Senin, 10 November 2014

Penyakit Parasit pada Ruminansia



1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia
            Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi  ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing disebut sebagai penyakit ekonomi. Kerugian-kerugian akibat penyakit cacing, antara lain : penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit, dan jerohan, penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja pada ternak potong dan kerja, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada manusia.
1.1. Fasciolosis
            Merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Fasciola sp. Pada umumnya yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Fasciola gigantica. Fasciolosis pada kerbau dan sapi biasanya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing dapat bersifat akut. Kerugian akibat fasciolosis ditaksir 20 Milyard rupiah / tahun yang berupa : penurunan berat badan serta tertahannya pertumbuhan badan, hati yang terbuang dan kematian. Disamping itu kerugian berupa penurunan tenaga kerja dan daya tahan tubuh ternak terhadap penyakit lain yang tidak terhitung.

Etiologi
            Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

Siklus Hidup
Telur fasciola masuk ke dalam duodenum bersama empedu dan keluar bersama tinja hospes definitif. Di luar tubuh ternak telur berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium kemudian masuk ke tubuh siput muda, yang biasanya genus Lymnaea rubiginosa. Di dalam tubuh siput mirasidium berkembang menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria akan keluar dari tubuh siput dan bisa berenang. Pada tempat yang cocok, serkaria akan berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Ternak akan terinfeksi apabila minum air  atau makan tanaman yang mengandung kista.

Ternak Rentan              

Ternak yang rentan terhadap Fasciolosis adalah sapi, kerbau, kambing dan ruminansia lain. Ternak berumur muda lebih rentan daripada ternak dewasa.

Gejala Klinis

            Pada Sapi penderita akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi atau sulit defekasi dengan tinja yang kering. Pada keadaan infeksi yang berat sering kali terjadi mencret, ternak terhambat pertumbuhannya dan terjadi penurunan produktivitas.
Pada Domba dan kambing, infeksi bersifat akut, menyebabkan kematian  mendadak dengan darah keluar dari hidung dan anus seperti pada penyakit anthrax. Pada infeksi yang  bersifat kronis, gejala yang terlihat antara lain  ternak malas, tidak gesit, napsu makan menurun, selaput lendir pucat, terjadi busung (edema) di antara rahang bawah yang disebut “bottle jaw”, bulu kering dan rontok, perut membesar dan terasa sakit serta ternak kurus dan lemah.

Kelainan Pasca Mati            

            Pada kasus akut akan ditemukan pembendungan dan pembengkakan pada hati, terdapat ptechie pada permukaan maupun sayatan hati, kantong empedu dan usus mengandung darah.
            Pada kasus kronis, terlihat saluran empedu menebal dindingnya, mengandung parasit dan seringkali batu, disamping itu ditemukan pula anemia, kekurusan dan hati mengeras (sirosis hati).
Diagnosis
            Diagnosis didasarkan pada gejala klinis, identifikasi telur cacing di bawah mikroskopdan pemeriksaan pasma mati dari ternak yang mati.

Pencegahan   
            Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan, antara lain memberantas siput secara biologik, misalnya dengan pemeliharaan itik/bebek, ternak jangan digembalakan di dekat selokan (genangan air) dan rumput jangan diambil dari daerah sekitar selokan.
Pengobatan
            Pengobatan secara efektif dapat dilakukan dengan pemberian per oral Valbazen yang mengandung  albendazole, dosis pemberian sebesar  10 - 20 mg/kg berat badan, namun perlu perhatian bahwa obat ini dilarang digunakan pada 1/3 pertama kebuntingan, karena menyebabkan abortus. Fenbendazole 10 mg/kg berat badanatau lebih aman pada ternak bunting. Pengobatan dengan Dovenix yang berisi zat aktif Nitroxinil dirasakan cukup efektif juga untuk trematoda. Dosis pemberian Dovenix adalah 0,4 ml/kg berat badan dan diberikan secara subkutan.Pengobatan dilakukan tiga kali setahun.     
Diagnosis Banding
            Penyakit Anthrax sering kali mirip dengan haemonchosis. Diagnosis terhadap Anthrax diteguhkan jika terlihat perdarahan dari hidung dan anus pada infeksi akut kambing dan domba. Pada Haemonchosis, diagnosis didasarkan pada  terlihatnya gejala bottle Jaw.

1.2. Nematodosis
            Nematodosis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing Nematoda atau cacing gilig. Di dalam saluran pencernaan (gastro intestinalis), cacing ini menghisap sari makanan yang dibutuhkan oleh induk semang, menghisap darah/cairan tubuh atau bahkan memakan jaringan tubuh. Sejumlah besar cacing Nematoda dalam usus bisa menyebabkan sumbatan (obstruksi) usus serta menimbulkan berbagai macam reaksi tubuh sebagai akibat toksin yang dihasilkan.
            Pada  ternak ruminansia telah diketahui lebih dari 50 jenis spesies, tetapi hanya beberapa spesies yang mempunyai arti penting secara ekonmis, antara lain sebagai berikut :
a. Haemonchus contortus
            Penyakit yang disebabkan oleh cacing Haemonchus contortus disebut Haemonchosis. Panjang cacing Haemonchus contortus betina antara 18 – 30 mm dan jantan sekitar 10 – 20 mm. Pada cacing betina secara makroskopis usus yang berwarna merah berisi darah saling melilit dengan uterus yang berwarna putih.  Cacing dewasa berlokasi di abomasum domba dan kambing.
Siklus Hidup
            Siklus hidup Haemonchus contortus dan Nematoda lain pada ruminansia bersifat langsung, tidak membutuhkan hospes intermediet. Cacing dewasa hidup di abomasum, memproduksi telur. Telur dikeluarkan oleh ternak bersama-sama pengeluaran feses. Di luar tubuh hospes, pada kondisi yang sesuai, telur menetas dan menjadi larva. Larva stadium L1 berkembang menjadi L2 dan selanjutnya  menjadi L3 , yang merupakan stadium infektif. Larva infektif menempel pada rumput-rumputan dan teringesti oleh domba. Selanjutnya larva akan dewasa di abomasum.
Gambar 3. Siklus Hidup Haemonchus spp (Whittier, et al., 2003) 

Kerugian
            Haemonchus adalah cacing penghisap darah yang rakus, setiap ekor per hari menghabiskan 0,049 ml darah, sehingga menyebabkan anemia. Anemia berlangsung melalui 3 tahap, yaitu tahap I, 3 minggu setelah infeksi ternak akan kehilangan darah dalam jumlah besar, hal ini merupakan tahap akut, tahap II, antara 3 – 8 minggu setelah infeksi, kehilangan darah dan zat besi ternak berlangsung terus tetapi masih diimbangi oleh kegiatan eritropoetik, dan tahap III, terjadi kelelahan sitem eritropoetik yang disebabkan oleh kekurangan besi dan protein, dan hal ini merupakan tahap kronis.

Gejala Klinis
            Anemia merupakan gejala utama dari infeksi Haemonchus bersamaan dengan kehilangan darah dan kerusakan usus. Terlihat busung di bawah rahang , diare, tapi kadang-kadang kambing sudah mati sebelum diare muncul. Gejala lain yang menonjol, yaitu : penurunan berat badan, pertumbuhan yang jelek dan penurunan produksi susu.
Diagnosis
            Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, identifikasi telur-telur cacing di bawah mikroskop, serta bedah bangkai pada ternak yang mati juga akan membantu penetapan diagnosis.
Pencegahan
            Tindakan pencegahan yang bisa dilakukan adalah jangan menggembalakan ternak terlalu pagi, pemotongan rumput sebaiknya dilakukan siang hari, pengobatan secara teratur dan mengurangi pencemaran tinja terhadap pakan dan air minum.
Pengobatan
            Pengobatan yang bisa diberikan berupa kelompok benzilmidazole, antara lain  albendazole dengan dosis 5 – 10 mg/kg berat badan, mebendazole dengan dosis 13,5 mg/kg berat badan  dan thiabendazole dengan dosis 44 – 46 mg/kg berat badan. Albendazole dilarang dipakai pada 1/3 kebuntingan awal. Mebendazole dan thiabendazole aman untuk ternak bunting, tetapi thiabendazole sering menyebabkan resistensi.
b.Toxocara vitulorum (Neoascaris vitulorum)
            Cacing Toxocara vitulorum termasuk klas Nematoda yang memiliki kemampuan lintas hati, paru-paru dan plasenta. Ukuran panjang cacing betina adalah sebesar 30 cm dan lebar 25 cm, warna kekuning-kuningan dengan telur agak bulat dab memiliki dinding yang tebal. Habitat cacing adalah pada sapi dan kerbau serta berlokasi di usus kecil.
Siklus Hidup
            Telur dalam tinja tertelan oleh sapi atau kerbau dan menetas di usus halus menjadi laeva. Larva kemudian bermigrasi ke hati, paru-paru, jantung, ginjal dan bisa ke plasentadan masuk ke  cairan amnion  serta masuk ke dalam kelenjar mammae dan keluar bersama kolustrum.

Cara Penularan
            Terdapat tiga cara penularan  cacing Toxocara vitulorum, antara lain  makan telur, tertelan tanpa sengaja, lewat plasenta pada saat fetus dan lewat kolustrum pada waktu menyusu induknya.
Gejala Klinis
            Pada anak sapi atau kerbau terjadi diare dan ternak menjadi kurus. Pernah dilaporkan juga bisa menyebabkan kematian. Anak sapi yang tetap hidup akan mengalami gangguan pertumbuhan.
Diagnosis
            Pemeriksaan telur cacing dalam tinja merupakan cara diagnosis adanya cacing ini.
Pengobatan dan pencegahan
            Upata pengobatan cacing ini adalah dengan pemberian piperazin. Pengobatan secara teratur pada anak sapi dan menjaga kebersihan kandang merupakan tindakan pencegahan yang diharuskan.       

c. Oesophagostomum sp.(cacing bungkul)
            Cacing bungkul dewasa hidup di dalam usus besar. Disebut cacing bungkul karena bentuk larva cacing ini dapat menyebabkan bungkul-bungkul di sepanjang usus besar. 
            Ukuran rata-rata cacing bungkul dewasa betina antara 13,8 – 19,8 mm dan Jantan antara 11,2 – 14 5 mm.
            Gejala klinis yang ditemukan antara lain kambing kurus, napsu makan hilang, pucat, anemia dan kembung. Tinja berwarna hitam, lunak bercampur lendir atau darah segar.
d. Bunostomum sp (cacing kait)
            Lokasi hidup cacing kait adalah di dalam usus halus kambing dan domba. Panjang caing jantan kira-kira 12 – 17 mm dan betina kira-kira 19 – 26 mm. Dikenal dengan cacing kait karena pada bagian ujung depan (kepala) cacing membengkok ke atas sehingga berbentuk seperti kait.
            Gejala klinis yang bisa diamati antara lain ternak mengalami anemia, terlihat kurus, kulit kasar, bulu kusam, napsu makan turun, tubuh lemah. Tinja lunak dengan warna coklat tua. Perlu diketahui bahwa cacing Bunostomum sp  menempel kuat pada dinding usus. Cacing memakan jaringan tubuh dan darah, sehingga walaupun jumlah cacing hanya sedikit, namun ternak cepat menunjukkan gejala klinis yang nyata.
e. Trichostrongylus sp (cacing rambut)
            Cacing kelompok ini ukurannya sangat kecil dan hidup di dalam usus halur kambing dan domba. Dinamakan caing rambut karena tebalnya kurang lebih sama dengan rambut, sedangkan panjangnya kurang dari 10 mm.
            Telur cacing yang keluar bersama tinja akan berkembang menjadi larva  apabila susana di luar, seperti kelembaban, suhu, oksigen cukup menguntungkan bagi kehidupannya, misalnya adanya tumpukan feses. Pada keadaan tersebut larva akan berkembang menjadi larva infektif.        Di tempat penggembalaan larva dapat hidup sampai 6 bulan.  
            Kepekaan ternak terhadap serangan cacing ini tergantung beberapa faktor, antara lain  umur, kualitas pakan, genetik dan pengaruh luar, misalnya pemberian obat-obatan. Kambing muda dan kualitas pakan yang jelek akan lebih peka terhadap serangan cacing.
            Gejala klinis yang bisa diamati adalah  ternak muda terlihat pertumbuhan terhambat, mencret dengan warna tinja hijau kehitaman, kurus dan diakhiri kematian.
            Ternak bisa tertular cacing ini dengan cara menelan telur berembrio yang terdapat di rumput-rumputan atau dengan cara menelan larva infektif atau larva menembus kulit.          
Pencegahan
            Tindakan pencegahan terhadap penyakit nematodosis, antara lain  berupa pemberian pakan kualitas tinggi dengan kuantitas yang cukup, menghindarkan berjubelnya ternak dalam satu petak penggembalaan, memisahkan ternak berdasarkan umur, menghindarkan ternak dari tempat-tempat becek, selalu memelihara kebersihan kandang dan lingkungan peternakan dan melakukan pemeriksaan feses dan pengobatan terhadap cacing secara teratur.

1.3. Cestodosis
            Cacing Moniezea merupakan cacing Cestoda yang sering menyerang kambing. Cacing ini memiliki panjang tubuh bisa mencapai 600 cm dan lebar 1 – 6 cm. Bentuk cacing pipih, bersegmen dan berwarna putih kekuningan. Cacing ini jarang menimbulkan masalah, kecuali jika menyerang anak kambing yang sangat muda dan dalam jumlah yang besar. Tungau digunakan sebagai inang antara bagi cacing.

Siklus Hidup
            Cacing pita dewasa hidup dalam usus kambing dan domba akan melepaskan segmen yang masak bersama tinja, segmen tersebut pecah dan melepaskan telur . Telur-telur cacing dimakan oleh tungau tanah yang hidup pada akar tumbuhan. Telur-telur dalam tubuh tungau menetas menjadi larva. Kambing/domba memakan tungau bersama-sama akar tanaman, seingga larva akan tertelan dan tumbuh menjadi dewasa di usus.

Gejala Klinis
            Gejala yang terlihat pada kambing penderita, antara lain  badan kurus, bulu kusam, selaput mata terlihat pucat, anemis, terdapat gejala edema dan mencret. Biasanya potongan segmen yang matang keluar bersama tinja atau kadang menggantung di anus.
Diagnosis
            Terlihatnya segmen yang menggantung di anus atau adanya potongan segmen cacing bersama tinja dan disertai dengan gejala klinis cukup memberikan petunjuk adanya infeksi cacaing Moniezea pada kambing. Apabila potongan cacing tidak ditemukan, maka diagnosis didasarkan dengan pemeriksaan telur cacing di bawah  mikroskop.
Pencegahan
            Sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap cacing Moniezea, selain tindakan pengobatan pada ternak yang sakit, juga harus dilaksanakan pemberantasan terhadap insekta (serangga) yang dapat digunakan sebagai inang antara.
Pengobatan
            Bisa diberikan preparat obat, antara lain : albendazole, oxfendazole 5 mg/kg berat badan, cambendazole 20 – 25 mg/kg berat badan, fenbendazole 5 – 10 mg/kg berat badan atau mebendazole 13,5 mg/kg berat badan.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar