Dalam pemeliharaan ternak, salah
satu penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit. Bahkan tidak
jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak akibat adanya
kematian pada ternaknya.
Secara umum penyakit hewan adalah segala sesuatu yang menyebabkan hewan menjadi tidak sehat. Hewan sehat adalah hewan yang tidak sakit dengan ciri-ciri (a) bebas dari penyakit yang bersifat menular atau tidak menular, (b) tidak mengandung bahan-bahan yang merugikan manusia sebagai konsumen, dan (c) mampu berproduksi secara optimum.
Secara umum penyakit hewan adalah segala sesuatu yang menyebabkan hewan menjadi tidak sehat. Hewan sehat adalah hewan yang tidak sakit dengan ciri-ciri (a) bebas dari penyakit yang bersifat menular atau tidak menular, (b) tidak mengandung bahan-bahan yang merugikan manusia sebagai konsumen, dan (c) mampu berproduksi secara optimum.
Banyak sekali penyakit yang dapat
menyerang sapi perah namun demikian yang terpenting adalah mastitis,
anthrax, PMK (penyakit mukut dan kuku), BSE atau mad cow dan lainnya.
Disamping itu penyakit yang mungkin sehari-hari dapat dihadapi peternak
seperti busuk kuku (foot rot), kembung perut dan lain-lainnya.
1. Mastitis atau Radang Ambing
Mastitis atau radang ambing merupakan penyakit terpenting pada sapi perah, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang disertai dengan perubahan fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Secara fisis pada air susu sapi penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi.
Mastitis dipengaruhi oleh interaksi 3 faktor yaitu ternak itu sendiri, mikroorganisme penyebab mastitis dan faktor lingkungan. Menurut para ahli penyebab utama mastitis adalah kuman Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysagalactae, Streptococcus uberis, Stafilokokus aureus dan Koliform. Faktor lingkungan, terutama sanitasi dan higienis lingkungan kandang tempat pemeliharaan, posisi dan keadaan lantai, sistem pembuangan kotoran, sistem pemerahan, iklim, serta peternak itu sendiri dan alat yang ada.
Tanda-tanda klinis penyakit
Mastitis terutama yang klinis dapat dilhat dengan adanya perubahan bentuk anatomi ambing dan fisik air susu yang keluar. Sedangkan mastitis subklinis dapat didiagnosis melalui uji kimiawi atau uji mikrobiologis. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab tidak langsung atau mendorong meningkatnya mastitis antara lain anatomi (besar dan bentuk ambing, puting), umur ternak, jumlah produksi susu, dan lainnya. Faktor ternak terutama dipengaruhi oleh stadium laktasi, sistem kekebalan, kepekaan individu, anatomi dan umur serta penanganan pasca pemerahan.
Gejala klinis mastitis nampak adanya perubahan pada ambing maupun air susu. Misalnya bentuk yang asimetri, bengkak, ada luka, rasa sakit apabila ambing dipegang, sampai nantinya mengeras tidak lagi menghasilkan air susu jika sudah terjadi pembentukan jaringan ikat. Pada air susu sendiri terjadi perubahan bentuk fisik maupun kimiawi.
Pada mastitis subklinis, perubahan secara klinis pada ambung maupun air susu tidak nampak namun dengan pengujian secara mikrobiologi dan kimiawi akan nampak adanya perubahan. Penurunan produksi yang tidak wajar merupakan gejala yang dapat diperhatikan peternak untuk mendeteksi mastitis subklinis.
Perbedaan Air Susu Sapi Mastitis dan Normal
Air susu pada sapi normal
1. Mastitis atau Radang Ambing
Mastitis atau radang ambing merupakan penyakit terpenting pada sapi perah, tidak hanya di Indonesia namun juga di dunia. Mastitis merupakan peradangan kelenjar susu yang disertai dengan perubahan fisik, kimiawi dan mikrobiologi. Secara fisis pada air susu sapi penderita mastitis klinis terjadi perubahan warna, bau, rasa dan konsistensi.
Mastitis dipengaruhi oleh interaksi 3 faktor yaitu ternak itu sendiri, mikroorganisme penyebab mastitis dan faktor lingkungan. Menurut para ahli penyebab utama mastitis adalah kuman Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysagalactae, Streptococcus uberis, Stafilokokus aureus dan Koliform. Faktor lingkungan, terutama sanitasi dan higienis lingkungan kandang tempat pemeliharaan, posisi dan keadaan lantai, sistem pembuangan kotoran, sistem pemerahan, iklim, serta peternak itu sendiri dan alat yang ada.
Tanda-tanda klinis penyakit
Mastitis terutama yang klinis dapat dilhat dengan adanya perubahan bentuk anatomi ambing dan fisik air susu yang keluar. Sedangkan mastitis subklinis dapat didiagnosis melalui uji kimiawi atau uji mikrobiologis. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab tidak langsung atau mendorong meningkatnya mastitis antara lain anatomi (besar dan bentuk ambing, puting), umur ternak, jumlah produksi susu, dan lainnya. Faktor ternak terutama dipengaruhi oleh stadium laktasi, sistem kekebalan, kepekaan individu, anatomi dan umur serta penanganan pasca pemerahan.
Gejala klinis mastitis nampak adanya perubahan pada ambing maupun air susu. Misalnya bentuk yang asimetri, bengkak, ada luka, rasa sakit apabila ambing dipegang, sampai nantinya mengeras tidak lagi menghasilkan air susu jika sudah terjadi pembentukan jaringan ikat. Pada air susu sendiri terjadi perubahan bentuk fisik maupun kimiawi.
Pada mastitis subklinis, perubahan secara klinis pada ambung maupun air susu tidak nampak namun dengan pengujian secara mikrobiologi dan kimiawi akan nampak adanya perubahan. Penurunan produksi yang tidak wajar merupakan gejala yang dapat diperhatikan peternak untuk mendeteksi mastitis subklinis.
Perbedaan Air Susu Sapi Mastitis dan Normal
Air susu pada sapi normal
A. Fisik
- Warna Putih kekuningan
- Rasa agak manis
- Bau harum asam
- Konsistensi cair, emulsi merata
B. Kimiawi
- Kasein normal
- Protein total normal
- Albumin normal
- Globulin normal
- Gula susu normal
- Laktosa normal
- Tekanan osmose isotonis
- PH air susu normal
- Jumlah SCC (sel/ml air susu) 0 – 200,000
- PMN (%) 0 - 25
C. Mikroorganisme
- Jumlah bakteri total dan sel radang yang dianggap aman < 500.000
Air susu pada sapi penderita mastitis
A. Fisik
- Warna putih pucat agak kebiruan
- Rasa getir atau agak asin
- Bau asam
- Konsistensi pecah, lebih cair, kadang ada jonjot, endapan fibrin dan bila dipanasi pecah.
B. Kimiawi
- Kasein menurun
- Protein total menurun
- Albumin meningkat
- Globulin meningkat
- Gula susu menurun
- Laktosa menurun
- Tekanan osmose hipotonis
- PH air susu alkalis
- Jumlah SCC (sel/ml air susu) di atas 400.000
- PMN (%) di atas 25
Diagnosa
Diagnosa mastitis dapat dilakukan dengan melihat perubahan patologi anatomi terutama pada ambing dan menguji perubahan fisik dan kimiawi serta mikrobiologis air susu. Uji yang biasa dilakukan misalnya dengan Uji CMT dan lainnya Gejala klinis lainnya seperti demam, penurunan nafsu makan juga sering menyertai penderita mastitis.
Tindakan Penanganan
Usaha untuk mengatasi mastitis sebaiknya ditekankan pada usaha pencegahan. Dengan memperhatikan faktor-faktor predisposisi dan melakukan sanitasi secara teratur dan benar baik terutama terhadap kandang dan peralatan serta memperhatikan kesehatan pekerja khususnya pemerah. Kebersihan kandang, kebersihan sapi, jumlah sapi dalam kandang, cara pemberian air susu pada pedet, metode pemerahan, pemberian desinfektan pada puting setelah pemerahan merupakan sebagaian masalah yang belum dapat diatasi oleh peternak kita.
Pengobatan dilakukan dengan memperhatikan jenis antibiotika, jumlah yang digunakan, aplikasinya,. Antibiotika ada yang bersifat long acting maupun jangka pendek, begitu juga cara pemberiannya. Beberapa antibiotika yang biasa digunakan antara lain Penisilin, Streptomisin, Ampisilin, kloksasilin, neomisin, oksitetrasiklin, tetrasiklin.
2. Antraks atau Radang Limpa
Penyakit antraks (Anthrax) atau radang limpa, merupakan salah satu penyakit yang bersifat zoonosis atau dapat menular ke manusia. Kasus muncul terutama pada musim pancaroba. Antraks menyerang hewan khususnya ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing, babi), burung unta dan hewan menyusui lainnya.
Penyebab penyakit antraks adalah bakteri bacillus anthracis. Sumber infeksi utama adalah ternak terinfeksi, air dan tanah. Bahan-bahan lainnya misalnya bahan pakan juga diketahui menjadi sumber infeksi setelah bahan tersebut tercemari baik oleh spora maupun kumannya. Bentuk spora tahan terhadap pemanasan pada suhu tinggi, pemanasan secara kering dengan suhu 150°C dapat membunuh spora antraks dalam waktu 1 jam, sedangkan pemanasan basah dengan autoclaf pada suhu 120°C akan memusnahkan spora dalam waktu 15 menit. Bentuk vegetatif akan mati dengan pemanasan 55 – 60°C.
Masa inkubasi penyakit antraks biasanya berkisar antara 1 - 3 hari dan kadang dapat lebih dari 2 minggu. Sedang tanda-tanda umum pada tipe akut dan kronis adalah demam, sesak nafas, depresi dan lemah serta kadang disertai kejang. Tanda-tanda ternak terserang antraks biasanya berbeda antar spesies.
Ada beberapa tipe antraks yaitu:
- Tipe kutaneus (kulit), yang biasanya menyebar melalui kulit yang luka. Penyebaran penyakit biasanya melalui kontak langsung dengan bahan terkontaminasi. Spora dari tanah atau karkas yang terkontaminasi kuman menjadi penyebab kasus tersebut,
- Tipe inhalasi, antraks tipe ini seringkali disebabkan ternak atau orang yang menghirup debu yang tercemari spora, sehingga masuk melalui saluran pernafasan, penyakit menimbulkan demam yang tinggi, batuk kering, cyanosis, shock dan rasa sakit yang luar biasa dan akhirnya menimbulkan kematian.
- Tipe gastrointestinal. Tipe gastrointestinal dapat terjadi jika ternak mengkonsumsi bahan yang terkontaminasi kuman basil antraks.
Pengendalian penyakit
Ternak terserang antrak jika ditangani dengan cepat akan tertolong dengan antibiotika seperti penisilin, tetrasiklin, streptomisin dan antibiotika lainnya. Program yang paling baik untuk mencegah antraks adalah vaksinasi secara teratur pada daerah-daerah endemi antraks. Program vaksinasi dilakukan satu kali dalam setahun dengan menggunakan vaksin spora antraks (hidup) galur 34 F2 (sterne strain). Dosis yang dianjurkan, untuk sapi dan kerbau adalah 1 ml/ekor sedangkan untuk kambing dan domba adalah 0.5 ml/ekor.
Penyakit pada Ternak Sapi Potong
Penyakit pada sapi potong relatif tidak sekomplek penyakit pada sapi perah. Namun demikian banyak juga penyakit yang selain menyerang sapi perah juga menyerang sapi potong TBC, Anthrax, PMK (penyakit mukut dan Kuku), BSE atau Mad Cow dan lainnya. Disamping itu penyakit yang mungkin sehari-hari dapat dihadapi peternak seperti diare, cacingan, kembung perut dan lain-lainnya.
1. Diare (mencret)
Penyakit ini sering terjadi terutama pada musim penghujan. Penyebab diare antara lain mikroorganisme yang mencemari kandang, karena kandang kurang bersih, becek, ventilasi kurang baik dan lain-lainnya.
Kadang-kadang pemberian pakan yang tidak teratur dan cacingan juga menjadi penyebab diare.
Cara mengatasinya adalah memperhatikan hal-hal tersebut di atas. Pengobatan dapat dilakukan secara sementara dengan obat tradisional. Jika mencret terus menerus upayakan setidaknya ternak mendapatkan minum (tambahkan gula dan garam) sebagai pengganti cairan tubuh.
2. Pneumonia (Radang Paru)
Penyakit radang paru ini terutama disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan virus. Namun demikian iklim (misalnya cuaca yang terlalu dingin) dan lingkungan (misalnya banyak debu atau partikel makanan khususnya konsentrat yang masuk ke saluran pernafasan dan lain-lainya) seringkali menjadi pendorong utama timbulnya pneumonia. Faktor kandang misalnya ventilasi, kandang terlalu lembab, angin yang masuk terlalu kencang, kelembaban yang terlalu tinggi, kurang sinar matahari, stress atau penanganan ternak yang kurang baik sering menjadi penyebab keradangan.
Gejala yang terlihat antara lain hidung ingusan terus menerus, cekung hidung kering, demam, batuk-batuk, frekuensi pernafasan cepat dan dangkal, kadang nampak kesulitan bernafas, nafsu makan ternak berkurang dan pertambahan bobot badan rendah.
Pencegahan penyakit antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan perkandangan yang baik misalnya perhatikan ventilasinya, sinar matahari upayakan masuk sampai ke kandang (lantai), jaga angin supaya tidak langsung mengenai ternak, memperhatikan cuaca atau iklim, jaga sanitasi kandang dan lingkungan, jaga kontak dengan orang yang sedang sakit radang baik paru maupun pilek biasa dll. Jika memungkinkan pengobatan dengan antibiotika seperti Penstrep, oksitetrasiklin sesuai dengan petunjuk petugas.
3. Keropos Kuku atau Busuk Kuku
Penyakit ini walaupun tidak mematikan namun namun mengganggu produksi. Penyebab penyakit antara lain bakteri atau kuman. Tanda-tandanya antara lain kepincangan, kuku koyak dan berbau busuk.
Tanah yang becek merupakan media perkembangan kuman penyebab penyakit busuk kuku dan menular dari ternak satu ke ternak lainnya. Penanganannya adalah kuku digunting sampai pada bagian jaringan yang sehat. Semprot dan bersihkan dengan antiseptik misalnya dengan antisep, obat merah, iodium, dll kemudian ditutup. Pemotongan kuku secara teratur sangat membantu pencegahan penyakit. Hindarkan tempat yang memungkinkan adanya penyebaran penyakit.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar