Senin, 10 November 2014

PENYAKIT VIRAL UNGGAS (ND, IBD DAN MAREK)



I. Penyakit Newcastle Disease (ND)
            Newcastle Disease (ND) adalah penyakit yang sangat menular, dengan angka kematian yang tinggi, disebabkan oleh virus genus paramyxovirus dengan famili  paramyxoviridae. Nama lain untuk ND adalah tetelo, pseudovogolpest, sampar ayam, Rhaniket, Pneumoencephalitis dan Tontaor furrens. Newcastle Disease dipandang sebagai salah satu penyakit penting di bidang perunggasan. Kejadian wabah penyakit ND seringkali terjadi pada kelompok ayam yang tidak memiliki kekebalan atau pada kelompok yang memiliki kekebalan rendah akibat terlambat divaksinasi atau karena kegagalan program vaksinasi.
            Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ND antara lain berupa kematian ayam, penurunan produksi telur pada ayam petelur, gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan pada ayam pedaging.
            Terdapat tiga katagori ND yang  secara rinci dibahas di bawah ini. 
1)      Velogenik. Virus golongan ini bersifat akut dan sangat mematikan serta dikategorikan sangat tinggi patogenitasnya ( sangat ganas). Wabah ND di Indonesia umumnya disebabkan oleh velogenik tipe Asia yang lebih banyak menimbulkan kematian daripada tipe Amerika. Velogenik tipe Asia disebut juga Velogenik Visceritropik. Sedangkan Velogenik tipe Amerika disebut juga Velogenik pneumoencephalitis. Contoh virus galur velogenik, antara lain  Milano, Herts, Texas.
2)      Mesogenik. Virus galur ini  bersifat akut, cukup mematikan dan dikategorikan sedang patogenitasnya.  Contoh galur mesogenik, antara lain  Mukteswar, Kumarov, Hardfordhire dan Roakin
3) Lentogenik. Virus galur lentogenik merupakan bentuk respirasi sedang yang sangat rendah patogenitasnya. Contoh virus galur lentogenik, antara lain  B1, F dan La Sota.

Sifat-sifat Virus ND 

            Sifat-sifat virus ND penting untuk diketahui guna menentukan model atau cara-cara pencegahan dan penanganan vaksin. Sifat virus ND antara lain  menggumpalkan butir darah merah, di bawah sinar ultra violet akan mati dalam dua detik, mudah mati dalam keadaan sekitar yang tidak stabil dan rentan terhadap zat-zat kimia, seperti : kaporit, besi, klor dan lain-lain. Desinfektan yang peka untuk ND, antara lain  NaOH 2%, Formalin (1 – 2%), Phenol-lisol 3%, alkohol 95 dan 70%, fumigasi dengan Kalium permanganat (PK) 1 : 5000.  Aktivitas ND akan hilang pada suhu 100oC selama satu menit, pada suhu 56oC akan mati selama lima menit sampai lima jam, pada suhu 37oC selama berbulan-bulan. Virus ND stabil pada pH 3 sampai dengan 11.
            Masa inkubasi penyakit ND adalah 2 – 15 hari, dengan rata-rata 6 hari. Ayam yang tertul;ar virus ND akan mulai mengeluarkan virus melalui alat pernapasan antara 1 sampai dengan 2 hari setelah infeksi.
            Infeksi oleh virus ND di alam yang tidak menyebabkan kematian akan menimbulkan kekebalan selama 6 – 12 bulan, demikian juga halnya kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi.
Ternak Rentan

            Hampir semua jenis unggas,  baik unggas darat maupun unggas air rentan terhadap virus ND, termasuk ayam, kalkun, itik, angsa, merpati dan unggas liar.

Cara Penularan

            Penularan virus ND dari satu tempat ke tempat lain terjadi melalui alat transportasi, pekerja kandang, litter dan peralatan kandang, burung dan hewan lain. Debu kandang, angin, serangga, makanan dan karung makanan yang tercemar, dapat pula melalui telur terinfeksi yang pecah dalam inkubator dan mengkontaminasi kerabang telur lain. Penyebaran virus ND oleh angin bisa mencapai radius 5 km. Burung-burung pengganggu, ayam kampung dan burung peliharaan lain merupakan reservoir ND.

            Penularan ND terutama melaui udara.  Melalui  batuk, virus mudah terlepas dari saluran pernapasan penderita ke udara dan mencemari pakan, air minum, sepatu, pakaian dan alat-alat sekitarnya. Virus dengan capat menyebar dari ayam ke ayam lain, dari satu kandang ke kandang lain.
            Sekresi, ekskresi dan bangkai penderita merupakan sumber penularan penting bagi ND. Virus yang tercampur lendir atau dalam feses dan urine mampu bertahan dua bulan, bahkan dalam keadaan kering tahan labih lama lagi.

Gejala Klinis
            Gejala klinis yang terlihat pada penderita sangat bervariasi, dari yang  sangat  ringan sampai yang terberat. Berikut ini dijelaskan kemungkinan gejala-gejala klinis pada ungggas penderita penyakit ND. 
·         Bentuk Velogenik-viscerotropik :  bersifat akut, menimbulkan kematian yang tinggi, mencapai 80 – 100%. Pada permulaan sakit napsu makan hilang, mencret yang kadang-kadang disertai darah, lesu, sesak napas, megap-megap, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial atau komplit, kadang-kadang terlihat gejala torticalis.
·         Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis : gejala pernapasan dan syaraf, seperti torticalis lebih menonjol terjadi daripada velogenik-viscerotropik. Mortalitas bisa mencapai 60 – 80 %.
·         Bentuk Mesogenik :  pada bentuk ini terlihat gejala klinis berupa gejala respirasi, seperti : batuk, bersin, sesak napas, megap-megap. Pada anak ayam menyebabkan kematian sampai 10%, sedangkan pada ayam dewasa hanya berupa penurunan produksi telur dan hambatan pertumbuhan, tidak menimbulkan kematian.
·         Bentuk Lentogenik :  terlihat gejala respirasi ringan saja, tidak terlihat gejala syaraf. Bentuk ini tidak menimbulkan kematian, baik pada anak ayam maupun ayam dewasa.
·         Bentuk asymptomatik : pada galur lentogenik juga sering tidak memperlihatkan gejala klinis.  
            Gejala klinis anak ayam dan ayam fase bertelur penderita ND  dijelaskan sebagai berikut (a) Pada anak ayam, ditemukan penderita mati tiba-tiba tanpa gejala penyakit. Pernapasan sesak, batuk, lemah, napsu makan menurun, mencret dan  berkerumun. Terlihat gejala syarafi berupa paralisis total atau parsial. Penderita mengalami tremor atau kejang otot, bergerak melingkar dan jatuh. Sayap terkulai dan leher terputar (torticolis). Mortalitas pada penderita bervariasi. (b) pada ayam fase produksi, umur  2 sampai dengan 3 minggu terlihat gejala gangguan pernapasan, depresi dan napsu makan menurun, namun gejala syaraf jarang terlihat. Produksi telur menurun secara mendadak. Morbiditas dapat mencapai 100%, sedangkan mortalitas bisa mencapai 15%. 

Kelainan Pasca Mati

                Perubahan pasca mati pada unggas penderita antara lain, meliputi ptechiae,  berupa bintik-bintik perdarahan pada proventrikulus dan seca tonsil, eksudat dan peradangan pada saluran pernapasan serta nekrosis pada usus, sebagaimana

Pencegahan

            Tindakan vaksinasi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit ND. Program vaksinasi yang secara umum diterapkan, yaitu (1) pada infeksi lentogenik ayam pedaging,  dicegah dengan pemberian vaksin aerosol atau tetes mata pada anak ayam umur sehari dengan menggunakan vaksin Hitchner B1 dan dilanjutkan dengan booster melalui air minum atau secara aerosol (2) pada infeksi lentogenik ayam pembibit dapat dicegah dengan pemberian vaksin Hitchner B1 secara aerosol atau tetes mata pada hari ke-10. Vaksinasi berikutnya dilakukan pada umur 24 hari dan 8 minggu dengan vaksin Hitchner B1 atau vaksin LaSota dalam air, diikuti dengan pemberian vaksin emulsi multivalen yang diinaktivasi dengan minyak pada umur 18 – 20 minggu. Vaksin multivalen ini dapat diberikan lagi pada umur 45 minggu, tergantung kepada titer antibodi kawanan ayam, resiko terjangkitnya penyakit dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pemeliharaan.
            Tindakan pencegahan selain vaksinasi adalah sanitasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain (1) sebelum kandang dipakai, kandang dibersihkan kemudian dilabur dengan kapur yang dibubuhi NaOH 2%. Desinfeksi kandang dilakukan secara fumigasi dengan menggunakan fumigant berupa formalin 1 – 2% dan KMnO4, dengan perbandingan 1 : 5000 (2) liter diupayakan tetap kering, bersih dengan ventilasi yang baik. Bebaskan kandang dari hewan-hewan vektor yang bisa memindahkan virus ND. Kandang diusahakan mendapat cukup sinar matahari (3) hindari penggunaan karung bekas (4) DOC harus berasal dari perusahaan pembibit yang bebas dari ND (5) di pintu-pintu masuk disediakan tempat penghapus hamaan, baik untuk alat transportasi maupun orang. (6) memberikan pakan yang cukup kuantitas maupun kualitas.

Pengendalian 

                Tindakan pengendalian untuk menekan penularan penyakit ND sangat diperlukan. Tindakan-tindakan tersebut, antara lain meliputi  (1) ayam yang mati karena ND harus dibakar atau dikubur (2) ayam penderita yang masih hidup harus disingkirkan, disembelih dan daging bisa diperjualbelikan dengan syarat harus dimasak terlebih dahulu dan sisa pemotongan harus dibakar atau dikubur (3) larangan mengeluarkan ayam, baik dalam keadaan mati atau hidup bagi peternakan yang terkena wabah ND, kecuali untuk kepentingan diagnosis(4) larangan menetaskan telur dari ayam penderita ND dan izin menetaskan telur harus dicabut selama masih ada wabah ND pada  perusahaan pembibit (5) penyakit ND dianggap lenyap dari peternakan setelah 2 bulan dari kasus terahir atau 1 bulan dari kasus terakhir yang disertai tindakan penghapus hamaan.

2. Penyakit Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro
            Penyakit IBD merupakan penyakit menular pada ayam dengan ciri khas menyerang bagian bursa fabricius pusat kekebalan pada ayam umur muda. Hasil survei menunjukkan 80% kasus IBD terjadi  pada ayam umur 3 sampai dengan 5 minggu, 17 % terjadi pada ayam umur antara 6 minggu sampai 10 minggu dan bisa terjadi sepanjang bursa fabricius masih berfungsi, yaitu antara umur 1 sampai dengan 16 minggu. Penyakit ini sudah meluas di seluruh negara-negara industri ayam.
            Beberapa gejala khas penderita IBD, antara lain  bursa fabricius membengkak, meradang yang selanjutnya mengalami atrofi (ukuran mengecil) apabila penyakit berjalan kronis. Ayam menggigil, gemetar, napsu makan hilang, inkoordinasi, lemah dan mati.
            Sebagai akibat kerusakan bursa fabricius maka ayam penderita akan mengalami penurunan kemampuan menghasilkan antibodi (immunocompetence) yang akan berakibat terjadinya kegagalan vaksinasi ND, Marek’s’s dan lain-lain. Flok yang unggas yang terserang IBD menjadi lebih peka terhadap infeksi penyakit-penyakit lain, seperti   Coccidiosis, ND, Marek’s’s, Salmonellosis dan Pasteurellosis.

Etiologi          
            Penyakit IBD disebabkan oleh virus RNA dengan famili Birnaviridae dan genus Birnavirus. Virus ini memiliki ketahanan yang cukup tinggi. Pada temperatur 56oC tetap hidup sampai 5 jam, akan tetapi akan mati pada temperatur 70oC dalam waktu 30 menit. Virus IBD tetap infeksius selama 2 bulan dalam bahan pakan. Virus tetap tahan terhadap desinfektan, berupa  phenol, eter, chloroform. Tetapi peka terhadap formalin 5% atau chloramine 5% minimal selama 10 menit dan yodium. Virus tahan terhadap pH rendah dan enzim tripsin.
            Virus bersifat limfosidal, karena  sering menyerang organ-organ penghasil limfosit, antara lain  bursa fabricius, lien, seka tonsil dan thymus. Sel-sel limfosit b dalam bursa fabricius rusak. Bursa mengalami edema dan terjadi infiltrasi sel-sel heterofil
            Morbiditas mencapai 30%, mortalitas umumnya mencapai 20%. Angka morbiditas dan mortalitas ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : Kondisi tubuh, pakan, iklim, strain dan  adanya maternal antibodi. IBD menyerang lebih hebat pada strain Leghorn daripada Broiler.
Cara Penularan
            Penularan penyakit IBD bisa secara langsung melalui kontak antara ayam penderita dengan ayam peka, secara oral dan aerogenous. Penularan bisa juga secara mekanis melalui tinja, makanan, minuman dan alat-alat serta pakaian yang tecemar. Antara 3 sampai dengan 4 hari setelah infeksi ayam akan sakit dan mati.

Gejala klinis   
            Gejala klinis yang terlihat pada unggas penderita IBD, antara lain adalah masa inkubasi penyakit berlangsung antara 3 – 4 hari. Terjadi kelemahan, dehidrasi, inkoordinasi, merejan, kadang bulu sekitar anus kotor, peradangan sekitar kloaca, diare yang kadang disertai darah, gemetar, napsu makan hilang, yang selanjutnya akan diikuti kematian.
Kelainan Pasca Mati
            Perubahan pasca mati pada penderita IBD, antara lain  (1) pembengkakan bursa fabricius hingga dua kali ukuran normal sampai hari ke lima, selanjutnya setelah lewat hari ke – 8, bursa fabricius mengecil (atrophi), (2) ginjal membengkak dengan ureter berisi asam urat (3) perdarahan pada otot terutama otot pektoral dan mungkin pada perbatasan antara proventriculus dengan ventriculus (gizzard).



Pencegahan
            Upaya pencegahan terhadap penyakit  Gumboro sudah tentu melalui program vaksinasi.  Guna mendapatkan kekebalan dari induk yang tinggi sehingga akan menurun kepada anak keturunannya, maka pada peternakan pembibit petelur diperlukan vaksinasi pertama  dengan vaksin aktif pada umur 12 minggu. Vaksinasi ke dua dilakukan pada umur 20 minggu dengan vaksin inaktif.
            Ayam petelur dan ayam broiler perlu divaksin pada saat umur 3 – 4 minggu dengan vaksin aktif.    Vaksin untuk Gumboro yang berkualitas memiliki beberapa sifat, antara lain memiliki kekebalan silang terhadap strain-strain virus Gumboro yang lain, tidak merusak bursa fabricius pada anak ayam dan tidak menghambat kekebalan terhadap penyakit lain, vaksin bersifat murni, bebas dari kontaminasi agen infeksi patogen.  
Pengendalian
            Upaya-upaya pengendalian yang penting dilaksanakan, antara lain  (1) kandang bekas penderita Gumboro dikosongkan sementara. Semua peralatan, alas kandang, sisa pakan yang mungkin terkontaminasi segera dimusnahkan (2) meminimalkan faktor-faktor penyebab stres di kandang brooder, terutama perbaikan ventilasi dan menghindari kepadatan yang berlebihan (3) mencegah stres dengan suplementasi vitamin-vitamin, terutama vitamin C, E dan asam amino (4) perhatian yang besar terhadap temperatur di kandang brooder, trutama saat umur kritis, antara 2 – 5 minggu.

3. Penyakit Marek’s
            Penyakit Marek’s (Marek’s Disease) merupakan penyakit yang sangat infeksius yang disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai herpesvirus, dengan subfamili Gamma herpesvirinae. Virus ini bertanggung jawab terhadap pembentukan tumor syaraf (neural) dan organ dalam (visceral). Virus bersifat immunosupressif, sehingga ayam yang terkena akan peka terhadap penyakit infeksi lain oleh virus lain atau bakteri.

Etiologi
            Virus penyebab penyakit Marek’s memiliki ketahanan hidup yang tinggi, di litter bisa tahan minimal 16 minggu, dalan debu kandang dengan suhu 20 – 250C tahan beberapa bulan. Di kandang tertular, dalam sisik kulit ayam yang terlepas dapat tahan sampai 50 hari. Virus tidak tahan terhadap asam dan basa, mati pada pH < 6 dan > 8. Virus penyebab Marek’s peka terhadap beberapa disinfektan, antara lain : kombinasi formalin dengan senyawa iodine, namun pemberian gas formalin secara sendiri tidak cukup efisien sebagai disinfektan.
            Ditemukan tiga galur virus, antara lain galur yang apatogen, yang tidak menimbulkan gejala, galur visceral, yang menyebabkan tumor pada organ-organ visceral dan galur syaraf/klasik, yang menimbulkan gejala syaraf.
Kerugian
            Penyakit Marek’s menyebabkan kerugian ekonomis, terutama berupa kematian ternak, penurunan produksi telur dan penurunan produksi karkas. 
Hewan Peka 
            Ternak yang peka terhadap penyakit Marek’s, antara lain  ayam, kalkun, puyuh dan bebek.
Cara Penularan
            Pada hari ke 14 setelah  infeksi, ayam penderita akan membebaskan virus ke kandang. Sehingga debu kandang mengandung virus dan virus mengkontaminasi alat-alat di dalam kandang. Virus bisa berada di dalam epithel (sisik) kulit kantung bulu yang terlepas dan ayam lain akan tertular apabila memakan epithel tersebut.  Penularan juga bisa terjadi melalui pernapasan dengan cara inhalasi debu yang mengandung virus. Penularan antar ternak sekandang (horisontal) terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Penularan secara tidak langsung bisa melalui tinja atau kumbang sebagai vektor. Kumbang yang berperan sebagai vektor yaitu Alphitobius diaperinus. Penularan secara vertikal (dari induk kepada keturunannya atau transovarial) tidak terjadi di sini.
            Virus ada di dalam darah (viremia) penderita kira-kira pada hari ke-4 setelah infeksi. Antibodi akan terdeteksi kira-kira 2 – 3 minggu. Hari ke-14 setelah infeksi virus akan dibebaskan dari penderita, sehingga 8 minggu setelah infeksi ayam satu flok akan terinfeksi.
            Masa inkubasi, gejala klinis, keadaan lesi, tingkat mortalitas dan morbiditas sangat tergantung kepada beberapa faktor, antara lain : virulensi dari virus, dosis infeksi, genetik dan umur ayam. Ayam pada minggu pertama kehidupan sangat peka dan yang betina lebih peka daripada pejantan. Antibodi maternal, infeksi lain dan faktor-faktor lingkungan, seperti stres akan menyokong serangan penyakit Marek’s.
Gejala Klinis 
            Gejala-gejala klinis yang bisa diamati pada penderita Marek’s, antara lain adalah (1) paresis, paralisis alat gerak dan tumor pada organ-organ visceral, syaraf dan kulit. Pada Marek’s’s klasik, kelemahan alat gerak menyebabkan sayap terkulai dan kelumpuhan kaki. Apabila syaraf pada leher diserang maka akan terlihat gejala torticalis, apabila syaraf vagus dan intercostalis yang diserang, maka terlihat gejala gangguan napas, apabila syaraf pencernaan yang diserang, maka gejala mencret akan terlihat (2) kehilangan warna pada iris dan perubahan bentuk pupil mungkin terlihat (3) tumor pada organ-organ visceral dan kulit terjadi pada ayam umur < 16 minggu. Ayam yang berumur> 16 minggu terlihat tumor terjadi pada bursa fabricius.
           
Perubahan Pasca Mati
            Perubahan pasca mati yang bisa diamati pada unggas penderita Marek’s antara lain (1) pada bentuk syaraf, ditemukan syaraf-syaraf (nervus-nervus/n), seperti   n. Vagus, n. Mesentericus, n. Intercostalis dan plexus-plexus, seperti  plexus ischiadicus dan plexus
brachialis terlihat membulat dan membesar, kelabu kekuningan, bersifat unilateral atau bilateral (2) pada bentuk visceral, maka terlihat benjolan-benjolan atau tumor pada  indung telur, hati, limpa, pankreas, jantung, paru-paru, proventrikulus, ginjal dan usus. Warna organ menjadi putih kelabu dengan bidang sayatan keras dan kering. Bursa fabricius mengalami atrofi.  Kejadian Marek’s yang banyak ditemukan adalah bentuk visceral daripada bentuk syaraf.
Pencegahan
            Tindakan pencegahan terhadap penyakit Marek’s adalah melalui program vaksinasi. Vaksinasi dilakukan terhadap anak ayam yang baru menetas atau DOC. Di pasaran tersedia dua macam vaksin Marek’s, yaitu bentuk basah (cell- associated) dan bentuk kering (cell free).
            Berdasarkan serotipe virus yang terkandung, terdapat tiga kelompok vaksin Marek’s, yang dapat digunakan secara tunggal atau dengan sistem kombinasi. Tiga kelompok tersebut, antara lain (1) vaksin Marek’s’s serotipe 1, terdiri dari 3 jenis, yaitu : virulen, setengah virulen dan sangat ganas. Contoh strain virulen adalah strain HPRS-16, strain yang setengah virulen, misalnya : strain CVI-988, sedangkan yang sangat virulen dibuat dari strain vv-MDV. Strain vv-MDV ini memiliki kemampuan mencegah serangan penyakit Marek’s’s yang virulen maupun sangat virulen (2) vaksin Marek’s’s serotipe 2, yang dibuat dari strain virus Marek’s’s yang non patogen, yang secara normal dapat diisolasi dari peternakan-peternakan ayam. Strain virus Marek’s’s non patogen yang sering digunakan untuk pembuatan virus adalah strain SB-1, dikenal pula strain lain, yaitu 301B/I (3) vaksin Marek’s’s serotipe 3, dibuat dari virus herpes yang diisolasi dari kalkun. Salah satu strain yang digunakan untuk pembuatan vaksin adalah FC-126, yang bisa mencegah serangan penyakit Marek’s’s dari virus yang virulen (v-MDV), namun tidak efektif mencegah serangan penyakit marek’s’s dari vv-MDV yang jauh lebih ganas.
Cara menggunakan vaksin penting untuk diketahui, karena sangat bervariasi tergantung produsen vaksin dan hal ini menentukan keberhasilan vaksinasi. Vaksin basah, yaitu  vaksin yang disimpan dalam alat penyimpan vaksin yang berisi nitrogen cair dengan suhu rendah. Cara penggunaan vaksin basah adalah vaksin dikeluarkan dari alat penyimpan vaksin (ampul), dengan hati-hati injeksikan ke dalam pelarut, sebagian dari pelarut perlu dimasukkan ke dalam alat suntik dan digunakan untuk membilas ampul.  Vaksin kering, yaitu vaksin yang sebelum digunakan,  vaksin disimpan dalam kulkas, karena botol berisi virus maupun pelarut harus selalu dingin. Route pemberian vaksin adalah di bawah kulit leher. Setiap selesai melakukan vaksinasi maka alat suntik harus dicuci dengan desinfektan dan bekas botol vaksin harus dibakar dan dikubur dalam tanah.
Pengobatan
            Tidak ada pengobatan pada ayam penderita Marek’s, penderita harus dimusnahkan dan bangkainya dibakar.

Oleh :
Drh. Imbang Dwi Rahayu, Mkes.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar