MAKALAH
LK 2
MENINGKATKAN KETAHANAN
PANGAN DIDALAM MASYARAKAT
Oleh :
TEGUH
HANDOKO
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas segala karunia dan berkat yang telah diberikan-Nya , sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah Menigkatkan
ketahanan pangan di dalam masyarakat.
Makalah ini disusun untuk membantu mengembangkan
kemampuan pemahaman pembaca terhadap Menigkatkan
ketahanan pangan di dalam masyarakat. Pemahaman tersebut dapat dipahami
melalui pendahuluan , pembahasan masalah , serta penarikkan garis kesimpulan
dalam makalah ini .
Makalah Menigkatkan
ketahanan pangan di dalam masyarakat ini disajikan dalam konsep dan
bahasa yang sederhana sehingga dapat membantu pembaca dalam memahami makalah
ini . Dengan makalah ini , diharapkan pembaca dapat memahami mengenai hak dan
kewajiban sebagai anggota warga negara .
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca .
Saran , kritik dan masukkan sangat penulis harapkan dari seluruh pihak dalam
proses membangun mutu makalah ini
Malang , Mei 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor
28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi
bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus
dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan
oleh Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut
disebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan
pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan
penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak
memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam,
merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan sebagai peraturan pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan
bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke
waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem
produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal,
mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi
pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan mempertahankan
dan mengembangkan lahan produktif. Di PP tersebut juga disebutkan dalam rangka
pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan
melalui upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan
keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.
Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan
dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan
budaya lokal melalui peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan dan
peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan
gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga menggarisbawahi untuk mewujudkan
ketahanan pangan dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang meliputi
pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu,
kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan
dan distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah
pangan serta riset dan teknologi pangan.
Dari uraian di atas terlihat ketahanan pangan
berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak sektor pembangunan. Keberhasilan
pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh performa salah
satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi
antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha)
merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.
Pangan dibedakan atas pangan segar
dan pangan olahan :
a.
Pangan segar
Pangan segar adalah pangan yang belum
mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku
pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.
b.
Pangan olahan tertentu
Makanan / pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan
bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas
kesehatan kelompok tersebut.
c.
Pangan siap saji
Pangan siap saji adalah makanan atau
minuman yang sudah diolah dan bisa langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan
1.2
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah dtitujukan untuk
merumuskan permasalahan yang akan dibahas pada pembahasan dalam makalah . Ada
pun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah , sebagai berikut :
- Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan ?
- Bagaimana strategi dalam upaya pembangunan ketahanan pangan?
- Aspek – aspek apa saja yang berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan ?
- Bagaimana program dalam upaya ketahanan pangan ?
1.3
TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari
tujuan dari dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah. Ada pun
tujuan penulisan makalah , sebagai berikut :
- Untuk mengetahui pengertian dari ketahanan pangan.
- Untuk mengetahui strategi dalam upaya pembangunan ketahanan pangan.
- Untuk mengetahui aspek-aspek yang berkaitan dengan permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai ketahanan pangan.
- Untuk mengetahui program dalam upaya ketahanan pangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
KETAHANAN PANGAN
Definisi dan paradigma ketahanan
pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food and
Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate and suitable
supply of food for everyone”. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi,
namun umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan
Frankenberger (1992) yakni “akses semua orang setiap saat pada pangan yang
cukup untuk hidup sehat (secure access at all times to sufficient food for a
healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999) diperkirakan
terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingärtner,
2000). Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang sering digunakan :
1. Undang-Undang Pangan
No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau.
2. USAID (1992: kondisi
ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi
untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
3. FAO (1997) : situasi
dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk
memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak
beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
4. FIVIMS 2005: kondisi
ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social dan ekonomi memiliki
akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan
konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang
aktif dan sehat.
5. Mercy Corps (2007) :
keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan
ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan
gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.
Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian
ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun
mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut,
mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut:
- Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
- Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.
- Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
- Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
2.2 STRATEGI
DALAM UPAYA PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN
Strategi
yang dikembangkan dalam upaya pembangunan ketahanan pangan adalah sebagai
berikut:
- Peningkatan kapasitas produksi pangan nasional secara berkelanjutan (minimum setara dengan laju pertumbuhan penduduk).
- Revitalisasi industri hulu produksi pangan (benih, pupuk, pestisida dan alat dan mesin pertanian) .
- Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan.
- Revitalisasi dan restrukturisasi kelembagaan pangan yang ada ; koperasi, UKM.
- Pengembangan kebijakan yang kondusif untuk terciptanya kemandirian pangan yang melindungi pelaku bisnis pangan dari hulu hingga hilir.
Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang
terdiri dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan
pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling
berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga subsistem tersebut merupakan satu
kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan,
budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien
oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.
Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi,
pengolahan, distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan.
Fasilitasi pemerintah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan
mikro di bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk
mendorong terciptanya kemandirian pangan. Output dari pengembangan kemandirian
pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan
ekonomi dan ketahanan nasional.
2.3 ASPEK-ASPEK
TENTANG PERMASALAHAN DAN TANTANGAN YANG DIHAPADI OLEH PEMERINTAH DALAM MENCAPAI
KETAHANAN PANGAN
A. Aspek Ketersediaan Pangan
Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan
menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini
disebabkan oleh faktor faktor teknis dan sosial – ekonomi.
1.
Teknis
a. Berkurangnya
areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian
seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
b. Produktifitas
pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
c. Teknologi
produksi yang belum efektif dan efisien.
d. Infrastruktur
pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya semakin
menurun.
e. Masih
tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).
f. Kegagalan
produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada musim kering
yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
2. Sosial- ekonomi
a. Penyediaan
sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
b. Sulitnya
mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya
jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang semakin
sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
c. Tidak
adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah
kecuali beras.
d. Tata
niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang
melindungi kepentingan petani.
B.
Aspek Distribusi Pangan
1.
Teknis
a. Belum
memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat
menjangkau seluruh wilayah konsumen.
b. Belum
merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi
pangan , kecuali beras.
c. Sistem
distribusi pangan yang belum efisien.
d. Bervariasinya
kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan
dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan tersedia sepanjang waktu
diseluruh wilayah konsumen.
2.
Sosial-ekonomi
a. Belum
berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga
kestabilan distribusi dan harga pangan.
b. Masalah
keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta
berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah
menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.
C.
Aspek Konsumsi Pangan
1.
Teknis
a. Belum
berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber daya
pangan local.
b. Belum
berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.
2.
Sosial-ekonomi
a. Tingginya
konsumsi beras per kapita per tahun (tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand
60 kg, Jepang 50 kg).
b. Kendala
budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak
mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan
konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangg
c. Rendahnya
kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas perlunya pangan yang sehat
dan aman.
d. Ketidakmampuan
bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai sehingga
aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi perhatian utama.
D.
Aspek Pemberdayaan Masyarakat
1. Keterbatasan
prasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam
merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada
masyarakat yang membutuhkan.
2. Keterbatasan
keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha
seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan
mereka kesulitan untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.
3. Kurang
efektifnya program pemberdayaan masyarkat yang selama ini bersifat top-down karena
tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang
bersangkutan.
4. Belum
berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan
akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat.
E.
Aspek Manajemen
Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh
efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi
aspek perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi
berbagai kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen
adalah:
1. Terbatasnya
ketersediaan data yang akurat, konsisten , dipercaya dan mudah diakses yang
diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan.
2. Belum
adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang
pangan.
3. Lemahnya
koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar
instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan
daerah dan antar daerah.
2.4 Program
dalam Upaya Ketahanan Pangan
Dengan memperhatikan pedoman dan ketentuan hukum, serta tujuan dan strategi
untuk mewujudkan ketahanan pangan, maka kebijakan dan program yang akan
ditempuh dikelompokkan dalam:
A. Program jangka pendek (sampai dengan 5
tahun)
Program jangka pendek ditujukan untuk peningkatan kapasitas produksi pangan
nasional dengan menggunakan sumberdaya yang telah ada dan teknologi yang telah
teruji. Komponen utama program ini adalah:
1. Ekstensifikasi
atau perluasan lahan pertanian (140.000 Ha/tahun)
Ekstensifikasi lahan pertanian
ditujukan untuk memperluas lahan produksi pertanian, sehingga produksi pangan
secara nasional yang sekarang dapat ditingkatkan. Ekstensifikasi dilakukan
terutama untuk kedelai, gula dan garam karena rasio impor terhadap produksi
besar (30-70%). Lahan yang diperluas diperuntukkan bagi petani miskin dan
tunakisma (< 0.1 Ha), tetapi memiliki keahlian/pengalaman bertani. Lahan
kering yang potensial seluas 31 juta Ha dapat dimanfaatkan menjadi lahan
usahatani.
2. Intensifikasi
Program ini diarahkan untuk
peningkatan produksi melalui peningkatan produktifitas
pertanian. Intensifikasi ditujukan pada lahan-lahan pertanian subur dan
produktif yang sudah merupakan daerah lumbung pangan seperti Kerawang, Subang
dan daerah pantura lainya di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan propinsi
lainnya.
3. Diversifikasi
Kegiatan diversifikasi ditujukan
untuk meningkatkan produksi pangan pokok alternatif selain beras, penurunan
konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok alternatif yang berimbang
dan bergizi serta berbasis pada pangan lokal. Diversifikasi dilakukan dengan
mempercepat implementasi teknologi pasca panen dan pengolahan pangan lokal yang
telah diteliti ke dalam industry.
4. Revitalisasi
Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan
Revitalisasi/restrukturisasi industri
pasca panen dan pengolahan pangan diarahkan pada 1) penekanan kehilangan hasil
dan penurunan mutu karena teknologi penanganan pasca panen yang kurang baik, 2)
pencegahan bahan baku dari kerusakan dan 3) pengolahan bahan baku menjadi bahan
setengah jadi dan produk pangan.
5. Revitalisasi
dan Restrukturisasi Kelembagaan Pangan
Keberadaan, peran dan fungsi
lembaga pangan seperti kelompok tani, UKM, Koperasi perlu direvitalisasi dan
restrukturisasi untuk mendukung pembangunan kemandirian pangan. Kemitraan
antara lembaga perlu didorong untuk tumbuhnya usaha dalam bidang pangan.
Koordinator kegiatan ini adalah Meneg Koperasi dan UKM dan Deptan dibantu oleh
Depperindag. Alokasi dana untuk kegiatan ini berupa koordinasi antar
departemen dan instansi untuk melahirkan kebijakan baru untuk kelembagaan
pangan. Kebutuhan dana dibebankan pada anggaran masing-masing departemen.
6. Kebijakan
Makro
Kebijakan
dalam bidang pangan perlu ditelaah dan dikaji kembali khususnya yang mendorong
tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 1-5 tahun. Beberapa hal yang
perlu dikaji seperti pajak produk pangan, retribusi, tarif bea masuk, iklim
investasi, dan penggunaan produksi dalam negeri serta kredit usaha.
B. Program
jangka menengah (5-10 tahun)
Program jangka menengah ditujukan pada pemantapan pembangunan ketahanan
pangan yang lebih efisien dan efektip dan berdaya saing tinggi. Beberapa
program yang relevan untuk dilakukan adalah:
1. Perbaikan
undang-undang tanah pertanian termasuk didalamnya pengaturan luasan lahan
pertanian yang dimiliki petani, pemilikan lahan pertanian oleh bukan
petani. Sistem bawon atau pembagian keuntungan pemilik dan penggarap,
dsb.
2. Modernisasi
pertanian dengan lebih mendekatkan pada pada peningkatan efisiensi dan
produktivitas lahan pertanian, penggunaan bibit unggul, alat dan mesin
pertanian dan pengendalian hama terpadu dan pasca panen dan pengolahan pangan.
3. Pengembangan
jaringan dan sistem informasi antar instansi, lembaga yang terkait dalam bidang
pangan serta pola kemitraan bisnis pangan yang berkeadilan.
4. Pengembangan
prasarana dan sarana jalan di pertanian agar aktivitas kegiatan pertanian lebih
dinamis.
C. Program
jangka panjang (> 10 tahun)
1. Konsolidasi
lahan agar lahan pertanian dapat dikelola lebih efisien dan efektip, karena
masuknya peralatan dan mesin dan menggiatkan aktivitas ekonomi dan pedesaan.
2. Perluasan
pemilikan lahan pertanian oleh petani.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah ketahanan pangan dalam
kebijaksanaan dunia, pertama kali digunakan pada tahun 1971 oleh PBB, tetapi
Inodonesia secara formal baru mengadopsi ketahanan pangan dalam kebijakan dan
program pada tahun 1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan pada undang-undang
pangan no:7 ada pada tahun 1996.
Ketahanan pangan merupakan basis
utama dalam mewujudkan ketahanan ekonomi, ketahanan nasional yang
berkelanjutan. Ketahanan pangan merupakan sinergi dan interaksi utama
dari subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana dalam mencapai
ketahanan pangan dapat dilakukan alternatif pilihan apakah swasembada atau
kecukupan. Dalam pencapaian swasembada perlu difokuskan pada terwujudnya
ketahanan pangan dalam pengembangannya, teknologi pangan diharapkan mampu
memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil pertanian, serta dapat
secara efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan pangan. Mengacu pada
permasalahan dan program pengolahan dan pemasaran hasil pertanian serta
kebijakan strategi ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan konsumsi),
dan keberhasilan swasta (kasus Garudafood) dan daerah (kasus Pemerintah Daerah
Gorontalo) dalam pengembangan agribisnis jagung dapat dirumuskan kebijakan
strategis pengembangan teknologi pangan. Kebijakan strategis tersebut mencakup
aspek pengembangan kualifikasi teknologi; keterpaduan pengolahan dan pemasaran;
relevansi dan efektivitas teknologi; pemberian otonomi luas kepada daerah;
pelibatan swasta/pemilihan komoditas prospektif berbasis pemberdayaan/dan
pengembangan jaringan kerja secara luas; pengembangan program kemitraan
berawal/berbasis pemasaran; dan pengembangan program Primatani berbasis
industri pengolahan.
3.2 Saran
Adapun saran yang bisa di berikan adalah sebaiknya
pemerintah lebih memperhatikan masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia.
Karena masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana cara atau strategi
yang baik guna menjaga ketahanan pangan mereka.
DAFTAR
PUSTAKA
Aly,
Abdullah, Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta : Bumi Aksara, 1998, hal 176
Andreas Santosa, Dwi , Mewaspadai Krisis Pangan 2009-201, Bioteknologi Tanah dan Lingkungan IPB, 2010
Anonim, Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Indonesia, Jakarta : 2002,
Muslimin Ibrahim, Ilmu Alamiah Dasar, PT. Graja Findo Persada,
Jakarta 2002
Negara, Suria, Pengelolaan Sumber Daya Alam, SPS-Institut
Pertanian Bogor, 1977
Suntoro, Pengelolaan Tanah
dan Air yang Berkelanjutan, 2005, PPLH, UNS, Disampaikan pada Seminar
Nasional pengelolaan lahan kritis, UNS Surakarta.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar