Minggu, 09 November 2014

Tan Malaka (1948) "Sambutan Murba"




Disalin oleh Jesus S. Anam ke ejaan baru. Diedit dan dimuat ke HTML oleh Ted Sprague (September 2011)

Salinan
Untuk Siaran
Lebih kurang 20 dari anggota UNO terdiri dari para wakilnya negara Kapitalis. Hampir semua dari wakil-wakil itu ialah tuan atau kaki tangan imperialisme Amerika. Para wakil negara sosialis, yakni Rusia, Polandia, Cekoslovakia, dll. cuma bisa berlaku sebagai iebstructer (penghalang) terhadap kemauan Amerika dan kaki tangannya. Dengan Hak Veto Soviet Rusia bisa membatalkan kemauan negara kapitalis-imperialis, tetapi tiada bisa melakukan kemauannya sendiri. Sosialis Rusia dengan kawan-kawannya selalu saja kalah suara oleh kapitalis-imperialis Amerika dan kaki tangannya yang sudah diikatnya erat-erat dengan perjanjian hutang-piutang.
KTN, Komisi Tiga Negara, adalah wakil negara kapitalis-imperialis Amerika , Australia (Inggris), Belgia (penjajah Afrika), dan Amerika Raja Jin.
KTN cuma mempunyai hak memajukan good office pendamai katanya. Dalam prakteknya wakil tiga negara itu, terutama Amerika, berlaku kadang-kadang sebagai sahabat, sering sebagai penipu dan acapkali sebagai penggertak, tetapi senantiasa sebagai penyokong Belanda. Wakil Amerika mulutnya bisa manis, atau kasar, menurut keadaan dan siasat; tetapi matanya selalu ditujukan kepada minyak, karet dan timah Indonesia. Maksud yang sebenarnya, ialah melaksanakan Plan Marshall,sampai Indonesia yang kaya penduduk dan bahan itu kelak kalau menghadapi Tentara Merah, boleh dipakai sebagai negara-bahan, negara-pasar dan umpan pelor. Maksud itu sudah tercapai dengan Renville-Principles.
Para diplomat Indonesia berlaku sebagai murid yang baru mendapat ijasah akademi yang masih segan kemalu-maluan dan takut-takut, kalau berhadapan dengan bekas mahagurunya. Mereka mempunyai inferiority complex (rasa kurang) yang amat mendalam terhadap diplomat berkulit putih.  Mereka takut kalau mendapat kritik tentang urusan negara, ke dalam dan ke luar. Takut kalau diperingatkan, bahwa hutang suatu negara kepada yang lain harus dibayar. Mereka tiada periksa lagi sifat, sejarah, dan seluk beluknya hutang itu. Walaupun yang berhutang itu ialah Hindia-Belanda namun hutang semacam itupun harus diakui. Walaupun yang hanya punya harta benda itu Belanda yang ceroboh, yang membunuh puluhan ribu penduduk, harta benda itu harus dikembalikan kepada yang punya. Mereka taati kata diplomat asing itu seperti murid Indonesia di Eropees Che Lagere School mentaati gurunya Belanda!
Tetapi inferiority complex (rasa kurang) terhadap bangsa asing itu menagih hutangnya kepada bangsa sendiri. Terhadap bangsa sendirilah mereka menumpahkansuperiority complex (rasa lebihnya). Apabila diplomat asing menyindir kepada mereka, bahwa diperdalaman tak ada stable government, maka mereka menyingsingkan lengan baju buat menghajar kaum ekstrimis yang berani bertindak sendiri itu. Bangsa sendiri membela kemerdekaan 100%, melaksanakan Proklamasi 17 Agustus dan mengusir tentara asing, dan menyita harta benda musuh (cocok dengan UU internasional) digelari links-radical, lebih kiri daripada kiri,anarkhis-sindikalis, pengkhianat, dll.perkataan yang melek-melek. Mereka ditangkap zonder tuduhan, dipenjara zonder aturan, difitnah zonder batas dan dihadapkan kepada rakyat yang dihasut dengan tulisan dan lisan, dengan resmi atau secara bisikan.
Mereka sendirilah yang Marxis-Leninis, Stalinis,  dan isme-isme yang lain! Merekalah yang melakukan diplomasi Lenin ala Brest Litovsk untuk menukar bajak-bajak menjadi traktor, cikar lembu menjadi pesawat terbang, bambu runcing menjadi tomygun dan tank, dan lain-lain janji yang bagus-bagus.
Dengan semangat atau sikap “rasa kurang” terhadap asing itu dan rasa lebih kepada bangsa sendiri, Republik Indonesia pada tahun 1947 mendapat Linggarjati, tetapi kehilangan Maluku, Sulawesi, Sunda Kecil dan Borneo (Kalimantan), yang oleh Belanda dijadikan negara boneka, ialah NIT dan negara Borneo. Seterusnya pada permulaan tahun 1948 ini Republik Indonesia mendapatkan Renville-Principles, tetapi kehilangan Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur dan Sumatera Selatan yang sedang dijadikan negara boneka. Republik Indonesia yang dua setengah tahun yang lalu merdeka 100%, sesudah berdipomasi 2 tahun, kehilangan daerah kurang lebih 99% (dari tanah dan air kurang lebih 4.500.000 mil persegi tinggal kurang lebih 45.00 mil persegi).
Dengan sisa daerah yang kurang lebih 1% itulah sekarang Pemerintah republik Indonesia akan melaksanakan programnya, ialah:
1. Menyelenggarakan persetujuan Renville dan berunding terus,
2. Melaksanakan terbentuknya NIS,
3. Mengadakan rasionalisasi dan,
4. Melanjutkan pembangunan.
Kepada Murba kami peringatkan:
1. Menyelenggarakan Renville dan berunding terus berarti membenarkan semua negara boneka dan pecah belahnya Republik Indonesia berkhianat kepada Proklamasi 17 Agustus dan terus berunding atas pengkhianatan itu.
2. Melaksanakan terbentuknya NIS berarti mengembalikan Indonesia Merdeka 100% kepada penjajahan 100%, di bawah telapak kaki imperialisme Belanda dan Amerika dengan Plan Marshall sebagai rantai pengikat.
3. Mengadakan rasionalisasi berarti, melucuti para prajurit yang sudah berjasa membela kemerdekaan 100% dan membalas jasa mereka dengan melucuti senjata mereka yang mereka rebut dengan tangan telanjang dari tangan musuh dan menggiring mereka bekas prajurit tadi ke kebun, pabrik dan tambang Amerika, Inggris dan Belanda buat dijadikan kuli.
4. Melancarkan pembangunan, berarti membangunkan kembali kapitalisme asing yang akan memeras dan menndas kaum buruh Indonesia lebih bengis dan kejam dari pada yang sudah-sudah, karena harus membayar hutang Belanda dan rencana lebih dahulu sebelumnya memikirkan  nasib buruh dan rakyat Indonesia yang sudah kurus kering diperas oleh Jepang dan koruptor
Sambutan Murba:
1. Tolak dan batalkan Renville dan hentikan perundingan dalam musuh di dalam rumah.
2. Tolak dan batalkan pembentukan NIS yang berarti pembentukan Nederland Indische Staat (NIS) itu dan rebut kembali semua daerah negara boneka.
3. Tolak pembangunan yang bercorak kapitalis-imperialis dan bangunkan ekonomi perang atas dasar koperasi rakyat dan penyitaan harta benda musuh.
Hai Murba Prawira!
Kaum borjuis kecil Indonesia sudah lama melampaui semangatnya dan sudah terbukti bangkrut-politik, strategi dan diplomasinya. Sesungguhnya mereka tak pernah percaya kepada kekuatan 70 juta rakyat Indonesia. Tak pernah pula mereka percaya kepada dialektikanya revolusi dalam arti nasional dan internasional. Paham, siasat dan perbuatan mereka selama ini, ialah: bagaimana membawa Indonesia merdeka 100% kembali ke bawah telapak kakinya kapitalisme-imperialisme asing.
Sampai saatnya sekarang Murba bangkit; Murba berpikir; Murba bergerak; dan Murba memanggul beban revolusi ini menuju kepada masyarakat yang makmur, berdasarkan demokrasi dalam politik dan ekonomi. Bangunlah partai Murba, administrasi Murba dan laskar Murba di dalam pabrik, tambang, kebun dan desa!
Supaya kalau kelak zore-hours saat meletusnya, sudah sampai, Murba sudah siap dengan semua alat masyarakat lahir dan batin. Singkirkan semua yang berbau akademis ragu-raguan, ketakutan-ketakutan dan putus asa!
Dengan granat di pinggang dan bambu runcing di tangan, kemerdekaan 100% dapat dilaksanakan, karena 99% rakyat Murba masih bersemangat anti penjajahan!
Yang perlu ialah: pengertian, semangat dan organisasi dari Murba, oleh Murba, dan untuk Murba!!!
AR. Dasuki

Tidak ada komentar :

Posting Komentar