada keadaan tersebut larva akan berkembang menjadi larva infektif. Di tempat penggembalaan larva dapat hidup
sampai 6 bulan.
Kepekaan
ternak terhadap serangan cacing ini tergantung beberapa faktor, antara
lain umur, kualitas pakan, genetik dan
pengaruh luar, misalnya pemberian obat-obatan. Kambing muda dan kualitas pakan
yang jelek akan lebih peka terhadap serangan cacing.
Gejala klinis yang bisa
diamati adalah ternak muda terlihat
pertumbuhan terhambat, mencret dengan warna tinja hijau kehitaman, kurus dan
diakhiri kematian.
Ternak bisa tertular cacing ini
dengan cara menelan telur berembrio yang terdapat di rumput-rumputan atau
dengan cara menelan larva infektif atau larva menembus kulit.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap
penyakit nematodosis, antara lain berupa
pemberian pakan kualitas tinggi dengan kuantitas yang cukup, menghindarkan
berjubelnya ternak dalam satu petak penggembalaan, memisahkan ternak
berdasarkan umur, menghindarkan ternak dari tempat-tempat becek, selalu
memelihara kebersihan kandang dan lingkungan peternakan dan melakukan
pemeriksaan feses dan pengobatan terhadap cacing secara teratur.
1.3. Cestodosis
Cacing
Moniezea merupakan cacing Cestoda yang sering menyerang kambing. Cacing
ini memiliki panjang tubuh bisa mencapai 600 cm dan lebar 1 – 6 cm. Bentuk
cacing pipih, bersegmen dan berwarna putih kekuningan. Cacing ini jarang
menimbulkan masalah, kecuali jika menyerang anak kambing yang sangat muda dan
dalam jumlah yang besar. Tungau digunakan sebagai inang antara bagi cacing.
Siklus Hidup
Cacing pita dewasa hidup dalam usus
kambing dan domba akan melepaskan segmen yang masak bersama tinja, segmen
tersebut pecah dan melepaskan telur . Telur-telur cacing dimakan oleh tungau tanah yang hidup pada akar tumbuhan.
Telur-telur dalam tubuh tungau menetas menjadi larva. Kambing/domba memakan
tungau bersama-sama akar tanaman, seingga larva akan tertelan dan tumbuh
menjadi dewasa di usus.
Gejala Klinis
Gejala yang terlihat pada
kambing penderita, antara lain badan
kurus, bulu kusam, selaput mata terlihat pucat, anemis, terdapat gejala edema
dan mencret. Biasanya potongan segmen yang matang keluar bersama tinja atau
kadang menggantung di anus.
Diagnosis
Terlihatnya segmen yang
menggantung di anus atau adanya potongan segmen cacing bersama tinja dan
disertai dengan gejala klinis cukup memberikan petunjuk adanya infeksi cacaing
Moniezea pada kambing. Apabila potongan cacing tidak ditemukan, maka diagnosis
didasarkan dengan pemeriksaan telur cacing di bawah mikroskop.
Pencegahan
Sebagai upaya pencegahan
dan pemberantasan terhadap cacing Moniezea, selain tindakan pengobatan pada
ternak yang sakit, juga harus dilaksanakan pemberantasan terhadap insekta
(serangga) yang dapat digunakan sebagai inang antara.
Pengobatan
Bisa diberikan preparat
obat, antara lain : albendazole, oxfendazole 5 mg/kg berat badan, cambendazole
20 – 25 mg/kg berat badan, fenbendazole 5 – 10 mg/kg berat badan atau
mebendazole 13,5 mg/kg berat badan.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar