A.
DASAR-DASAR KEPERCAYAAN
Manusia
memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata
nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang
sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut
karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran.
Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang
salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan
kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk
kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk
kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua
kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang
benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung
unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun
demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai.
Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun
temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena
kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan
perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering
menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia. Disinilah
terdapat kontradiksi kepercayaan diperlukan sebagai sumber tatanilai guna
menopang peradaban manusia, tetapi nilai-nilai itu melembaga dalam tradisi
yang membeku dan mengikat, maka justru merugikan peradaban.
Oleh
karena itu, pada dasarnya, guna perkembangan peradaban dan kemajuannya,
manusia harus selalu bersedia meninggalkan setiap bentuk kepercayaan dan tata
nilai yang tradisional, dan menganut kepercayaan yang sungguh-sungguh yang
merupakan kebenaran. Maka satu-satunya sumber nilai sumber dan pangkal nilai
itu haruslah kebenaran itu sendiri. Kebenaran merupakan asal dan tujuan
segala kenyataan. Kebenaran yang mutlak adalah Tuhan Allah.
Perumusan
kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang kesatu : Tiada Tuhan selain Allah
mengandung gabungan antara peniadaan dan pengecualian. Perkataan "Tidak
ada Tuhan" meniadakan segala bentuk kepercayaan, sedangkan perkataan
"Selain Allah" memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran.
Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia membebaskan dirinya dari
belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala akibatnya, dan dengan
pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran
dalam menetapkan dan memilih nilai - nilai, itu berarti tunduk pada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk manusia. Tunduk dan
pasrah itu disebut Islam.
Tuhan itu
ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan
akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang
bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena
kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau
sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi
kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan
secukupnya tentang Ketuhanan dan tatanilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh
sebab itu diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan denga
insting dan indera.
Sesuatu
yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu pengajaran atau
pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi
sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi
tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada
setiap orang. Wahyu itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi
syarat dan dipilih oleh Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rosul atau utusan
Tuhan. Dengan kewajiban para Rosul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh
ummat manusia. Para rosul dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak
Adam, Nuh, Ibrahim, Musa,Isa atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rosul
penghabisan, jadi tiada Rosul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rosul itu
adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.
|
Wahyu
Tuhan yang diberikan kepada Muhammad SAW terkumpul seluruhnya dalam kitab
suci Al-Quran. Selain berarti bacaan, kata Al-Quran juga bearti
"kumpulan" atau kompilasi, yaitu kompilasi dari segala keterangan.
Sekalipun garis-garis besar Al-Quran merupakan suatu kompendium, yang singkat
namun mengandung keterangan-keterangan tentang segala sesuatu sejak dari
sekitar alam dan manusia sampai kepada hal-hal gaib yang tidak mungkin
diketahui manusia dengan cara lain. Jadi untuk memahami Ketuhanan Yang Maha
Esa dan ajaran-ajaran-Nya, manusia harus berpegang kepada Al-Quran dengan
terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad SAW. Maka kalimat kesaksian
yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan yang harus dianut manusia,
yaitu bahwa Muhammad adalah Rosul Allah. Kemudian di dalam Al-Quran didapat
keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa ajaran-ajaranNya yang
merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti oleh manusia.
Tentang Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas menerangkan secara singkat ;
katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan.
Tuhan tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula
berbapa. Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha
Bijaksana, Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya
daripada segala sifat kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan
Maha Mulia, Tuhan seru sekalian Alam.
Juga
diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir
dan Yang Bathin, dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah wajah
Tuhan". Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu berada". Jadi Tuhan tidak terikat
ruang dan waktu.
Sebagai "yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya ; sebagaimana tata nilai harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Iapun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada "persetujuan" atau "ridhanya ". Inilah kesatuan antara asal dan tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar, diterangkan dalam bagian yang lain).
Tuhan
menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti. Oleh karena itu
alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan mengikuti
hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya
penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada diriNya dan teratur secara
harmonis. Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan
peradabannya. Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna
dimengerti hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian
manusia memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri.
Jika kenyataan alam ini berbeda dengan persangkaan idealisme maupun agama Hindu yang mengatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi riil dan obyektif, melainkan semua palsu atau maya atau sekedar emansipasi atau pancaran daripada dunia lain yang kongkrit, yaitu idea atau nirwana. Juga tidak seperti dikatakan filsafat Agnosticisme yang mengatakan bahwa alam tidak mungkin dimengerti manusia. Dan sekalipun filsafat materialisme mengatakan bahwa alam ini mempunyai eksistensi riil dan obyektif sehingga dapat dimengerti oleh manusia, namun filsafat itu mengatakan bahwa alam ada dengan sendirinya. Peniadaan pencipta ataupun peniadaan Tuhan adalah satu sudut daripada filsafat materialisme.
Manusia
adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi. Sebagai mahluk tertinggi
manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di bumi. Manusia
ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya. Maka urusan di dunia
telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia sepenuhnya bertanggungjawab
atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan manusia ini membentuk rentetan
peristiwa yang disebut "sejarah". Dunia adalah wadah bagi sejarah,
dimana manusia menjadi pemilik atau "rajanya".
Sebenarnya terdapat hukum-hukum Tuhan yang pasti (sunattullah) yang menguasai sejarah, sebagaimana adanya hukum yang menguasai alam tetapi berbeda dengan alam yang telah ada secara otomatis tunduk kepada sunatullah itu, manusia karena kesadaran dan kemampuannya untuk mengadakan pilihan untuk tidak terlalu tunduk kepada hukum-hukum kehidupannya sendiri. Ketidakpatuhan itu disebabkan karena sikap menentang atau kebodohan. Hukum dasar alami daripada segala yang ada inilah "perubahan dan perkembangan", sebab : segala sesuatu ini adalah ciptaan Tuhan dan pengembangan olehNya dalam suatu proses yang tiada henti-hentinya. Segala sesuatu ini adalah berasal dari Tuhan dan menuju kepada Tuhan. Maka satu-satunya yang tak mengenal perubahan hanyalah Tuhan sendiri, asal dan tujuan segala sesuatu. Di dalam memenuhi tugas sejarah, manusia harus berbuat sejalan dengan arus perkembangan itu menunju kepada kebenaran. Hal itu berarti bahwa manusia harus selalu berorientasi kepada kebenaran, dan untuk itu harus mengetahui jalan menuju kebenaran itu. Dia tidak mesti selalu mewarisi begitu saja nilai-nilai tradisional yang tidak diketahuinya dengan pasti akan kebenarannya.
Oleh
karena itu kehidupan yang baik adalah yang disemangati oleh iman dan ilmu.
Bidang iman dan pencabangannya menjadi wewenang wahyu sedangkan bidang ilmu
pengetahuan menjadi wewenang manusia untuk mengusahakan dan mengumpulkannya
dalam kehidupan dunia ini. Ilmu itu meliputi tentang alam dan tentang manusia
(sejarah). Untuk memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh
mungkin, manusia harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya
tanpa melekatkan padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab
sebagaimana diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan
objektif sebagaimana adanya. Alam tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk
sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap memper-Tuhan-kan atau
mensucikan (sakralisasi) haruslah ditujukan kepada Tuhan sendiri. Tuhan Allah
Yang Maha Esa.
Ini
disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya
mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya atau sebagian maka
jelasnya bahwa syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban,
kemanusiaan menuju kebenaran.
Sesudahnya atau kehidupan duniawi ini ialah "hari kiamat". Kiamat merupakan permulaan bentuk kehidupan yang tidak lagi bersifat sejarah atau duniawi, yaitu kehidupan akhirat. Kiamat disebut juga "hari agama", atau yaumuddin, dimana Tuhan menjadi satu-satunya pemilik dan raja. Disitu tidak lagi terdapat kehidupan historis, seperti kebebasan, usaha dan tata masyarakat. Tetapi yang ada adalah pertanggunggan jawab individu manusia yang bersifat mutlak dihadapan illahi atas segala perbuatannya dahulu didalam sejarah. Selanjutnya kiamat merupakan "hari agama", maka tidak yang mungkin kita ketahui selain daripada yang diterangkan dalam wahyu. Tentang hari kiamat dan kelanjutannya / kehidupan akhirat yang non-historis manusia hanya diharuskan percaya tanpa kemungkinan mengetahui kejadian-kejadiannya.
B.
PENGERTIAN-PENGERTIAN DASAR TENTANG KEMANUSIAAN
Telah
disebutkan di muka, bahwa manusia adalah puncak ciptaan, merupakan mahluk
yang tertinggi dan adalah wakil dari Tuhan di bumi. Sesuatu yang membuat
manusia yang menjadi manusia bukan hanya beberapa sifat atau kegiatan yang
ada padanya, melainkan suatu keseluruhan susunan sebagai sifat-sifat dan
kegiatan-kegiatan yang khusus dimiliki manusia saja yaitu Fitrah. Fitrah
membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung kepada
kebenaran (Hanief).
"Dlamier"
atau hati nurani adalah pemancar keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran. Tujuan
hidup manusia ialah kebenaran yang mutlak atau kebenaran yang terakhir, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah merupakan bentuk keseluruhan tentang diri manusia
yang secara asasi dan prinsipil membedakannya dari mahluk-mahluk yang lain.
Dengan memenuhi hati nurani, seseorang berada dalam fitrahnya dan menjadi
manusia sejati.
Kehidupan dinyatakan dalam kerja atau amal perbuatanya. Nilai- nilai tidak dapat dikatakan hidup dan berarti sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan amaliah yang kongkrit. Nilai hidup manusia tergantung kepada nilai kerjanya. Di dalam dan melalui amal perbuatan yang berperikemanusiaan (fitrah sesuai dengan tuntutan hati nurani) manusia mengecap kebahagiaan, dan sebaliknya di dalam dan melalui amal perbuatan yang tidak berperikemanusiaan (jihad) ia menderita kepedihan. Hidup yang pernuh dan berarti ialah yang dijalani dengan sungguh-sungguh dan sempurna, yang didalamnya manusia dapat mewujudkan dirinya dengan mengembangkan kecakapan-kecakapan dan memenuhi keperluan-keperluannya. Manusia yang hidup berarti dan berharga ialah dia yang merasakan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kegiatan-kegiatan yang membawa perubahan kearah kemajuan-kemajuan baik yang mengenai alam maupun masyarakat yaitu hidup berjuang dalam arti yang seluas-luasnya. Dia diliputi oleh semangatmencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia menyerap segala sesuatu yang baru dan berharga sesuai dengan perkembangan kemanusiaan dan menyatakan dalam hidup berperadaban dan berkebudayaan. Dia adalah aktif, kreatif dan kaya akan kebijaksanaan (widom, hikmah). Dia berpengalaman luas, berpikir bebas, berpandangan lapang dan terbuka, bersedia mengikuti kebenaran dari manapun datangnya. Dia adalah manusia toleran dalam arti kata yang benar, penahan amarah dan pemaaf. Keutamaan itu merupakan kekayaan manusia yang menjadi milik daripada pribadi-pribadi yang senantiasa berkembang dan selamanya tumbuh kearah yang lebih baik.
Seorang
manusia sejati (insan kamil) ialah yang kegiatan mental dan phisiknya
merupakan suatu keseluruhan. Kerja jasmani dan kerja rohani bukanlah dua
kenyataan yang terpisah. Malahan dia tidak mengenal perbedaan antara kerja
dan kesenangan, kerja baginya adalah kesenggangan dan kesenangan ada dalam dan
melalui kerja. Dia berkepribadian, merdeka, memiliki dirinya
sendiri,menyatakan ke luar corak perorangannya dan mengembangkan kepribadian
dan wataknya secara harmonis. Dia tidak mengenal perbedaan antara kehidupan
individu dan kehidupan komunal, tidak membedakan antara perorangan dan
sebagai anggota masyarakat, hak dan kewajiban serta kegiatan-kegiatan untuk
dirinya adalah juga sekaligus untuk sesama ummat manusia.
Baginya
tidak ada pembagian dua (dichotomy) antara kegiatan-kegiatan rokhani dan
jasmani, pribadi dan masyarakat, agama dan politik maupun dunia akherat.
Kesemuanya dimanifestasikan dalam suatu kesatuan kerja yang tunggal pancaran
niatnya, yaitu mencari kebaikan, keindahan dan kebenaran. Dia seorang yang
ikhlas, artinya seluruh amal perbuatannya benar-benar berasal dari dirinya
sendiri dan merupakan pancaran langsung dari pada kecenderungannya yang suci
yang murni. Suatu pekerjaan dilakukan karena keyakinan akan nilai pekerjaan
itu sendiri bagi kebaikan dan kebenaran, bukan karena hendak memperoleh
tujuan lain yang nilainya lebih rendah (pamrih). Kerja yang ikhlas mengangkat
nilai kemanusiaan pelakunya dan memberikannya kebahagiaan. Hal itu akan
menghilangkan sebab-sebab suatu jenis pekerjaan ditinggalkan dan kerja amal
akan menjadi kegiatan kemanusiaan yang paling berharga. Keikhlasan adalah
kunci kebahagiaan hidup manusia, tidak ada kebahagiaan sejati tanpa
keikhlasan dan keikhlasan selalu menimbulkan kebahagiaan.
Hidup fitrah ialah bekerja secara ikhlas yang memancarkan dari hati nurani yang hanief atau suci.
C.
KEMERDEKAAN MANUSIA (IKHTIAR) DAN KEHARUSAN UNIVERSAL (TAKDIR)
Keikhlasan
yang insani itu tidak mungkin ada tanpa kemerdekaan. Kemerdekaan dalam arti
kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni,
kemerdekaan dalam pengertian kebebasan memilih sehingga pekerjaan itu
benar-benar dilakukan sejalan dengan hati nurani. Keikhlasan merupakan
pernyataan kreatif kehidupan manusia yang berasal dari perkembangan tak
terkekang daripada kemauan baiknya. Keikhlasan adalah gambaran terpenting
daripada kehidupan manusia sejati. Kehidupan sekarang di dunia dan abadi
(external) berupa kehidupan kelak sesudah mati di akherat. Dalam aspek
pertama manusia melakukan amal perbuatan dengan baik dan buruk yang harus
dipikul secara individual, dan komunal sekaligus. Sedangkan dalam aspek kedua
manusia tidak lagi melakukan amal perbuatan, melainkan hanya menerima akibat
baik dan buruknya dari amalnya dahulu di dunia secara individual. Di akherat
tidak terdapat pertanggung jawaban perseorangan (mutlak). Manusia dilahirkan
sebagai individu, hidup ditengah alam dan masyarakat sesamanya, kemudian
menjadi individu kembali.
Jadi
individualitas adalah pernyataan asasi yang pertama dan terakhir, dari pada
kemanusiaan, serta letak kebenarannya daripada nilai kemanusiaan itu sendiri.
Karena individu adalah penanggung jawab terakhir dan mutlak daripada awal
perbuatannya, maka kemerdekaan pribadi, adalah haknya yang pertama dan asasi.
Tetapi
individualitas hanyalah pernyataan yang asasi dan primer saja dari pada
kemanusiaan. Kenyataan lain, sekalipun sifat sekunder , ialah bahwa individu
dalam suatu hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya. Manusia hidup ditengah
alam sebagai makhluk sosial hidup ditengah sesama. Dari segi ini manusia
adalah bagian dari keseluruhan alam yang merupakan satu kesatuan. Oleh karena
itu kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam kontek hidup ditengah
masyarakat. Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak
berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari
kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan
adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam. Hukum yang menguasai
benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri yang tidak tunduk dan tidak pula
bergantung kepada kemauan manusia. Hukum-hukum itu mengakibatkan adanya
"keharusan Universal " atau "kepastian hukum " dan
takdir. 3) jadi kalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup di
tengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak
tertaklukan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada
dunia sekitarnya?
Sudah
tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti peniadaan terhadap
kemerdekaan itu sendiri. Pengakuan akan adanya keharusan universal yang
diartikan sebagai penyerahan kepadanya sebelum suatu usaha dilakukan berarti
perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau takdir hanyalah
pengakuan akan adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya suatu persyaratan
yang positif daripada kemerdekaan adalah pengetahuan tentang adanya
kemungkinan-kemungkinan kretif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha yang
bebas dan dinamakan "ikhtiar" artinya pilih merdeka.
Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan sendiri dimana manusia berbuat sebagai pribadi banyak segi yang integral dan bebas; dan dimana manusia tidak diperbudak oleh suatu yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berbuat atau berikhtiar, manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya. Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan dirinya sendiri. Jadi sekalipun terdapat keharusan universal atau takdir manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri. Manusia tidak dapat berbicara mengenai takdir suatu kejadian sebelum kejadian itu menjadi kenyataan. Maka percaya kepada takdir akan membawa keseimbangan jiwa tidak terlalu berputus asa karena suatu kegagalan dan tidak perlu membanggakan diri karena suatu kemunduran. Sebab segala sesuatu tidak hanya terkandung pada dirinya sendiri, melainkan juga kepada keharusan yang universal itu.
D.
KETUHANAN YANG MAHA ESA DAN KEMANUSIAAN
Telah
jelas bahwa hubungan yang benar antara individu manusia dengan dunia
sekitarnya bukan hubungan penyerahan. Sebab penyerahan meniadakan kemerdekaan
dan keikhklasan dan kemanusiaan. Tatapi jelas pula bahwa tujuan manusia hidup
merdeka dengan segala kegiatannya ialah kebenaran. Oleh karena itu sekalipun
tidak tunduk pada sesuatu apapun dari dunia sekelilingnya, namun manusia
merdeka masih dan mesti tunduk kepada kebenaran. Karena menjadikan sesuatu
sebagai tujuan adalah berarti pengabdian kepada-Nya.
Jadi
kebenaran-kebenaran menjadi tujuan hidup dan apabila demikian maka sesuai
dengan pembicaraan terdahulu maka tujuan hidup yang terakhir dan mutlak ialah
kebenaran terakhir dan mutlak sebagai tujuan dan tempat menundukkan diri.
Adakah kebenaran terakhir dan mutlak itu ?. Ada, sebagaimana tujuan akhir dan
mutlak daripada hidup itu ada. Karena sikapnya yang terakhir (ultimate) dan
mutlak maka sudah pasti kebenaran itu hanya satu secara mutlak pula.
Dalam
perbendaharaan kata dan kulturiil, kita sebut kebenaran mutlak itu
"Tuhan", kemudian sesuai dengan uraian bab I, Tuhan itu menyatakan
diri kepada manusia sebagai Allah. Karena kemutlakannya, Tuhan bukan saja
tujuan segala kebenaran. Maka dia adalah Yang Maha Benar. Setiap pikiran yang
maha benar adalah pada hakikatnya pikiran tentang Tuhan YME. Oleh sebab itu
seseorang manusia merdeka ialah yang ber-ketuhanan Yang Maha Esa. Keiklasan
tiada lain adalah kegiatan yang dilakukan semata-mata bertujuan kepada Tuhan
YME, yaitu kebenaran mutlak, guna memperoleh persetujuan atau
"ridho" daripada-Nya. Sebagaimana kemanusiaan terjadi karena adanya
kemerdekaan dan kemerdekaan ada karena adanya tujuan kepada Tuhan
semata-mata. Hal itu berarti segala bentuk kegiatan hidup dilakukan hanyalah
karena nilai kebenaran itu yang terkandung didalamnya guna mendapat
pesetujuan atau ridho kebenaran mutlak. Dan hanya pekerjaan "karena
Allah" itulah yang bakal memberikan rewarding bagi kemanusiaan.
Kata "iman" berarti percaya dalam hal ini percaya kepada Tuhan sebagai tujuan hidup yang mutlak dan tempat mengabdikan diri kepada-Nya. Sikap menyerahkan diri dan mengabdi kepada Tuhan itu disebut Islam. Islam menjadi nama segenap ajaran pengabdian kepada Tuhan YME. Pelakunya disebut "Muslim". Tidak lagi diperbudak oleh sesama manusia atau sesuatu yang lain dari dunia sekelilingnya, manusia muslim adalah manusia yang merdeka yang menyerahkan dan menyembahkan diri kepada Tuhan YME. Semangat tauhid (memutuskan pengabdian hanya kepada Tuhan YME) menimbulkan kesatuan tujuan hidup, kesatuan kepribadian dan kemasyarakatan. Kehidupan bertauhid tidak lagi berat sebelah, parsial dan terbatas. Manusia bertauhid adalah manusia yang sejati dan sempurna yang kesadaran akan dirinya tidak mengenal batas. Dia adalah pribadi manusia yang sifat perorangannya adalah keseluruhan (totalitas) dunia kebudayaan dan peradaban. Dia memiliki seluruh dunia ini dalam arti kata mengambil bagian sepenuh mungkin dalam menciptakan dan menikmati kebaikan-kebaikan dan peradaban kebudayaan.
Pembagian
kemanusiaan tidak selaras dengan dasar kesatuan kemanusiaan (human totality)
itu antara lain, ialah pemisahan antara eksistensi ekonomi dan moral manusia,
antara kegiatan duniawi dan ukhrowi antara tugas-tugas peradaban dan agama.
Demikian pula sebaliknya, anggapan bahwa manusia adalah tujuan pada dirinya
membela kemanusiaan seseorang menjadi : manusia sebagai pelaku kegiatan dan
manusia sebagai tujuan kegiatan. Kepribadian yang pecah berlawanan dengan
kepribadian kesatuan (human totality) yang homogen dan harmonis pada dirinya
sendiri : jadi berlawanan dengan kemanusiaan.
Oleh karena hakikat hidup adalah amal perbuatan atau kerja, maka nilai-nilai tidak dapat dikatakan ada sebelum menyatakan diri dalam kegiatan-kegiatan konkrit dan nyata. Kecintaan kepada Tuhan sebagai kebaikan, keindahan dan kebenaran yang mutlak dengan sendirinya memancar dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya dengan alam dan masyarakat, berupa usaha-usaha yang nyata guna menciptakan sesuatu yang membawa kebaikan, keindahan dan kebenaran bagi sesama manusia "amal saleh" (harafiah: pekerjaan yang selaras dengan kemanusiaan) merupakan pancaran langsung daripada iman. Jadi Ketuhanan YME memancar dalam perikemanusiaan. Sebaliknya karena kemanusiaan adalah kelanjutan kecintaan kepada kebenaran maka tidak ada perikemanusiaan tanpa Ketuhanan YME. Perikemanusiaan tanpa Ketuhanan adalah tidak sejati. Oleh karena itu semangat Ketuhanan YME dan semangat mencari ridho daripada-Nya adalah dasar peradaban yang benar dan kokoh. Dasar selain itu pasti goyah dan akhirnya membawa keruntuhan peradabannya.
"Syirik"
merupakan kebalikan dari tauhid, secara harafiah artinya mengadakan
tandingan, dalam hal ini kepada Tuhan. Syirik adalah sifat menyerah dan
menghambakan diri kepada sesuatu selain kebenaran baik kepada sesama manusia
maupun alam. Karena sifatnya yang meniadakan kemerdekaan asasi, syirik
merupakan kejahatan terbesar kepada kemanusiaan. Pada hakikatnya segala bentuk
kejahatan dilakukan orang karena syirik. Sebab dalam melakukan kejahatan itu
dia menghambakan diri kepada motif yang mendorong dilakukannya kejahatan
tersebut yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Demikian pula
karena syirik seseorang mengadakan pamrih atas pekerjaan yang dilakukannya.
Dia bekerja bukan karena nilai pekerjaan itu sendiri dalam hubungannya dengan
kebaikan, keindahan dan kebenaran, tetapi karena hendak memperoleh sesuatu
yang lain.
"Musyrik" adalah pelaku daripada syirik. Seseorang yang menghambakan diri kepada sesuatu selain Tuhan baik manusia maupun alam disebut musyrik, sebab dia mengangkat sesuatu selain Tuhan menjadi setingkat dengan Tuhan.
Demikian
pula seseorang yang menghambakan (sebagaimana dengan jiran atau diktator)
adalah musyrik, sebab dia mengangkat dirinya sendiri setingkat dengan Tuhan.
Kedua perlakuan itu merupakan penentang terhadap kemanusiaan, baik bagi dirinya sendiri maupun kepada orang lain. Maka sikap berperikemanusiaan adalah sikap yang adil, yaitu sikap menempatkan sesuatu kepada tempatnya yang wajar, seseorang yang adil (wajar) ialah yang memandang manusia. Tidak melebihkan sehingga menghambakan dirinya kepada-Nya. Dia selau menyimpan itikad baik dan lebih baik (ikhsan) maka kebutuhan menimbulkan sikap yang adil kepada manusia.
E.
INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Telah
diterangkan dimuka, bahwa pusat kemanusiaan adalah masing-masing pribadinya
dan bahwa kemerdekaan pribadi adalah hak asasinya yang pertama. Tidak sesuatu
yang lebih berharga daripada kemerdekaan itu. Juga telah dikemukakan bahwa
manusia hidup dalam suatu bentuk hubungan tertentu dengan dunia sekitarnya,
sebagai mahkluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan
kemanusiaannya dengan baik tanpa berada ditengah sesamanya dalam bentuk-bentuk
hubungan tertentu. Maka dalam masyarakat itulah kemerdekaan asasi diwujudkan.
Justru karena adanya kemerdekaan pribadi itu maka timbul perbedaan-perbedaan
antara suatu pribadi dengan lainnya. Sebenarnya perbedaan-perbedaan itu
adalah untuk kebaikannya sendiri : sebab kenyataan yang penting dan
prinsipil, ialah bahwa kehidupan ekonomi, sosial, dan kultural menghendaki
pembagian kerja yang berbeda-beda.
Pemenuhan
suatu bidang kegiatan guna kepentingan masyarakat adalah suatu keharusan,
sekalipun hanya oleh sebagian anggota saja. Namun sejalan dengan prinsip
kemanusiaan dan kemerdekaan, dalam kehidupan yang teratur tiap-tiap orang
harus diberi kesempatan untuk mengembangkan kecakapannya melalui aktifitas
dan kerja yang sesuai dengan kecenderungannya dan bakatnya. Namun inilah
kontradiksi yang ada pada manusia dia adalah mahkluk yang sempurna dengan
kecerdasan dan kemerdekaannya dapat berbuat baik kepada sesamanya, tetapi
pada waktu yang sama ia merasakan adanya pertentangan yang konstan dan
keinginan tak terbatas sebagai hawa nafsu. Hawa nafsu cenderung kearah
merugikan orang lain (kejahatan) dan kejahatan dilakukan orang karena
mengikuti hawa nafsu. Ancaman atas kemerdekaan masyarakat, dan karena itu
juga berarti ancaman terhadap kemerdekaan pribadi anggotanya ialah keinginan
tak terbatas atau hawa nafsu tersebut, maka selain kemerdekaan, persamaan hak
antara sesama manusia adalah esensi kemanusiaan yang harus ditegakkan.
Realisasi persamaan dicapai dengan membatasi kemerdekaan. Kemerdekaan tak
terbatas hanya dapat dipunyai satu orang, sedangkan untuk lebih satu orang,
kemerdekaan tak terbatas tidak dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan,
kemerdekaan seseorang dibatasi oleh kemerdekaan orang lain. Pelaksanaan
kemerdekaan tak terbatas hanya berarti pemberian kemerdekaan kepada pihak
yang kuat atas yang lemah (perbudakan dalam segala bentuknya), sudah tentu
hak itu bertentangan dengan prinsip keadilan. Kemerdekaan dan keadilan
merupakan dua nilai yang saling menopang. Sebab harga diri manusia terletak
pada adanya hak bagi orang lain untuk mengembangkan kepribadiannya. Sebagai
kawan hidup dengan tingkat yang sama. Anggota masyarakat harus saling
menolong dalam membentuk masyarakat yang bahagia.
Sejarah dan perkembangannya bukanlah suatu yang tidak mungkin dirubah. Hubungan yang benar antara manusia dengan sejarah bukanlah penyerahan pasif, tetapi sejarah ditentukan oleh manusia sendiri. Tanpa pengertian ini adanya azab Tuhan (akibat buruk) dan pahala (akibat baik) bagi satu amal perbuatan mustahil ditanggung manusia.
Manusia
merasakan akibat amal perbuatannya sesuai dengan ikhtiar. Dalam hidup ini
(dalam sejarah) dalam hidup kemudian (sesudah sejarah). Semakin seseorang
bersungguh-sungguh dalam kekuatan yang bertanggung jawab dengan kesadaran
yang terus menerus akan tujuan dalam membentuk masyarakat semakin ia
mendekati tujuan. Manusia mengenali dirinya sebagai makhluk yang nilai dan
martabatnya dapat sepenuhnya dinyatakan, jika ia mempunyai kemerdekaan tidak
saja mengatur hidupnya sendiri tetapi juga untuk memperbaiki dengan sesama
manusia dalam lingkungan masyarakat. Dasar hidup gotong-royong ini ialah
keistimewaan dan kecintaan sesama manusia dalam pengakuan akan adanya
persamaan dan kehormatan bagi setiap orang.
F.
KEADILAN SOSIAL DAN KEADILAN EKONOMI
Telah kita
bicarakan tentang hubungan antara individu dengan masyarakat dimana
kemerdekaan dan pembatas kemerdekaan saling bergantungan, dan dimana
perbaikan kondisi masyarakat tergantung pada perencanaan manusia dan
usaha-usaha bersamanya. Jika kemerdekaan dicirikan dalam bentuk yang tidak
bersyarat (kemerdekaan tak terbatas) maka sudah terang bahwa setiap orang
diperbolehkan mengejar dengan bebas segala keinginan pribadinya. Akibatnya
pertarungan keinginan yang bermacam-macam itu satu sama lain dalam kekacauan
atau anarchi. Sudah barang tentu menghancurkan masyarakat dan meniadakan
kemanusiaan sebab itu harus ditegakkan keadilan dalam masyarakat. Siapakah
yang harus menegakkan keadilan dalam masyarakat? Sudah barang pasti ialah
masyarakat sendiri, tetapi dalam prakteknya diperlukan adanya satu kelompok
dalam masyarakat yang karena kualitas-kualitas yang dimilikinya senantiasa
mengadakan usaha-usaha menegakkan keadilan itu dengan jalan selalu
menganjurkan sesuatu yang bersifat kemanusiaan serta mencegah terjadinya
sesuatu yang berlawanan dengan kemanusiaan.
Kualitas yang harus dipunyai, rasa kemanusiaan yang tinggi sebagai pancaran kecintaan yang tak terbatas pada Tuhan. Di samping itu diperlukan kecakapan yang cukup. Kelompok orang-orang itu adalah pemimpin masyarakat. Memimpin adalah menegakkan keadilan, menjaga agar setiap orang memperoleh hak asasinya dan dalam jangka waktu yang sama menghormati kemerdekaan orang lain dan martabat kemanusiaannya sebagai manifestasi kesadarannya akan tanggung jawab sosial.
Negara
adalah bentuk masyarakat yang terpenting, dan pemerintah adalah susunan
masyarakat yang terkuat dan berpengaruh. Oleh sebab itu pemerintah yang
pertama berkewajiban menegakkan kadilan. Maksud semula dan fundamental
daripada didirikannya negara dan pemerintah ialah guna melindungi manusia
yang menjadi warga negara daripada kemungkinan perusakkan terhadap
kemerdekaan dan harga diri sebagai manusia sebaliknya setiap orang mengambil
bagian pertanggungjawaban dalam masalah-masalah atas dasar persamaan yang
diperoleh melalui demokrasi.
Pada
dasarnya masyarakat dengan masing-masing pribadi yang ada didalamnya haruslah
memerintah dan memimpin diri sendiri. Oleh karena itu pemerintah haruslah
merupakan kekuatan pimpinan yang lahir dari masyarakat sendiri. Pemerintah
haruslah demokratis, berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,
menjalankan kebijaksanaan atas persetujuan rakyat berdasarkan musyawarah dan
dimana keadilan dan martabat kemanusiaan tidak terganggu. Kekuatan yang
sebenarnya didalam negara ada ditangan rakyat, dan pemerintah harus
bertanggung jawab pada rakyat.
Menegakkan
keadilan mencakup penguasaan atas keinginan-keinginan dan
kepentingan-kepentingan pribadi yang tak mengenal batas (hawa nafsu) adalah
kewajiban dari negara sendiri dan kekuatan-kekuatan sosial untuk menjunjung
tinggi prinsip kegotongroyongan dan kecintaan sesama manusia. Menegakkan
keadilan amanat rakyat kepada pemerintah yang musti dilaksanakan. Disadari
oleh sikap hidup yang benar, ketaatan kapada pemerintah termasuk dalam
lingkungan ketaatan kepada Tuhan (kebenaran mutlak). Pemerintah yang benar
dan harus ditaati ialah mengabdi kepada kemanusiaan, kebenaran dan akhirnya
kepada Tuhan YME.
Perwujudan
menegakkan keadilan yang terpenting dan berpengaruh ialah menegakkan keadilan
di bidang ekonomi atau pembagian kekeyaan diantara anggota masyarakat.
Keadilan menuntut agar setiap orang dapat bagian yang wajar dari kekayaan
atau rejeki. Dalam masyarakat yang tidak mengenal batas-batas individual,
sejarah merupakan perjuangan dialektis yang berjalan tanpa kendali dari
pertentangan-pertentangan golongan yang didorong oleh ketidakserasian antara
pertumbuhan kekuatan produksi disatu pihak dan pengumpulan kekayaan oleh
golongan-golongan kecil dengan hak-hak istimewa dilain pihak. Karena
kemerdekaan tak terbatas mendorong timbulnya jurang-jurang pemisah antara
kekayaan dan kemiskinan yang semakin dalam. Proses selanjutnya yaitu bila
sudah mencapai batas maksimal pertentangan golongan itu akan menghancurkan
sendi-sendi tatanan sosial dan membinasakan kemanusiaan dan peradabannya.
Dalam
masyarakat yang tidak adil, kekeyaan dan kemiskinan akan terjadi dalam
kualitas dan proporsi yang tidak wajar sekalipun realitas selalu menunjukkan
perbedaan-perbedaan antara manusia dalam kemampuan fisik maupun mental namun
dalam kemiskinan dalam masyarakat dengan pemerintah yang tidak menegakkan
keadilan adalah keadilan yang merupakan perwujudan dari kezaliman.
Orang-orang kaya menjadi pelaku daripada kezaliman sedangkan orang-orang
miskin dijadikan sasaran atau korbannya. Oleh karena itu sebagai yang menjadi
sasaran kezaliman, orang-orang miskin berada dipihak yang benar. Pertentangan
antara kaum miskin menjadi pertentangan antara kaum yang menjalankan
kezaliman dan yang dizalimi. Dikarenakan kebenaran pasti menag terhadap
kebhatilan, maka pertentangan itu disudahi dengan kemenangan tak terhindar
bagi kaum miskin, kemudian mereka memegang tampuk pimpinan dalam masyarakat.
Kejahatan
di bidang ekonomi yang menyeluruh adalah penindasan oleh kapitalisme. Dengan
kapitalisme dengan mudah seseorang dapat memeras orang-orang yang berjuang
mempertahankan hidupnya karena kemiskinan, kemudian merampas hak-haknya
secara tidak sah, berkat kemampuannya untuk memaksakan persyaratan kerjanya
dan hidup kepada mereka. Oleh karena itu menegakkan keadilan mencakup
pemberantasan kapitalisme dan segenap usaha akumulasi kekayaan pada
sekelompok kecil masyarakat. Sesudah syirik kejahatan terbesar kepada
kemanusiaan adalah penumpukan harta kekayaan beserta penggunaanya yang tidak benar,
menyimpang dari kepentingan umum, tidak mengikuti jalan Tuhan. Maka
menegakkan keadilan inilah membimbing manusia ke arah pelaksanaan tata
masyarakat yang akan memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama
untuk mengatur hidupnya secara bebas dan terhormat (amar ma'ruf) dan
pertentangan terus menerus terhadap segala bentuk penindasan kepada manusia
kepada kebenaran asasinya dan rasa kemanusiaan (nahi munkar). Dengan
perkataan lain harus diadakan restriksi-restriksi atau cara-cara memperoleh, mengumpulkan
dan menggunakan kekayaan itu. Cara yang tidak bertentangan dengan kamanusiaan
diperbolehkan (yang ma'ruf dihalalkan) sedangkan cara yang bertentangan
dengan kemanusiaan dilarang (yang munkar diharamkan).
Pembagian
ekonomi secara tidak benar itu hanya ada dalam suatu masyarakat yang tidak
menjalankan prisip Ketuhanan YME, dalam hal ini pengakuan berketuhanan YME
tetapi tidak melaksanakannya sama nilainya dengan tidak berketuhanan sama
sekali. Sebab nilai-nilai yang tidak dapat dikatakan hidup sebelum menyatakan
diri dalam amal perbuatan yang nyata.
Dalam suatu masyarakat yang tidak menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat tunduk dan menyerahkan diri, manusia dapat diperbudaknya antara lain oleh harta benda. Tidak lagi seorang pekerja menguasai hasil pekerjaanya, tetapi justru dikuasai oleh hasil pekerjaan itu. Produksi seorang buruh memperbesar kapital majikan dan kapital itu selanjutnya lebih memperbudak buruh. Demikian pula terjadi pada majikan bukan ia menguasai kapital tetapi kapital itulah yang menguasainya. Kapital atau kekayaan telah menggenggam dan memberikan sifat-sifat tertentu seperti keserakahan, ketamakan dan kebengisan. Oleh karena itu menegakkan keadilan bukan saja dengan amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana diterapkan dimuka, tetapi juga melalui pendidikan yang intensif terhadap pribadi-pribadi agar tetap mencintai kebenaran dan menyadari secara mendalam akan andanya tuhan. Sembahyang merupakan pendidikan yang kontinue, sebagai bentuk formil peringatan kepada tuhan. Sembahyang yang benar akan lebih efektif dalam meluruskan dan membetulkan garis hidup manusia. Sebagaimana ia mencegah kekejian dan kemungkaran. Jadi sembahyang merupakan penopang hidup yang benar. Sembahyang menyelesaikan masalah - masalah kehidupan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang ada secara instrinsik pada rohani manusia yang mendalam, yaitu kebutuhan sepiritual berupa pengabdian yang bersifat mutlak.
Pengabdian
yang tidak tersalurkan secara benar kepada tuhan YME tentu tersalurkan kearah
sesuatu yang lain. Dan membahayakan kemanusiaan.
Dalam hubungan itu telah terdahulu keterangan tentang syirik yang merupakan kejahatan fundamental terhadap kemanusiaan. Dalam masyarakat, yang adil mungkin masih terdapat pembagian manusia menjadi golongan kaya dan miskin. Tetapi hal itu terjadi dalam batas - batas kewajaran dan kemanusian dengan pertautan kekayaan dan kemiskinan yang mendekat. Hal itu sejalan dengan dibenarkannya pemilikan pribadi (Private ownership) atas harga kekayaan dan adanya perbedaan - perbedaan tak terhindar dari pada kemampuan - kemampuan pribadi, fisik maupun mental. Walaupun demikian usaha - usaha kearah perbaikan dalam pembagian rejeki ke arah yang merata tetap harus dijalankan oleh masyarakat. Dalam hal ini zakat adalah penyelesaian terakhir masalah perbedaan kaya dan miskin itu. Zakat dipungut dari orang - orang kaya dalam jumlah presentase tertentu untuk dibagikan kepada orang miskin.
Zakat
dikenakan hanya atas harta yang diperoleh secara benar, sah, dan halal saja.
Sedang harta kekayaan yang haram tidak dikenakan zakat tetapi harus dijadikan
milik umum guna manfaat bagi rakyat dengan jalan penyitaan oleh pemerintah.
Oleh karena itu, sebelum penarikan zakat dilakukan terlebih dahulu harus
dibentuk suatu masyarakat yang adil berdasarkan ketuhanan Tuhan Yang Maha
Esa, dimana tidak lagi didapati cara memperoleh kekayaan secara haram, diman
penindasan atas manusia oleh manusia dihapus.
Sebagaimana ada ketetapan tentang bagaimana harta kekayaan itu diperoleh, juga ditetapkan bagaimana mempergunakan harta kekayaan itu. Pemilikan pribadi dibenarkan hanya jika hanya digunakan hak itu tidak bertentangan, pemilikan pribadi menjadi batal dan pemerintah berhak mengajukan konfikasi.
Seorang
dibenarkan mempergunakan harta kekayaan dalam batas - batas tertentu, yaitu
dalam batas tidak kurang tetapi juga tidak melebihi rata - rata atau israf
pertentangan dengan perikemanusiaan. Kemewahan selalu menjadi provokasi
terhadap pertentangan golongan dalam masyarakat membuat akibat destruktif.
Sebaliknya penggunaan kurang dari rata-rata masyarakat ( taqti) merusakkan
diri sendiri dalam masyarakat disebabkan membekunya sebagian dari kekayaan
umum yang dapat digunakan untuk manfaat bersama.
Hal itu semuanya merupakan kebenaran karena pada hakekatnya seluruh harta kekayaan ini adalah milik Tuhan. Manusia seluruhnya diberi hak yang sama atas kekayaan itu dan harus diberikan bagian yang wajar dari padanya.
Pemilikan
oleh seseorang (secara benar) hanya bersifat relatif sebagai mana amanat dari
Tuhan. Penggunaan harta itu sendiri harus sejalan dengan yang dikehendaki
tuhan, untuk kepentingan umum. Maka kalau terjadi kemiskinan, orang - orang
miskin diberi hak atas sebagian harta orang - orang kaya, terutama yang masih
dekat dalam hubungan keluarga. Adalah kewajiban negara dan masyarakat untuk
melindungi kehidupan keluarga dan memberinya bantuan dan dorongan. Negara
yang adil menciptakan persyaratan hidup yang wajar sebagaimana yang
diperlukan oleh pribadi-pribadi agar diandan keluarganya dapat mengatur
hidupnya secara terhormat sesuai dengan kainginan-keinginannya untuk dapat
menerima tanggungjawab atas kegiatan-kegiatnnya. Dalam prakteknya, hal itu
berarti bahwa pemerintah harus membuka jalan yang mudah dan kesempatan yang
sama kearah pendidikan, kecakapan yang wajar kemerdekaan beribadah sepenuhnya
dan pembagian kekayaan bangsa yang pantas.
G.
KEMANUSIAAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Dari
seluruh uraian yang telah di kemukakan , dapatlah dikumpulkan dengan pasti
bahwa inti dari pada kemmanusiaan yang suci adalah Iman dan kerja kemanusiaan
atau Amal Saleh
1). Iman
dalam pengertian kepercayaan akan adanya kebenaran mutlak yaitu Tuhan Yang
Maha Esa , serta menjadikanya satu-satunya tujuan hidup dan tempat pengabdian
diri yang terakhir dan mutlak. Sikap itu menimbulkan kecintaan tak terbatas
pada kebenaran, kesucian dan kebaikan yang menyatakan dirinya dalam sikap pri
kemanusiaan. Sikap pri kemanusiaan menghasilkan amal saleh, artinya amal yang
bersesuaian dengan dan meningkatkan kemanusiaan. Sebaik-baiknya manusia ialah
yang berguna untuk sesamanya. Tapi bagaimana hal itu harus dilakukan manusia
?.
Sebagaimana setiap perjalanan kearah suatu tujuan ialah gerakan kedepan demikian pula perjalanan ummat manusia atau sejarah adalah gerakan maju kedepan. Maka semua nilai dalam kehidupan relatif adanya berlaku untuk suatu tempat dan suatu waktu tertentu. Demikianlah segala sesuatu berubah, kecuali tujuan akhir dari segala yang ada yaitu kebenaran mutlak (Tuhan).
2). Jadi
semua nilai yang benar adalah bersumber atau dijabarkan dari
ketentuan-ketentuan hukum-hukum Tuhan.
3). Oleh
karena itu manusia berikhtiar dan merdeka, ialah yang bergerak. Gerakan itu
tidak lain dari pada gerak maju kedepan (progresif). Dia adalah dinamis,
tidak setatis. Dia bukanlah seorang tradisional, apalagi reaksioner.
4). Dia
menghendaki perubahan terus menerus sejalan dengan arah menuju kebenaran
mutlak. Dia senantiasa mencarai kebenaran-kebenaran selama perjalanan
hidupnya. Kebenaran-kebenaran itu menyatakan dirinya dan ditemukan didalam
alam dari sejarah umt manusia.
Ilmu
pengetahuan adalah alat manusia untuk mencari dan menemukan
kebenaran-kebenaran dalam hidupnya, sekalipun relatif namun
kebenaran-kebenaran merupakan tonggak sejarah yang mesti dilalui dalam
perjalanan sejarah menuju kebenaran mutlak. Dan keyakinan adalah kebenaran
mutlak itu sendiri pada suatu saat dapat dicapai oleh manusia, yaitu ketika
mereka telah memahami benar seluruh alam dan sejarahnya sendiri.
5).
Jadi ilmu pengetahuan adalah persyaratan dari amal soleh. Hanya mereka yang
dibimbing oleh ilmu pengetahuan dapat berjalan diatas kebenaran-kebenaran,
yang menyampaikan kepada kepatuhan tanpa reserve kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
6). Dengan
iman dan kebenaran ilmu pengetahuan manusia mencapai puncak kemanusiaan yang
tertinggi.
7).Ilmu
pengetahuan ialah pengertian yang dipunyai oleh manusia secara benar tentang
dunia sekitarnya dan dirinya sendiri. Hubungan yang benar antara manusia dan
alam sekelilingnya ialah hubungan dan pengarahan. Manusia harus menguasai
alam dan masyarakat guna dapat mengarahkanya kepada yang lebih baik.
Penguasaan dan kemudian pengarahan itu tidak mungkin dilaksanakan tanpa
pengetahuan tentang hukum-hukumnya agar dapat menguasai dan menggunakanya
bagi kemanusiaan. Sebab alam tersedia bagi ummat manusia bagi kepentingan
pertumbuhan kemanusiaan. Hal itu tidak dapat dilakukan kecuali mengerahkan
kemampuan intelektualitas atau rasio.
8).
Demikian pula manusia harus memahami sejarah dengan hukum-hukum yang
tetap.
9). Hukum
sejarah yang tetap (sunatullah untuk sejarah) yaitu garis besarnya ialah
bahwa manusia akan menemui kejayaan jika setia kepada kemanusiaan fitrinya
dan menemui kehancuran jika menyimpang daripadanya dengan menuruti hawa
nafsu.
10).
Tetapi cara-cara perbaikan hidup sehingga terus-menerus maju kearah yang
lebih baik sesuai dengan fitrah adalah masalah pengalaman. Pengalaman ini
harus ditarik dari masa lampau, untuk dapat mengerti masa sekarang dan
memperhitungkan masa yang akan datang.
11).
Menguasai dan mengarahkan masyarakat ialah mengganti kaidah-kaidah umumnya
dan membimbingnya kearah kemajuan dan perbaikan.
H.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari
seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar
sbb :
Hidup yang
benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan
mendekat serta kecintaan kepada-Nya yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah
nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya
dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi
arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan
kegiatan-kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang
benar dalam peradaban dan berbudaya.
Iman dan
takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil
kepada Tuhan, ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan
dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati
nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah
menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia untuk
mencampurinya. Ibadat-ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan
manusia akan kedudukannya di tengahh alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia
telah melebihkan sehingga kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan orang lain,
dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan
akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain.
Kerja
kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag
sungguh - sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara
keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu yang menegakkan keadilan
dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya
sebagai manusia. Hal itu berarti usaha - usaha yang terus menerus harus dilakukan
guna mengarahkan masyarakat kepada nilai - nilai yang baik, lebih maju dan
lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf , disamping usaha lain untuk
mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai - nilai kemanusiaan
dan nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah
pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha
- usaha kearah penungkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak
sebagai manusia.
Kesadaran
dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu
sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia
dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan.
Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran,
dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam
masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan
adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat
satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap
yang tegas kepada musuh - musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi
kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan
yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.
Kerja
kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen.
Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar.
Oleh sebab itu, manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada
perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus
mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja
kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa
rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan
peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi
manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu
mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan
berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.
Dengan
demikian, tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu beriman,
berilmu, dan beramal.
Billahitaufiq
wal hidayah,
Wassalamuálaikum war.wab. |
Tidak ada komentar :
Posting Komentar