FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PENYAKIT
Kesehatan ternak merupakan kunci penentu
keberhasilan suatu usaha peternakan. Motto klasik tetap
berlaku sampai saat ini, yaitu pencegahan lebih baik daripada pengobatan,
sehingga tindakan-tindakan seperti sanitasi, vaksinasi dan pelaksanaan
biosekuritas di lingkungan peternakan secara konsisten harus dilaksanakan.
Arti “
sehat “ bagi ternak adalah suatu kondisi dimana di dalam tubuh ternak
berlangsung proses-proses normal, baik proses fisis, kimiawi , biokimiawi dan
fisiologis yang normal. Sebaliknya “ sakit ” adalah kondisi ternak yang
sebaliknya.
Seringkali
pengobatan terhadap suatu penyakit tidak membuahkan hasil, hal ini disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain harus dimengerti bahwa tidak semua penyakit
dapat diobati, seperti penyakit virus. Penyakit-penyakit non infeksius harus
diatasi dengan memperbaiki tatalaksana budidaya yang baik dan benar.
Berdasarkan pemikiran tersebut sangat perlu untuk diketahui adanya
faktor-faktor yang dapat menyebabkan penyakit pada ternak, sehingga dapat
dilakukan metode penanggulangan penyakit yang efisien dan efektif.
Timbulnya
penyakit pada ternak merupakan proses yang berjalan secara dinamis dan
merupakan hasil interaksi tiga faktor, yaitu ternak, agen
penyakit (pathogen) dan lingkungan.
Lingkungan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan pengaruh positif
atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan agen penyakit.
Interaksi
ketiga faktor yang normal dan seimbang sebagaimana akan menghasilkan ternak
yang sehat dan tidak ada wabah penyakit.
Keseimbangan
ketiga faktor di atas tidak selalu stabil, pada keadaan tertentu akan
berubah. Jika hal ini terjadi maka ternak yang dipelihara akan sakit dan
menunjukkan tampilan (performance) yang tidak memuaskan.
Terdapat
beberapa kondisi yang mampu menciptakan perubahan keseimbangan ketiga faktor
tersebut. Kondisi-kondisi tersebut antara lain adalah (1)
perubahan-perubahan yang terjadi pada ternak, misalnya penurunan kondisi
tubuh yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : kualitas dan
kuantitas zat-zat gizi dalam pakan yang kurang, faktor-faktor yang mampu
menekan timbulnya kekebalan (immunosupressif) dalam tubuh ternak,
sehingga akan terjadi kegagalan dalam program vaksinasi. Di lain pihak terjadi
peningkatan tantangan terhadap ternak oleh mikroorganisme yang hidup dan
berkembang di sekeliling ternak akibat sistim biosekuritas yang tidak
konsisten, waktu istirahat kandang yang minim, kegagalan program vaksinasi dan
pengobatan (2) terjadi perubahan hanya pada aspek lingkungan, sedangkan kondisi
hewan ternak dan mikroorganisme tidak berubah. Perubahan lingkungan ini mungkin
disebabkan oleh perubahan iklim, perubahan suhu dan kelembaban lingkungan yang
ekstrim, ketinggian tempat, kesalahan menejemen, seperti : kepadatan kandang
yang tinggi, ventilasi yang jelek, intensitas cahaya yang terlalu tinggi,
kegaduhan suara dan tingginya tingkat polusi. Kondidi-kondisi lingkungan
demikian akan berdampak negatif bagi ternak yang berakibat penurunan kondisi
tubuh ternak, sebaliknya menguntungkan bagi mikroorganisme untuk berkembang
biak, baik jumlah maupun jenisnya.
Tiga
aspek usaha penting harus dilakukan guna mencegah wabah penyakit di lingkungan
peternakan, yaitu (1) usaha-usaha mengurangi jenis dan jumlah
mikroorganisme, terutama yang patogen di sekeliling ternak yang dipelihara (aspek
mikroorganisme) (2) usaha-usaha mencegah terjadinya kontak antara
ternak yang dipelihara dengan mikroorganisme patogen (aspek lingkungan)
dan (3) usaha-usaha meningkatkan daya kebal tubuh ternak yang dipelihara (aspek
ternak).
Aspek Mikroorganisme
Upaya
untuk mengurangi jumlah dan jenis mikroorganisme patogen di sekeliling ternak
yang dipelihara dapat ditempuh melalui pendekatan-pendekatan antara lain
mengadakan identifikasi terhadap mikroorganisme secara lengkap. Identifikasi
bisa dilakukan dengan deteksi terhadap sifat-sifat epidemiologis
mikroorganisme, seperti cara penyebaran, kecepatan menyebar, pola
kematian ternak, gejala-gejala klinis khas yang ditimbulkan bila
menginfeksi spesies ternak tertentu dan aspek-aspek patogenesisnya
(perjalanan penyakit di dalam tubuh ternak).
Identifikasi
mikroorganisme juga dapat dilakukan dengan melakukan anamnesa
(menganalisis data tentang sejarah penyakit dalam lingkungan suatu peternakan),
yang merupakan langkah awal diagnosis penyakit. Pengamatan terhadap perubahan
pasca mati dan uji laboratorium akan memperkuat diagnosis. Apabila jenis
mikroorganisme penyebab penyakit sudah diketahui, maka dapat diketahui
pula pola penularan penyakit dari ternak satu ke ternak yang lain, dari satu
kandang ke kandang lain bahkan dari peternakan satu ke peternakan yang lain,
sehingga bisa dilakukan langkah-langkah yang tepat untuk upaya pencegahan
maupun tindakan pengobatan.
Aspek Lingkungan
Guna
mencegah kontak antara ternak dengan mikroorganisme patogen, maka perlu
dilakukan usaha-usaha antara lain adalah mengontrol lalu lintas kendaraan,
alat-alat, karyawan kandang yang bisa menjadi media bagi mikroorganisme untuk
masuk ke dalam lingkungan suatu flok ternak atau peternakan. Melakukan sanitasi
lengkap sebagai tindakan pencegahan, baik berupa dekontaminasi maupun
desinfeksi, memberantas hewan liar yang bisa berperan sebagai vektor suatu
penyakit, seperti tikus, burung liar, insekta. Manajemen all in all out
sangat perlu dipertimbangkan. Pengelompokan ternak berdasarkan umur perlu
dilakukan untuk mencegah penularan penyakit dari ternak berumur lebih tua ke
ternak muda. Usaha lain yang harus diperhatikan juga yaitu mencegah kontaminasi
bahan pakan dan air minum yang digunakan.
Aspek Ternak
Kondisi
tubuh ternak yang tetap baik akan tahan terhadap serangan penyakit. Salah satu
faktor terpenting guna penciptaan kondisi ternak yang ideal adalah pemilihan
strain ternak secara tepat yang sesuai dengan kondisi lingkungan peternakan
setempat.
Upaya
lain yang bisa ditempuh untuk meningkatkan kondisi tubuh ternak, antara lain
adalah pemberian pakan yang sesuai kebutuhan, baik secara kualitas maupun
kuantitas. Vaksinasi dilakukan secara tepat waktu dengan meminimalkan
faktor-faktor penyebab kegagalan vaksinasi, sehingga akan menstimulir
terbentuknya kekebalan ternak secara sempurna. Penggunaan antibiotik
harus terkontrol, cocok untuk menekan perkembangan atau membunuh
mikroorganisme penyebab penyakit tertentu dan dengan dosis yang tepat.
Memperlakukan ternak dengan penuh kasih sayang, tidak kasar, memperkecil
faktor-faktor yang merugikan ternak, seperti adanya parasit cacing, mikotoksin
dan zat antinutrisi di dalam bahan pakan, logam-logam dalam air minum.
AGEN-AGEN PENYEBAB PENYAKIT
Agen
penyebab penyakit pada ternak dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok,
yaitu a) penyebab fisik, b) penyebab kimiawi, dan c) penyebab
biologis.
Penyebab Fisik
Penyakit
ternak yang disebabkan oleh agen fisik antara lain luka akibat benturan,
terjatuh karena lantai kandang yang licin pada sapi, terjepit pada ayam. Penanganan kasar oleh anak kandang sering
kali menyebabkan luka-luka pada tubuh ternak.
Penyebab Kimiawi
Penyakit
yang disebabkan oleh agen penyakit yang bersifat kimiawi antara lain : penyakit
defisiensi dan keracunan. Penyakit defisiensi mineral, seperti kalsium
menyebabkan pertumbuhan terhambat, konsumsi pakan turun, laju metabolik basal
meningkat, aktivitas menurun dan osteoporosis. Defisiensi vitamin, misalnya
vitamin D menyebabkan rachitis, terutama pada hewan muda dan osteomalasia pada
ternak yang sudah sempurna tulangnya, namun diberi pakan dengan kadar
vitamin D yang kurang dari kebutuhan Osteomalasia adalah suatu keadaan
yang ditandai oleh dekalsifikasi sebagian tulang sehingga mengakibatkan tulang
menjadi lunak dan rapuh.
Turkey
Diseases merupakan
penyakit akibat keracunan oleh mikotoksin yang mencemari bahan pakan pernah
terjadi di Inggris dan menyebabkan kematian sampai 10.000 ekor kalkun.
Mikotoksin adalah sejenis racun yang dihasilkan oleh sejenis jamur. Mikotoksin
terkenal yang dihasilkan oleh Aspergillus flavus disebut aflatoksin
bersifat sangat toksik bagi ternak, baik unggas maupun ruminansia.
Keracunan
bisa juga disebabkan oleh bahan-bahan anorganik, seperti : H2S, NH3,
CH4, merkaptan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut sebagai
kontaminan yang dibebaskan dari kotoran ternak. Amoniak memiliki arti penting
pada peternakan ayam oleh karena gas tersebut tersebar luas di peternakan dan
memberikan andil yang cukup besar dalam mempengaruhi kesehatan ternak
maupun dan manusia. Toleransi maksimal manusia terhadap amoniak sebesar 5 – 10
ppm dan pada unggas sebesar 15 – 20 ppm. Pada manusia, kadar amoniak 20 ppm
menyebabkan iritasi mata dan saluran pernapasan. Kadar amoniak 50 ppm akan
menghambat pertumbuhan babi dan apabila terjadi kontak dalam waktu yang lama
menyebabkan ternak tersebut terserang pneumonia maupun penyakit pernapasan yang
lain. Pada kadar tersebut broiler akan terganggu pertumbuhannya sampai 7%. Pada
kadar amoniak antara 50 –100 ppm akan mengganggu pertumbuhan broiler dan pulet
sebesar 15%.
Rumah
Potong Hewan (RPH) juga merupakan sumber pencemaran, dimana biasanya berupa isi
saluran pencernaan/feses dan bahan-bahan lain berupa sisa daging, lemak dan
darah yang dibuang langsung ke sungai. Limbah tersebut mengandung N, P dan K
serta kontaminan biologis yang berupa bakteri, jamur, virus, parasit, yang
merupakan sumber infeksi yang bisa menular ke ternak lain dan banyak
diantaranya bisa menyerang manusia. Sumber polusi lain yang perlu
diwaspadai, adalah bahan-bahan buangan, berupa sampah organik,
bahan buangan dari industri pengolahan pangan, pabrik kertas, penyamakan
kulit, industri pembekuan udang, dan lain-lain.
Kebanyakan
bahan-bahan buangan mengandung karbon sebagai unsur yang terbanyak, sehingga diperlukan
oksigen untuk proses oksidasi menjadi karbon dioksida. Perlu diketahui, bahwa
sebelum terbentuk CO2, mungkin akan terbentuk hasil-hasil oksidasi
sementara, seperti : alkohol, asam, amina, amonia dan hidrogen sulfida.
Senyawa-senyawa tersebut menimbulkan bau busuk dan bersifat racun bagi hewan
dan manusia.
Penyebab Biologis
Penyebab
penyakit yang berupa agen biologis antara lain : bakteri, virus, jamur,
protozoa dan metazoa. Penyakit akibat agen biologis ini bersifat menular
(infeksius), sedangkan agen kimiawi maupun fisik bersifat tidak menular (non
infeksius).
Pada
umumnya penyakit virus bersifat sangat akut karena menimbulkan angka kematian
yang tinggi bagi ternak dan penyakit ini tidak dapat diobati, hanya dapat
dicegah dengan sanitasi dan vaksinasi. Pengobatan pada penyakit virus dengan
antibiotik dimaksudkan tidak untuk membunuh virus, namun hanya bertujuan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri yang memperburuk
kondisi ternak. Demikian pula pemberian vitamin dan cairan elektrolit pada
penyakit virus bertujuan untuk mempertahankan kondisi tubuh ternak supaya tetap
baik.
Penyakit
bakterial pada ternak tidak selalu bersifat kronis. Tingkat keparahan
penyakit sangat tergantung pada jenis dan jumlah bakteri yang
menginfeksi. Penggunaan antibiotik yang tepat sesuai dengan jenis bakteri yang
menyerang bisa menghasilkan angka kesembuhan yang memuaskan, namun penggunaan
antibiotik yang kurang tepat akan menyebabkan terjadinya resistensi dan
meningkatkan residu antibiotik pada produk-produk ternak.
Penyakit
parasit yang disebabkan oleh parasit internal meliputi penyakit parasit cacing,
seperti nematodosis, trematodosis dan cestodosis. Contoh penting
yang lain adalah coccidiosis yang disebabkan oleh protozoa. Penyakit-penyakit
parasit eksternal, antara lain scabies atau kudisan yang sering menyerang
ternak ruminansia, disebabkan oleh Sarcoptes scabiei.
Penyakit-penyakit parasit eksternal lain yang secara ekonomis juga
merugikan antara lain adalah caplak, kutu, lalat, pinjal tungau, dan lain-lain.
CARA PENULARAN PENYAKIT
Mekanisme
masuknya agen penyakit ke dalam suatu peternakan sangat penting dipelajari,
sehingga dapat diketahui prosedur yang tepat dalam pengendalian suatu penyakit.
Penularan
penyakit dari ternak sakit ke ternak yang peka bisa terjadi melalui beberapa
mekanisme yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 macam,
yaitu penularan secara langsung dan secara tidak langsung.
Penularan Secara Langsung
Penularan
secara langsung merupakan penularan bibit penyakit dari ternak penderita yang
secara klinis terkena penyakit atau ternak carrier yang tidak menunjukkan
gejala klinis ke ternak lain yang peka. Penularan dapat terjadi saat bibit
penyakit memperbanyak diri di dalam tubuh penderita, penderita mengadakan kontak
dengan ternak peka. Keadaan ini sangat mungkin terjadi terutama pada peternakan
dengan ternak beragam umur yang dicampur dalam satu lokasi, sebagai contoh
cara penularan beberapa penyakit pada ayam, antara lain IInfectious
Laryngotracheitis) (ILT), salmonellosis, pasteurellosis/fowl cholera,
coryza (snot) dan mikoplasmosis (Chronic Respiratory Diseases, CRD).
Pada ruminansia, penyakit yang dapat menular melalui kontak langsung melalui
perkawinan antara lain adalah brucellosis.
Penularan Secara Tidak Langsung
Penularan
secara tidak langsung adalah penularan bibit penyakit secara mekanis melalui
perantaraan berbagai hal, antara lain petugas kandang yang
terkontaminasi, kandang dan peralatan yang tercemar, vektor yang dapat
berupa serangga, rodensia (binatang mengerat), burung liar, dan
mungkin pula penyakit yang dapat ditularkan melalui udara/debu yang
terkontaminasi yang diterbangkan oleh angin.
Cara-cara
penularan penyakit pada unggas yang sudah banyak dikenal, antara lain
adalah penularan melalui indung telur (transovarial), permukaan kerabang
telur, angin, vektor biologis, vaksin, pakan dan kantong pakan.
a. Melalui Indung Telur (Transovarial)
Penularan
penyakit secara transovarial adalah penularan bibit penyakit
secara vertikal dari induk kepada anak keturunannya, melalui telur. Beberapa
contoh penyakit pada unggas yang dapat menular secara vertikal, antara lain
adalah mikoplasmosis, pullorum, reovirus, adenovirus dan lain-lain.
b. Melalui Permukaan kerabang Telur
Cara
penularan melalui permukaan kerabang telur sering terjadi pada bakteri Escherichia.
coli dan Salmonella spp. Pada unggas, bakteri ini memasuki
pori-pori kerabang telur dan menimbulkan infeksi terhadap embrio yang sedang
tumbuh. Penularan semacam ini sering terjadi pada sarang telur (nest box)
yang terkontaminasi oleh bakteri yang keluar dari kloaka bersama-sama feses
ataupun saat telur akan dikeluarkan dan melewati kloaka. Kemungkinan pula dapat
terjadi pada mesin penetasan sehingga anak ayam dapat terinfeksi secara
langsung atau tidak langsung.
c. Melalui Angin
Penularan
penyakit virus, seperti ND dan ILT bisa terjadi melalui debu yang diterbangkan
angin sampai radius beberapa kilometer.
d. Vektor Biologis
Penularan
penyakit bisa terjadi melalui vektor biologis, seperti burung liar, tikus,
serangga dan lain-lian. Penyakit influenza pada unggas dan Pasteurella spp
bisa disebarkan oleh burung liar. Penyakit pasteurellosis dan salmonellosis
ditularkan oleh tikus. Serangga banyak bertanggung jawab terhadap
penyebaran berbagai penyakit, antara lain koksidiosis yang diperantarai oleh
mrutu (Simulium) dan agas (Colicoides). Pox (cacar ayam)
ditularkan oleh nyamuk. Penyakit Marek, gumboro, salmonellosis,
pasteurellosis dapat ditularkan oleh kumbang. Lalat dapat menularkan
penyakit campilobakteriosis. Pada ruminansia, penyakit fasciolosis
ditularkan melalui siput dan anthrax ditularkan melalui lalat kandang.
e.
Melalui Vaksin
Mycoplasma
seringkali mudah mencemari vaksin hidup. Bibit penyakit lain juga dapat
ditularkan melalui peralatan vaksinasi.
f. Melalui Pakan dan Kantong Pakan.
Salmonella
spp, virus penyebab
gumboro dan paramyxovirus dapat menginfeksi unggas yang peka melalui pakan yang
terkontaminasi. Penyakit ND bisa ditularkan melalui penggunaan kantong pakan
bekas.
_________________________________
Sumber Bacaan :
·
Blaha, T., 1989. Applied
Veterinary Epidemiology. Development in Animal and Veterinary Sciences, 21.
Elsevier. Amsterdam-Oxford-New York-Tokyo.
·
Fardiaz,
S., 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Kerjasama dengan Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
·
Rahayu,
ID., 2000. Mungkinkah Mycoplasma Dicegah dan Diobati?. Infovet
Edisi 071 Juni 2000.
·
Rahayu,
ID., Kunci Sukses Mengatasi Kegagalan Program Vaksinasi. Poultry Indonesia,
Mei – 2000.
·
Sudardjat,
S., 1990. Epidemiologi Veteriner. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen
Pertanian, Jakarta.
·
Shane,
SM.,1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. (Terjemahan). Alih Bahasa : Tangenjaya dkk.. American
Soybean Association.
·
Tabbu, CR., 1992. Pencemaran
Akibat Industrialisasi Peternakan. Infovet 004 Agustus – Oktober 1992.
·
Unandar,
T., 2001. Lingkungan dan Kesehatan Ayam. Poultry Indonesia,
September 2001.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar